AKHLAK DAN TASAWUF
HADIST SEBAGAI SUMBER AKHLAK DAN TASAWUF
Dosen Pengampuh:
Dr. Syaifannur, M. Ag.

Oleh :
Fina fatmah
Isna fitrianingsih
Najiha Sabrina
Rike luluk khoiriah
Yeni angelia
JURUSAN ILMU HADIST
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UIN SUNAN KALIJAGA
2016
A.
Pendahuluan
Al-Quran merupakan sumber utama dalam tasawuf, firman-firman Allah
yang mengajarkan manusia untuk melakukan kebaikan dan melarang manusia untuk
mendekati kemunkaran. Sedangkan sumber kedua dalam tasawuf adalah hadist nabi
Muhammad saw., baik dari ucapan maupun perbuatan yang menerangkan ajaran-ajaran
moral, kehidupan beragam manusia dan lingkungan yang telah dipraktekkan oleh
Nabi SAW dalm kehidupan beliau atau rasul-rasul sebelum beliau, hanya saja ilmu
tasawuf itu muncul setelah beliau wafat.
Banyak hadist yang
menceritakan tentang akhlak terpuji, yakni perbuatan nabi Muhammad saw. yang
patut di contoh. Sayyidah Aisyah semoga
Allah meridoi beliau mengatakan, bahwa akhlak Rasulullah adalah al-Quran. Maka
dari itu, para sufi menjadikan perkataan dan perbuatan nabi itu sebagai sumber
kedua.
Dalam makalah ini,
penulis akan membahas hadist-hadist yang berkenaan dengan akhlak terpuji dan
akhlak tercela dalam perkataan maupun perbuatan Rasulullah.
A. Pembahasan
Al-Qur’an merupakan sumber utama
dalam tasawuf sedangkan sumber yang kedua ialah hadis nabi saw.,
terutama Hadis Qudsi. Menurut
Prof. Hamka, Hadis Qudsi yang
dijadikan pegangan bagi para sufi adalah: pertama, Hadis
Qudsi
yang berbunyi:
“Adalah Aku suatu pendeharaan yang tersembunyi, maka inginlah Aku
supaya diketahui siapa aku, maka Ku-jadikan makhluk-Ku, maka dengan Akulah
mereka mengenal Aku.”
Kemudian, kaum sufi berkata bahwa hidup dan alam dipenuhi oleh
rahasia-rahasia tersembunyi dan tertutup oleh dinding hawa nafsu manusia
sendiri. Tetapi, dinding itu dapat terbuka apabila manusia mempunyai kemampuan
dan kemauan untuk menempuh jalan yang disyariatkan, jalan itu dinamakan dengan
Tariqah.
Kedua, Hadis Qudsi
dijadikan untuk menegakkan tariqah dalam upaya untuk mendekatkan diri kepada
Allah (Taqarrub).
Nabi
saw bersabda:
“Senantiasa
hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan amal-amal nawafil, sehingga cintalah Aku
padanya. Maka bila Aku telah cinta kepadanya, jadilah Aku mendengarkannya, yang
dengan dia mereka melihat. Jadilah Aku
lidahnya, yang dengan dia mereka berkata-kata, jadilah Aku tangannya, yang
dengan dia mereka memukul. Jadilah Aku kakinya, yang dengan dia mereka berjalan.
Dengan Aku mereka mendengar, dengan Aku mereka berakal, dengan Aku mereka memukul
dan dengan Aku mereka berjalan..”
Hadis inilah yang menimbulkan zawq (rasa), wajd (kerinduan) dalam
hati pengikut sufi sehingga terdapatlah fana’, artinya lenyap kedalam tuhan.
Kesatuan Ma’bud dan A’bid (yang menghamba kepada yang diperhamba).
Ketiga, Hadis Qudsi
yang berbunyi: “من
عرف نفسه عرف ربه”, walaupun sanad hadis
ini lemah, jika rasa yang terkandung didalamnya sesuai maka tidak ada masalah
dalam pemakaiannya, dan para sufi tidak melepaskan hadis ini dengan alasan yang
demikian.
Keempat,
“Musuhmu yang paling besar adalah dirimu sendiri, yang ada dalam badanmu”. Bersandarkan pada hadis ini, para sufi bermujahadah
batin, riyadah (latihan jiwa), muhasabah (menghitung-hitung lomba laba dan rugi
hidup).
Kelima, hadis yang
menjadi suluh hidup dan menjadi kebanggaan. Para sufi
merasa bahagia serta berhusnudzon bahwa hadis itu ditujukan kepada mereka.
“Sesungguhnya di dalam hamba Allah yang sebanyak itu ada beberapa
manusia, mereka bukan nabi-nabi dan bukan
orang-orang syahid. Tetapi nabi-nabi dan syahid sendiri merasa kagum di hari
kiamat melihat tempat mereka disisi Allah”......
Setelah itu nabi pernah membaca ayat,”Sesungguhnya
wali-wali Allah itu tidak ada pula duka cita”. Mereka baik sangka bahwa hadis itu
menuju padanya.
Kaum sufi dan penganjur kerohanian menyandarkan dalil pendiriannya
pada al-Qur’an dan hadis nabi, perbuatan nabi dan pandangan hidup nabi serta
praktik hidup dari sahabat-sahabat dan para ulama dalam Islam.[1]
Berikut adalah ruang lingkup akhlak dalam
tasawuf:
1. Akhlak-Akhlak Terpuji
a) Mencari ridha Allah:
عن ابي هريرة قال قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم من تعلم علما مما يبتغى به وجه الله عز وجل لا يتعلمه الا
ليصيب به عرضا من الدنيا لم يجد عرف الجنة يوم القيامة يعني ريحها (اخرجه ابو
داود).
Dari Abi Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang mempelajari suatu ilmu dari
sesuatu (yang seharusnya) untuk mencari ridha Allah, dia tidak mempelajarinya kecuali
untuk mendapatkan sedikit dari harta benda, maka ia tidak mendapatkan bau surga
besok hari kiamat.[2]
b) Keutamaan ikhlas mencari ilmu:
عن ابي هريرة قال قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم من تعلم علما مما يبتغى به وجه الله عز وجل لا يتعلمه الا
ليصيب به عرضا من الدنيا لم يجد عرف الجنة يوم القيامة يعني ريحها (اخرجه ابو
داود).
Dari Anas bin Malik berkata: Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang keluar dalam mencari ilmu,
maka ia pada jalan Allah sehingga ia pulang. Abu isa berkata hadis ini hasan
gharib dan sebagian mereka meriwayatkannya tetapi tidak di marfu’kan kepada Rasulullah SAW. (HR. At-Turmuzi)[3].
c) Sabar
ان الصبر عند الصدمة الأولى(اخرجه البخاري عن انس)
Sabar (yang sebenarnya) itu adalah pada saat menghadapi cobaan yang
pertama. (HR Bukhori dari Anas).[4]
d) Taubat
التائب من الذنب كما لا ذنب له, و اذا أحب الله
عبدا لم يضره ذنب (اخرجه ابن ماجه, عن ابن
مسعود)
Orang yang bertaubat dari dosa seperti
orang tidak berdosa, dan jika Allah mencintai seorang hamba, niscaya dosa tidak
melekat pada dirinya. (HR. Ibnu Majah, dari Ibnu Mas’ud)[5]
e) Zuhud
اذا رايتم الرجل قد اتى زهدا في الدنيا و منطقا فاقتربوا
منه فانه يلقن الحكمةز (اخرجه ابونعيم البيهقي عن ابي خلاد)
Apabila kamu sekalian melihat seseorang yang
telah dianugerahi zuhud berkenaan dengan dunia dan ucapan, maka dekatilah ia,
karena ia di bimbing oleh hikmah. (HR. Abu Khallad dan di-takhrij oleh
Abu Nu’aim dan Baihaqi).[6]
f) Qanaah
القناعة كنز لا ينفىز(اخرجه الطبرانيز عن جابر)
Qanaah ( menerima pemberian Allah) adalah
harta yang tidak pernah sirna (HR. Thabrani, dari jabir).[7]
g) Tawakkal
باالسند المتصل الى الشىخ الجلىل ثقة الاسلام محمد بن
يعقوب عن عدة من اصحابنا عن احمد بن محمد بن خالد عن غير واحد عن علي بن اسباط عن
احمد بن عمر الحلال عن علي بن سويد عن ابي الحسان الاول (ع) قال : سالته عن قوله
عز وجل : "ومن يتوكل على الله فهو حسبه" فقال : التوكل على الله درجات
منها ان تتوكل على الله فى امورك كلها فما فعل بك كنت عنه راضياو تعلم انه لا
ياءلوك خيرا و فضلا و تعلم ان الحكم فى ذالك لهو فتوكل على الله بتفويض ذالك اليه
و ثق به فيها و في غيرها.
Dengan sanad yang bersambung kepada Syaikh
Muhammad Ibn Ya’qub (Al-Kulaini) dari sekelompok guru-guru kami, dari Ahmad ibn
Muhammad ibn Khalid, dari beberapa perawi, dari’Ali ibn Asasbath, dari Ahmad
Ibn Umar Al-Hallal, diriwwayatkan bahwa Ali Ibnu Suwaid berkata, “Aku bertanya
kepada Abu Al Hasan Al Awwal (Imamm Musa Al-Kazhim ) tentang firman Allah SWT,
dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Dia akan mencukupinya
(QS. Al-Thalaq (65): 3). Imam berkata, tawakkal kepada Allah memiliki
beberapa tingkat. Salah satunya adalah engkau bertawakkal kepada-Nya dalam
segala urusanmu dan apapun yang dilakukan-Nya kepadamu engkau meridhainya,
engkau mengetahui bahwa Dia tidak akan pernah berhenti memberikan kebaikan dan
nikmat-Nya kepadamu dan engkau menyadari bahwa segala hukum atau perintah dalam
semua itu adalah milik-Nya. Maka, bertakwalah kepada Allah, dengan menyerahkan
segala sesuatu kepada-Nya, percayalah kepada-Nya dalam semua itu, dan hal
lainnya[8].
h) Syukur
بالسند المتصل الى حجة الفرقة و امامهم محمد بن يعقوب
الكليني كرم الله وجههو عن حميد بن زيادو عن الحسن بن محمد بن سماعة عن وهيب بن
حفصو عن ابى بصير, عن ابى جعفر عليه السلام قال : "كان رسول الله صلى الله
عليه واله عند عاءشة ليلتها فقالت : يا رسول الله لمَ تُتْعبْ نفسَكو وقد غَفر
اللهُ لك ما تَقَدَّم من ذنبك و ما تَاءخّر؟ فقال : يا عاءشة الا اكونُ عبدا
شكورا؟ قال : وكان رسول الله صلى الله عليه واله يَقومُ على اطراف اصابع رجليه
فانزل الله سبحانه و تعالى : طهز ما انزلنا اليك القرانَ لتشقى
Melalui sanadku
yang bersambung sampai ke hujjah dan imam madzhab (syiah) Ibnu Ya’qub Al
Kulaini (karrama Allahwajhahu)dari Humaid Ibnu Ziyad, dari Al Hasan Ibnu
Muhammad Ibnu Sama’ah, dari Wahaib Ibnu Hafsh, dari Abu Bashir, dari Abu Ja’far
a.s. yang bersabda, ”Suatu malam Rasulullah SAW bersama dengan Aisyah. Aisyah
berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau bersusah diri padahal
Allah telah mengampuni dosamu yang dahulu maupun yang kemudian?” Nabi SAW
menjawab, “Wahai Aisyah, tak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang
bersyukur?” Imam a.s. menambahkan, “Rasulullah SAW biasa berdiri di ujung jari
kakinya (jika sholat di malam hari), lalu Allah SWT menurunkan ayat: Thaa Haa.
Kami tidak menurunkan AlQur’an atasmu untuk menyebabkan kesulitan.”[9]
2. Akhlak-akhlak
tercela
a) Dengki
ايّاكم والحسد, فانّ الحسد يأكل الحسنات كما تأكل النّار
الحطب.(اخرجه ابو داود)
Jauhilah hasad (dengki), karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan
sebagaimana api memakan kayu bakar. (H.R.
Abu Daud)[10]
b) Ujub
عن انس قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لو لم
تكونوا تُذْنبون خَشيتُ عليكم اكثر من ذالك العجُب
Dari Anas (bin
Malik) ra berkata, telah bersabda Rasulullah Saw, “Seandainya kalian tidak
mengerjakan dosa, aku khawatir kepada kalian yang lebih banyak dari hal itu
yaitu ‘ujub.” (HR. Al-Uqaily, Ibnu ‘Adiy, dan al-Qudlo’iy. Berkata as-syaikh al
albani: Hasan. Lihat shahih al jami’ ash shaghir: 5303 dan silsilah al hadis as
shahihah: 658)[11]
c) Mengikuti hawa
nafsu
الكيّس من دان نفسه و و عمل لما
بعد الموتو والعاجز من اتبع نفسه هواها وتمني على الله (رواه الترمذى)
Orang yang cerdas
adalah orang yang selalu mengevaluasi dirinya, dan berbuat untuk persiapan
kematian. Dan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya
danmenginginkan pahala dari Allah. (HR At Turmudzi)[12]
d) Riya’
و عن محمود بن لبيد رضي الله
عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم انّ اخْوَفَ ما اخاف عليكم
الشركُ الأصغار : الرّياءُ
(اخرجه احمد بسند حسن)
Dari Mahmud bin
labid RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya hal yang paling aku takuti
menimpamu ialah syirik kecil, yaitu riya.” (HR Ahmad dengan sanad hasan)[13]
e) Tamak
روي الترمذيّ عن كعب بن مالك
الأنصاريّ قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ماذئبان جائعان أرسلا في غنم
بأفسد لها من حرص المرء علي المال و الشراف لدينه
Al-Tirmidzi meriwayatkan
dari Ka’ab ibn Malik al-Anshari radhiaallhu anhu, beliau berkata: Rasulullah SAW
bersabda, “Tidaklah dua ekor serigala yang lapar dikirimkan pada seekor kambing
itu lebih berbahaya daripada tamaknya seseorang pada harta dan kedudukan dalam
membahayakan agama.” (HR. al-Tirmidzi, beliau berkata: Hadits hasan shahih)[14]
f) Sum’ah
حديث جندب قال: قال النبي ص.م.:
من سمع سمع الله به, و من يرائ يرائ
الله به. (اخرجه البخاري في: (81)
كتاب الرقاق (36) باب الرياء و السمعة)
Diriwiyatkan dari
Jundab, ia berkata, Nabi saw bersabda,”Barangsiapa yang mendengarkan (amalnya)
maka Allah pun akan mendengarkannya, dan barang siapa yang memperlihatkan (amalnya)
maka Allah pun akan memperlihatnnya.” (Disebutkan oleh al-Bukhari pada kitab
ke-81 Kitab Kelembutan Hati, bab ke-36 Bab Riya’ dan Sum’ah)[15]
g) Takabbur
عن قتاد وزاد فيه وإن الله أوحى
إليّ أن تواضعوا حتى يفخر أحد على أحد ولا يبغي أحد على احد (رواه مسلم)
Diriwayatkan dari Qatadah dan menambah
didalamnya,”Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepada saya supaya kalian
bertawadhu’ hingga idak ada seorangpun yang menganiaya orang lain dan tidak ada
seorangpun yang menyombongkan diri atas orang lain.” (HR. Muslim) [16]
h) Cinta dunia
حدّثنا محمود بن غيلان, حدّثنا وكيع, حدّثنا سفيان, عن
الأعمش, عن شمْر بن عَطيّةو عن المغيرة بن سعد بن الأحزامو عن ابيهو عن عبد الله
بن مسعودو قال: قال رسول الله صلّى الله عليه و سلّم: لا تتّخذُ الضّيْعَةَ
فترغبوا فى الدّنيا
Mahmud bin Ghailan menceritaka kepada
kami, Waki’ menceritakan kepada kami, dari Sufyan, dari Al A’masy, dari Syimr
Bin ‘Athiyyah, dari Al Mughirah bin Sa’ad bin Al Akhram, dari bapaknya, dari
Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian
sibuk dengan kebun, karena akan menyebabkan kalian senang (cinta) kepada
dunia.” (Shahih: Ash Shahihah (12))[17]
C. Kesimpulan
Hadist merupakan sumber kedua dalam tasawuf, ini dibuktikan
banyaknya hadist-hadist nabi yang mengajarkan umatnya untuk selalu mendekatkan
diri kepada Allah, untuk mencintaiNya dengan mengerjakan kebaiakan dan menjauhi
laranganNya. Diantara amalan yang mendekatkan itu ialah :
·
Sabar
·
Zuhud
·
Tawakkal
·
Ikhlas
·
Ridho
·
Syukur
·
Taubat
·
Qona’ah
Sedangkan amalan yang menjauhkan ialah:
·
Hasad
·
Tamak
·
Riya’
·
Takabbur
·
Cinta dunia
·
Sum’ah
·
Mengikuti hawa nafsu
·
ujub
Demikian
hadis-hadis Rasul sebagai bukti-bukti yang menguatkan keterangan bahwa tasawuf
tumbuh dan berkembang sebelum dan sesudah masa Rasulullah.
Daftar Pustaka
Abdul
Baqi, Muhammad Fu’ad. Kumpulan Hadist Shahih Bukhari Muslim, terj. Arif
Rahman Hakim. Solo: Insan Kamil, 2010.
Al
Asqalany, Ibnu Hajar. Bulughul Marram, terj. Khalifaturrahman dan Haer
Haeruddin. Depok: Gema Insani, 2013.
Al
Khomeini, Ayatullah Ruhullah Almusawi. 40 Hadis: Telaah Atas Hadis-Hadis
Mistis, terj. Musa Kazhim. Bandung: Mizan Media Utama, 2004.
Al-Albani,
Muhammad Nashiruddin. Shahih Sunan Tirmidzi, terj. Fachrurrazi. Jakarta
Selatan: Pustaka Azzam, 2011.
http://mimbarhadits.wordpress.com/2014/04/03.
Yusuf Nur, Edi. Menggali Tasawuf Yang Hakiki. Yogyakarta:
Suka Press UIN Sunan Kalijaga, 2014.
[1] Edi Yusuf Nur, Menggali
Tasawuf Yang Hakiki, (Yogyakarta: Suka Press UIN Sunan Kalijaga: 2014) hal.
49-53
[2] Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi: Hadis Pendidikan, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2012), hal. 188
[4] Imam Al-Qusyairi
An-Naisabury. Risalah Qusyairiyah, terj. Ummar Faruq, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hal. 257.
[8] Al-Musawi Al-Khoemini, 40
hadis:Telaah Atas hadis-Hadis Mistik Dan Akhlak, ter. Musa Kazhim,
(Bandung: PT Mizan Pustaka, 2004), hal. 254
[9] Al-Musawi Al-Khoemini, 40
hadis:Telaah Atas hadis-Hadis Mistik Dan Akhlak, ter. Musa Kazhim, hal. 404
[10]Ibnu Hajar al-asqalani. Bulughul Maram, ter.
Khalifaturrahman dan Haer Haeruddin, hal. 659
[11] https://cintakajiansunnah.wordpress.com/2012/06/21/jauhi-ujub-apapun-alasannya/, diakses pada 18 0ktober 2016.
[12] http://rahmatfadila.blogspot.co.id/2012/03/ittibaul-hawa-mengikuti-hawa-nafsu-yang.html, diakses 18 oktober 2016.
[13]Ibnu Hajar al-asqalani. Bulughul Maram, ter.
Khalifaturrahman dan Haer Haeruddin, hal. 660
[15] Muhammad Fu’ad ‘Abdul
Baqi, Kumpulan Hadist Shahih Bukhari-Muslim, terj. Arif Rahman Hakim,
hal. 930.
[16] http://www.mutiaraislam.web.id/2014/01/sifat-takabur-atau-sombong.html, diakses 18 oktober 016.
[17] Muhammad Nashiruddin Al Albani, Shahih Sunan Tirmidzi : Seleksi
Hadis Shahih dari Kitab Sunan Tirmidzi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), hlm
820-821.
super sekaliii......!!!!
BalasHapusMantaooo
BalasHapusMantap Ratu
BalasHapus