PENDAHULUAN
Hadits adalah sumber kedua setelah al-Qur’an. Keberadaannya sangatlah
diperlukan agar tidak ada kekeliruan dalam memahami dan menafsirkan al-Qur’an.
Dalam hal ini, hadits berbeda dengan al-Qur’an yang semua ayatnya mutawatir,
sedang hadits ada sebagian yang mutawatir dan ada juga sebagian yang ahad.[1]
Penulis akan mencoba mentakhrij sebuah hadits melalui metode takhrij
menggunakan sebagian lafadz agar memudahkan mencari hadits yang diriwayatkan
oleh perawi dalam kitab yang berbeda. Dan penulis juga akan mencoba meneliti jalur sanad. Apakah sanad itu
tersambung atau tidak. Penulis akan meneliti perawi secara individual terkait
data lengkap perawi yang di dalamnya berkaitan dengan nama lengkap, kunyah,
tahun lahir dan wafat, murid-muridnya, guru-gurunya serta komentar ulama atas
perawi tersebut. Pendalaman materi ini, penulis akan mentakhrij hadits yang
dibukukan oleh Ibnu Majah.
PEMBAHASAN
HADITS
حَدَّثَنَا
الْحُسَيْنُ بْنُ سَلَمَةَ الْيَحْمِدِيُّ حَدَّثَنَا سَلْمُ بْنُ قُتَيْبَةَ
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْهَاشِمِيُّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَوَضَّأْتَ فَانْتَضِحْ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Al Husain bin
Maslamah Al Yahmidi berkata, telah menceritakan kepada kami Salm bin Qutaibah
berkata, telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ali Al Hasyimi dari
Abdurrahman Al A'raj dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Apabila kamu berwudlu maka percikkanlah (air
pada kemaluan)."
A.
Bagan Sanad
![]() |
B.
Takhrij Hadits
Takhrij merupakan suatu usaha mencari sanad
hadits yang terdapat di dalam sebuah kitab hadits karya orang lain. Ini adalah
usaha penyusun hadits untuk mencari derajat, sanad yang tidak diterangkan oleh
pengarang suatu kitab.[2]
Takhrij disini menitik beratkan pada ketersambungan sanad satu dengan yang lain
agar bisa mengetahui apakah rawi pertama dan seterusnya saling bertemu dalam
setiap jalur sanadnya untuk menghindari keadaan hadits yang maudu’.
Untuk menghindari dari kecacatan perawi yang
bisa saja menjadikan hadits tersebut tergolong hadits (al-Muallaq, al
Mu’dal, al-munqathi’, al-Mudallas, al-Mursal, al-Mursal Jali, al-MuRsal Khafi,
al-Mu’an’an, al- Mu’annan.[3]
Setelah
di Takhrij dengan CD-ROM Mausu’ah dengan metode takhrij melalui sebagian lafadz dari kata انتضح, kemudian
hadits ini ditemukan pada dua kitab, yaitu:
1. HR. Ibnu Majah No. 456 kitab Thaharah wa Sunnanuha
حَدَّثَنَا
الْحُسَيْنُ بْنُ سَلَمَةَ الْيَحْمِدِيُّ حَدَّثَنَا سَلْمُ بْنُ قُتَيْبَةَ
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْهَاشِمِيُّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَوَضَّأْتَ فَانْتَضِحْ[4]
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Al Husain bin
Maslamah Al Yahmidi berkata, telah menceritakan kepada kami Salm bin Qutaibah
berkata, telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ali Al Hasyimi dari
Abdurrahman Al A'raj dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Apabila kamu berwudlu maka percikkanlah (air pada
kemaluan)."[5]
2. HR. At-Tirmizi No. 46 kitab Thaharah ‘an Rasulillah
حَدَّثَنَا
نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ وَأَحْمَدُ بْنُ أَبِي عُبَيْدِ اللَّهِ
السَّلِيمِيُّ الْبَصْرِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو قُتَيْبَةَ سَلْمُ بْنُ
قُتَيْبَةَ عَنْ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ الْهَاشِمِيِّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ جَاءَنِي جِبْرِيلُ فَقَالَ
يَا مُحَمَّدُ إِذَا تَوَضَّأْتَ فَانْتَضِحْ
قَالَ
أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ قَالَ و سَمِعْت مُحَمَّدًا يَقُولُ الْحَسَنُ
بْنُ عَلِيٍ الْهَاشِمِيُّ مُنْكَرُ الْحَدِيثِ وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي
الْحَكَمِ بْنِ سُفْيَانَ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَزَيْدِ بْنِ حَارِثَةَ وَأَبِي
سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ و قَالَ بَعْضُهُمْ سُفْيَانُ بْنُ الْحَكَمِ أَوْ الْحَكَمُ
بْنُ سُفْيَانَ وَاضْطَرَبُوا فِي هَذَا الْحَدِيثِ[6]
Artinya:
telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali Al Jahdlami
dan Ahmad bin Abu Ubaidullah As Salimi Al Bashri keduanya berkata; telah
menceritakan kepada kami Abu Qutaibah Salam bin Qutaibah dari Al Hasan bin Ali
Al Hasyimi dari Abdurrahman Al A'raj dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Jibril telah datang kepadaku kemudian berkata;
'Wahai Muhammad, jika kamu berwudlu maka bersucilah terlebih dahulu.'" Abu
Isa berkata; "Hadits ini gharib." Dan ia berkata lagi; Aku mendengar
Muhammad berkata; "Al Hasan bin Ali Al Hasyimi adalah Munkarul
hadits." Dan dalam bab ini ada juga hadits dari Abul Hakam bin Sufyan,
Ibnu Abbas, Zaid bin Haritsah dan Abu Sa'id Al Khudri, sebagian yang lain
mengatakan Sufyan bin Al Hakam, atau Al Hakam bin Sufyan, dan mereka idltirab
(berbeda beda) dalam hadits ini.[7]
Hadits yang
akan di takhrij adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitabnya
Sunan Ibnu Majah.
a.
Sisi
Kuantitas Hadits
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah ini
dikategorikan hadits ahad Masyhur. Bila ditinjau dari thabaqat-nya,
hadits ahad tidak sampai mencapai mutawatir. Karena tidak
sampainya jumlah rawi dalam setiap thabaqat, hadits ini tergolong hadits
masyhur yang setiap thabaqat-nya tidak lebih dari tiga jalur. Hadits ini memiliki tiga jalur sanad yaitu Husain bin Salamah, Nashar bin’Ali dan Ahmad.
Hadits masyhur berdasarkan popularitasnya terbagi menjadi
beberapa hal yaitu: masyhur di kalangan ahli hadits, ulama, fuqaha,
ulama ushul fiqih, ulama ahli bahasa, ahli pendidikan dan masyarakat umum.[8]
b. Sisi Kualitas Sanad Hadits
Imam al-Suyuthi dalam kitabnya “ alfiyah”
mengatakan bahwa
واللاكثرون قسموا هذا السنن إلى صحيح
وضعيف وحسن
“kebanyakan ulama membagi
sunnah (hadits) ini menjadi shahih, dhaif, dan hasan.”
Pembagian ini akan ada dikategorikan apakah hadits
tersebut maqbul (diterima) atau mardud (tertolak). Hadits-hadits
tersebut dikatakan maqbul apabila terpenuhinya syarat-syarat
untuk diterima yang disebut dengan hadits shahih, sedang kurang memenuhi syarat-syarat
untuk diterima disebut hasan,
sedangkan mardud( tertolak) ialah hadits dhaif.[9]
Disini penulis akan mengidentifikasi apakah hadits
tersebut memiliki kualitas shahih, hasan atau dhaif. Kita akan melihat kriteria
hadits shahih yaitu: pertama, muttasil sanadnya. Kedua, rawi-rawinya
adil. Ketiga, rawi-rawinya sempurna kedhabittanya. Keempat, tidak
syadz(rancu). Kelima,tidak terdapat illat.[10]
Disini penulis akan memaparkan data singkat perawi yang
meliputi informasi tentang kelahirannya, wafatnya, daerah kelahiran,
guru-gurunya, murid-muridnya, dan lain sebagainya.[11]
Dan juga, akan ada al-Jarh wa ā-Ta’dil yaitu seperti yang
didefinisikan Muhammas ‘Ajjaj al-Khathib: al-Jarh
ظهور وصف في الراوي يفسد عدالته أو يخل بحفظه وضبطه مما
يترتب عليه سقوط روايته أو ضعفها وردها
“Munculnya suatu sifat dalam diri perawi yang menodai sifat
adilnya atau mencacatkan hafalan dan kekuatan ingatannya yang mengakibatkan
gugur riwayatnya atau lemah atau bahkan tertolak riwayatnya”
Sedangkan at-ta’dil
وصف الراوي بصفات تزكية فتظهر عدالته ويقبل خبره
“Mensifati perawi dengan hal yang baik-baik, sehingga tampak
jelas keadilannya dan karenanya riwayat yang disampaikan dapat diterima”[12]
Jika disusun
berdasarkan urutan periwayatnya, maka skema sanad hadits di atas adalah sebagai
berikut:
No.
|
Nama Periwayat
|
Urutan sebagai periwayat
|
Urutan Sebagai Sanad
|
1.
|
Abu Hurairah
|
Periwayat 1
|
Sanad 5
|
2.
|
Abdurrahman Al-A’raj
|
Periwayat 2
|
Sanad 4
|
3.
|
Hasan bin ‘Ali
|
Periwayat 3
|
Sanad 3
|
4.
|
Salmu bin Qutaibah
|
Periwayat 4
|
Sanad 2
|
5.
|
Husain bin Salamah
|
Periwayat 5
|
Sanad 1
|
6.
|
Ibnu Majah
|
Periwayat 6
|
Mukharrij
|
1. Ibnu Majah
e. Guru: Husain bin Salamah
f. Murid:
2. Husain bin Salamah
a. Nama lengkap: Al-Husain bin Salamah bin
Isma’il (Tabiut Tabi’in kalangan biasa)
b. Tahun Wafat:
c. Tempat Tinggal: Bashrah
d. Guru: Abdurrahman bin Mahdi, Yusuf bin Ya’qub,
Salm bin Qutaibah dan lain-lain.
3. Salm bin Qutaibah
a. Nama lengkap: Salm bin Qutaibah
(Tabiut-Tabi’in kalangan biasa)
b. Kuniyah :Abu Qutaibah
c. Tahun Wafat: 200 H
d. Tempat Tinggal: Bashrah
e. Guru: Ibrahim bin Abdurrahman bin Yazid, Hasan
bin Ali bin Muhammad, Sahal ibnu Hazam dan lain-lain.
4. Hasan bin ‘Ali
a. Nama lengkap: Al-Hasan bin ‘Ali bin
Muhammad (Tabi’in yang tidak berjumpa shahabat)
b. Tahun lahir: 145 H
d. Guru: Abdurrahman bin Hurmaz
(Abu Daud)
5. Abdurrahman AL-A’raj
a. Nama lengkap: ِ
Abdurrahman bin Hurmuz (Tabi’in kalangan pertengahan)
b. Tahun Wafat: 117 H
c. Tempat Tinggal: Madinah
d. Guru: Harits bin Rabi’ah, Aisyah binti Abu
Bakar, Abu Hurairah dan lain-lain.
e. Murid: Hasan bin ‘Ali bin Muhammad, Abdullah bin Hasan bin Hasan bin ‘Ali, Al-Fadhil bin Fadhil dan
lain-lain.
6. Abu Hurairah
e. Tempat Tinggal: Makkah
f. Guru: Rasulullah SAW
g. Murid: Abu Ayyub, abu Ja’far, Abdurrahman
bin Hurmuz dan lain-lain
KESIMPULAN
Takhrij
hadits yang diriwayatkan oleh jalur Ibnu Majah ini termasuk kategori hadits
Ahad yang Masyhur karena ditemukan terdapat 3 jalur yang tidak sampai derajat
Mutawatir. Ada 6 perawi yang terdapat di
Jalur Ibnu Majah. Diantara 6 perawi tersebut ada hubungan antara guru dan murid.
Jadi dari sisi sanad jalur ini shahih. Akan tetapi, setelah diteliti terdapat
perawi yang dhaif, yaitu Hasan bin ‘Ali. Melalui komentar Bukhari.
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shahih, Shubhi. 1997. ‘Ulum al-Hadits
wa Musthalahuhu. Beirut: Dar al-“Ilmil Malayin
Rahman, Fatchur. 1970. Mushthalahu’l-Hadits. Bandung: PT Al-MAARIF
Hasan, Qadir. 2007. Ilmu Mushthalah Hadits. Bandung: Diponegoro
CD ROM Mausu’ah al-Hadits al-Syarif, Sunan
Ibnu Majah. Bab Thaharah wa Sunnanuha
CD ROM Mausu’ah al-Hadits al-Syarif, Jami’
al-Tarmidzi. Bab Thaharah’an Rasulillah
Lidwa Pustaka I-Software, Jami’ al-Tarmidzi. Bab Thaharah’an Rasulillah
Lidwa Pustaka I-Software, Sunan Ibnu Majah. Bab Thaharah wa Sunnanuha
Suryadilaga, Alfatih. 2010. Ulumul hadis. Yogyakarta: Teras
Al-Maliki, Muhammad Alawi. 2012. Ilmu Ushul hadis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Suryadi. 2012. Metodologi Ilmu Rijalil Hadis. Yogyakarta: TH-Press
Al-Khatib, Muhammad ‘Ajjaj. 1975. Ushul
al-Hadits ‘Ulumuha wa Musthalahuhu. Beirut: Dar al Fikr
Dosen Tafsir hadits Fakultas Uhuluddin UIN
sunan Kalijaga. 2003. Studi Kitab hadis. Yogyakarta: Teras
Al-Razi,
Ibnu Abi Hatim. al-Ta’dil wa al-Tajrih.
Ash-Shiddiqy. 1970. Ridjalul Hadits. Yogyakarta: Matahari Masa
al-Suyuthi. 1994. Thabaqat al-Huffaz. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah
Ash-shalih, Subhi. 1997. Membahas Ilmu-Ilmu hadits. (terj. Tim Pustaka Firdaus). Jakarta: Pustaka Firdaus
Yahya, Abu Zakariya. 1979. Tarikh Ibnu
Mu’in. Makkah: Markaz Bahtsu ‘Ilm
Muhammad, Abu Abdullah. 1408. Madinah:
Maktabah al-‘Ulumu wa al-Hakim
Al-Mizzi, al-hafiz. 1994. Tazhib al-Kamil. Beirut:
Dar al-Fikr
[1]
Shubhi ash-Shahih, ‘Ulum al-Hadits wa Musthalahuhu, (Beirut:
Dar al-“Ilmil Malayin, 1997), hlm. 146-147.
[8] Alfatih suryadilaga, Ulumul hadis, (Yogyakarta:
Teras, 2010), hlm. 229-230.
[10] Al-Maliki, Ilmu Ushul hadis..., hlm.
52-53.
[12] Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits ‘Ulumuha wa Musthalahuhu,
(Beirut: Dar al Fikr, 1975), hlm. 260.
[13] Dosen Tafsir hadits Fakultas Uhuluddin UIN sunan Kalijaga, Studi Kitab
hadis, (Yogyakarta: Teras, 2003), hlm. 160.
[14] Dosen Tafsir Hadits, Studi Kitab Tafsir..., hlm. 160.
[23] Abu Abdullah Muhammad, Ath-Thabaqat
al-Kubra, (Madinah: Maktabah al-‘Ulumu wa al-Hakim, 1408). Hlm. 268.
[27] Ibnu Abi Hatim al-Razi, al-Ta’dil wa
al-Tajrih, juz 1, hlm. 334.
[29] Jalal al-Din al-Suyuthi, Thabaqat
al-Huffaz, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1994, hlm. 17.
[30] Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu hadits,
(terj.)Tim Pustaka Firdaus, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hlm. 315.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar