Dewasa ini banyak orang yang memiliki semangat
dalam menjalankan ajaran agama. Terutama dalam keluarga Rakhmad yang
benar-benar mengamalkan hadis Nabi dalam kehidupannya. Hal ini berlangsung
dalam rutinitas sehari-hari. Sehingga segala aspek dalam tingkah laku keluarga
Rakhmad bersumber dari hadis Nabi. Beberapa pondasi yang erat dengan keluarga
ini yaitu adalah dari cara ia memelihara jenggot yang melekat pada dagunya.
Berdasarkan hadis Nabi menegaskan bahwa “beliau memerintahkan untuk mencukur
kumis dan memelihara jenggot”. Atas dasar ini, Rakhmad memanjangkan jenggot
serta memeliharanya. Disini terlihat jelas bahwa Rakhmad sangat memperhatikan
anjuran yang disabdakan oleh Nabi dan mencoba mempraktekkannya dalam dirinya sendiri.
Ia juga mempratekkan memakai celana atas mata kaki. Hal ini merujuk pada hadis
Nabi “ Allah tidak akan melihat orang yang memanjangkan pakaiannya karena
sombong.” Konotasi sombong menurut Rakhmad adalah celana yang dibawah mata
kaki.
Pandangannya yang tekstual terhadap hadis Nabi
akan membawa Rakhmad pada pemahaman bahwa ia akan menempatkan hadis dalam
kehidupannya secara penuh dan bergantung pada matan hadis Nabi tanpa kecuali. Hal
ini tentu akan menjadikan keluarga Rakhmad sebagai orang yang berusaha untuk
hidup dengan hadis. tentu mereka bercita-cita untuk menginternalisasikan
teks-teks hadis sehingga menempatkan posisi mereka dalam apa-apa yang tertulis
dalam hadis. padahal jika melihat bagaimana teks masa lalu itu hadir dimasa kini
dengan kultur yang berbeda dan dengan rentang waktu yang panjang pasti akan
memiliki perbedaan yang signifikan.
Dengan rentang waktu sejarah yang mana hadis
telah dipraktikkan oleh sahabat dan kemudian dilanjutkan dengan model praktik
masa kini, tentu mengalami perbedaan. Menurut Anthony Giddens, mengenai hal
tersebut bahwa ia mengindentifikasi dengan teori time and space. Teori
ini menegaskan bahwa ruang dan waktu
merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan bahwa ia mereproduksi praktik
sosial, hal ini karena didasarkan pada pace
to pace yang mengandaikan kehadiran para aktor dalam ruang tertentu. Gidden
kemudian menghubungkan relasi ruang dan praktik sosial. Menurutnya, sebuah
praktik sosial tertentu selalu membutuhkan ruang dan waktu dalam dimensi yang
terikat. Ruang dan waktu inilah yang membedakan praktik sosial yang satu dengan
praktik sosial yang lain.
Keluarga Rakhmad dengan aktor yang berbeda dan
ruang yang berbeda pula tentu akan kesulitan untuk mengaplikasikan hadis Nabi.
Hal ini karena adanya renggang waktu yang cukup jauh antara hadirnya hadis dan
hadis yang kita terima sekarang. Sungguh sangat sulit jika untuk memposisikan
praktik hadis dulu dan hadis yang sekarang. Disadari bahwa hadis memang secara
khusus dibangun dengan asas normatif yang berisi perintah-perintah namun
perintah yang demikian tidak terlepas dari moral dan etika. Implementasi dari
moral-etik ini dapat dilihat dari pranata sosial dalam suatu masyarakat. Apa
yang dilakukan keluarga Rakhmad dalam mempratekkan hadis dengan semangat
keagamaan telah membawa keluarga ini menjadi keluarga yang beridentitaskan
agama yang kuat. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial yang mana kadang tidak
sesuai dengan masyarakat setempat.
Keluarga Rakhmad ini merupakan keluarga yang
hidup dalam ruang-ruang teks dan menjadikan hadis sebagai identitas yang
melekat pada diri keluarga in. Tentu saja apa yang ditunjukkan keluarga Rakhmad
adalah upaya untuk menjadikan hadis sebagai jalan hidup dan ditradisikan dan dipelajari dalam sehari-hari. Sekilas apa
yang dilakukan oleh keluarga Rakhmad ini adalah live by hadis. Akan
tetapi keluarga Rakhmad telah melupakan tatanan sosial. Mereka lebih menjadikan
hadis sebagai kegiatan sehari-hati tidak lebih penting dari anggapan sebagian
kelompok yang menganngap suatu kewajiban. Sikap yang demikian melahirkan
tantangan tersendiri bagi integrasi umat Islam dewasa ini. Beberapa kelompok
menganggap hadis dirawat dalam praktik yang teratur sehingga secara mutlak
meskipun zaman telah berubah. Kelompok ini sering mengukuhkan interpretasinya terhadap anjuran hadis dengan berkiblat
kepada al-Qur’an. Hal ini tergambar pada pencarian dalil apakah praktik
tersebut bersumber dari hadis lalu mencari kekuatan dalam al-Qur’an atau
terdapat pada al-Qur’an lalu diperkuat dengan hadis Nabi. Sehingga ada
perbedaan yang signifikan dalam memaknai makna living hadis.
*Mahasiswi Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Semester VI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar