Selasa, 12 Maret 2019

Peran Agen Dalam Membawa teks Hadis


Hadis tidak serta merta hadir begitu saja. Jika dilihat dari jalur periwayatan, hadis telah mengalami proses panjang dan melibatkan banyak orang. Terdapat banyak orang yang berkontribusi dalam penyampaian hadis. Oleh karena itu, dengan proses yang panjang, hadis harus dilakukan pengecekkan secara lebih mendetail guna menghindari dari ketercacatan dan kepalsuan dari orang yang menyampaikan hadis dan untuk menjaga keorisinalil sebuah hadis.
Setelah mengalami proses yang tidak singkat, hadis kini telah banyak dikumpulkan dan dibukukan oleh para ulama hadis klasik seperti Imam Bukhari, Imam Muslim dalam kitab Shahih dan juga dalam sunad ulama yang lainnya. Pembukuan ini dilatarbelakangi karena kekhawatiran segenap ulama hadis terhadap hadis Nabi yang akan hilang dalam peradaban Islam. Karena sebagaimana yang kita ketahui bahwa hadis merupakan penjelas dari al-Qur’an dan menjadi pedoman kedua bagi umat Islam setelah al-Qur’an, tentu harus dijaga dan terus dipelajari sebagai bentuk espitemologi dalam ranah kajian hadis.
Masa kini, orang tidak lagi disibukkan dengan pengumpulan hadis karena hal tersebut telah dilakukan oleh ulama-ulama terdahulu. Namun, yang menjadi perdebatan dan dilemanya adalah bagaimana masyarakat memaknai hadis-hadis yang telah tertulis di kitab-kitab klasik. Dalam living hadis terdapat teori resepsi. Teori resepsi ini adalah bentuk pemaknaan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap teks. Dimana masyarakat mencoba meresapi makna yang terkandung dalam hadis Nabi sehingga dapat memberikan reaksi atau tanggapan terhadap hadis Nabi dalam kehidupan mereka. Dalam bentuk resepsi tidak serta merta dapat dikaitkan dengan dalam praktek living hadis, karena teks tidak muncul dalam ritual dan kebiasaan masyarakat. Pada umumnya, resepsi bermula dari resepsi eksegesis (penafsiran) dari tokoh-tokoh sentral atau petinggi lokal seperti kyai, ustadz dan lainnya lalu baru berpindah kepada resepsi masyarakat dalam mempratekkan dalam bentuk kehidupan sehari-hari.
Dalam lingkup sejarah, penerimaan Islam di Indonesia terjalin dan erat kaitannya dengan lokalitas dan budaya daerah melalui peran-peran sentral dari warisan nenek moyang, pemahaman agama dalam membentuk struktur berpikir masyarakat. Untuk itu, keberadaan agen sangatlah penting. Kehadirannya memberikan pengaruh yang sangat besar dalam pembentukkan masyarakat. Terkhusus dalam peran agen dalam membawa teks hadis, hal ini akan mempengaruhi bagaimana masyarakat memaknai hadis nabi. Apakah secara literal ataukah kontekstual. Keberadaan agen dalam konteks Indonesia sangatlah banyak sehingga pengaruh setiap agen tentu akan berbeda dalam setiap daerah. Terlebih lagi dengan perbedaan adat dan istiadat, suku dan budaya yang dimiliki daerah tertentu yang ikut memberikan pengaruh yang sangat berbeda dalam pemaknaan hadis. Meski demikian, peran agen tetaplah lebih utama karena ia seorang pembawa dan penyampai sebuah teks. Otoritas agen dirasa sangat berpengaruh dalam masyarakat tertentu.
Secara tegas memang model resepsi dalam hadis tidak terjadi. Tetapi dalam resepsi fungsional hadis memiliki peran utama yakni terbagi menjadi dua, fungsi informatif dan fungsi performatif. Fungsi informatif dapat dipahami sebagai bentuk penafsiran atau interpretasi dalam hal yang tersurat dalam teks. Seperti praktik Shalat Hajat, Puasa Daud, Puasa Rajab dan lainnya yang berangkat dari teks Nabi. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi informatif dari hadis karena diawali dari proses interpretif. Sedangkan fungsi performatif adalah yang dilakukan oleh masyarakat sendiri. Seperti praktik majelis Bukhoren dan tradisi Pembacaan kitab al mukhtasar lil imam bukhari bulan rajab. Ini merupakan bentuk fungsi performatif dari hadis. Hadis diuraikan dengan dua aspek yakni mengangungkan teks hadis juga menempatkan dalam bentuk oral yang berarti ada aspek resepsi estetis di dalam praktik. Fungsi informatif dan performatif menurut Barbara Metcalf merupakan usaha masyarakat muslim untuk live by dengan cara menginternalisasikan teks tertulis. Masyarakat sangat mementingkan keberadaan teks dalam ruang lingkup praktik sehingga masyarakat memahami hadis dalam kerangka ritual, perayaan ataupun praktik keseharian. Namun demikian, dalam prakteknya tidak pernah menafikan teks hadis, hanya saja melalui fungsi informatif dan performatif keberadaan teks tidak selalu berupa written tetapi dalam dua apek yakni bersifat interpretif dan juga bersifat performatif.


*Hayatun Thaibah Semester VI
 Mahasiswi Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Meniadakan "Time and Space" dalam Keluarga Rakhmad

Dewasa ini banyak orang yang memiliki semangat dalam menjalankan ajaran agama. Terutama dalam keluarga Rakhmad yang benar-benar mengama...