A.
REDAKSI
HADIS
حَدَّثَنَا آدَمُ، قَالَ: حَدَّثَنَا
ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ: " لَا
يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، أَنْ تُسَافِرَ
مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ لَيْسَ مَعَهَا حُرْمَةٌ "، تَابَعَهُ
يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ، وَسُهَيْلٌ، وَمَالِكٌ، عَنْ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ[1]
artinya:
Dan telah menceritakan kepada kami Adam ia
berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dzi’bi ia berkata, telah
menceritakan kepada kami Sa’id al-Ma’bary dari ayahnya dari Abu Hurairah RA
berkata, Rasulullah Saw bersabda: tidak diperbolehkan bagi wanita yang beriman
kepada Allah dan hari akhirat untuk bepergian dengan jarak perjalanan sehari
semalam tanpa disertai mahram. Diikuti oleh Yahya bin Abu Katsir, Suhail, Malik, dari
Ma’barah dari Abu Hurairah RA. (HR. Bukhari Nomor 1031)[2]
B.
LATAR BELAKANG MASALAH
Salah satu problem yang sangat kompleks bagi wanita pada dewasa ini
adalah masalah bepergian. Hal ini berkenaan dengan hadis shahih tentang
larangan wanita bepergian dalam rentang waktu yang lumayan lama tanpa mahram.
Pembicaraan masalah ini, yaitu adanya
kewajiban adanya mahram yang selalu menemani atau mendampingi sebagai bagian
dari pengamalan hadis Nabi Muhammad Saw. Tentang larangan bepergian tanpa
mahram.
Secara dzahir, hadis ini dapat dimaknai bahwa wanita
dilarang keras untuk bepergian dalam keadaan sendirian kecuali ada mahram yang
menemaninya. Ini tentu tidak mudah untuk masa sekarang. Hal ini menyebabkan
wanita terhalang melakukan banyak aktivitas diluar ruangan seperti menuntut
ilmu, atau berdomisili di wilayah
tertentu dalam rangka menuntut ilmu dikarenakan jauhnya jarak antara rumah
dengan perguruan tinggi.
Berangkat dari
permasalahan ini, penulis akan mencoba menelusuri hadis ini dengan melakukan
takhrij terlebih dahulu untuk melihat lafadz apa saja yang digunakan dalam
berbagai hadis yang lafadznya senada dan berusaha menemukan asbabul wurud mikro
dan makro. Setelah itu penulis baru akan melakukan asumsi kualitas hadis dan
selanjutnya melakukan pemaknaan hadis
C.
TAKHRIJ
HADIS
Dalam melakukan takhrij hadis ini, penulis menggunakan software CD
ROM Mausu’ah dengan metode bi alfadz yakni lafadz,أن
تسافر , مسيرة حرمة dengan membatasi
dalam kutub at-Tis’ah
1. Lafadz أن تسافر
Dalam penelusuran kata ini, terdapat 63 hadis
yang berkaitan dengan lafadz أن
تسافر .
namun makna sesuai dengannya ada 25 hadis sedangkan 38 hadis lainnya berisi
tema yang lain.
|
Kitab
|
Bab
|
Nomor
|
Bukhari
|
Al-Jum’ah
Al-Hajj
Al-Jihad wa
al-Yasir
|
Fii kam
waqsir as-Shalat
Hajj an-Nisa
An-nahyu
An-Yusafira bi al-Mushaf Ila Ardi al-Kuffar Idza Khaifa
|
1024/, 1026
1729, 1731’
2784
|
Muslim
|
Al-Hajj
|
Safar
al-Mar’ah Ma’a Mahram Ila Hajj wa Ghairihi
|
2381/, 2383’,
2385/, 2386, 2388, 2389/, 2390/,
|
Turmudzi
|
Ar-Radha’
|
Maa Jaa fii
Karahiyah an Tusafira al-Mr’ah Wahdaha
|
1089/
|
Abu Daud
|
Al-Manasik
|
Fii al-Mar’ah
Tahajju bi ghairi Mahramin
|
1365, 1366/
|
Ibnu Majah
|
Al-Manaasik
|
Al-Mar’ah
Tahajju bi ghairi wali
|
2890
|
Musnad Ahmad
|
Wa min Musnad
Bani Hasyim
Musnad
al-Mukatsirin min as-Shahabah
Baqi Musnad
al-Mukatsirin
|
Bidayah
Musnad Abdullah ibnu ‘Abbas
Baqii
al-Musnad as-Sabiq
Musnad
Abdullah bin ‘Umar bin ‘Ash
Baqii
al-Musnad as-Sabiq
Musnad Abi
Sa’id al-Khudri
|
1833
3062(haji)
8133, 9103
10170
10864’,
10984/, 11200,
|
Muwatha’
|
Al-Jami’
|
Maa Jaa fii
Wahdah fii as-Safar lirrijal wa an-Nisa’
|
1550
|
2. Lafadz حرمة
Dalam penelusuran lafadz ini, terdapat 142 hadis. Namun yang
berkaitan dengan tema ini berjumlah 6 hadis sedangkan 136 hadis berkaitan
dengan tema yang lain.
Kitab Hadis
|
Kitab
|
Bab
|
Nomor
|
Bukhari
|
Al-Jum’ah
|
Fii kam
waqsir as-Shalat
|
1026
|
Muslim
|
Al-Hajj
|
Safar
al-Mar’ah Ma’a Mahram Ila Hajj wa Ghairihi
|
2386
|
Abu Daud
|
Al-Manaasik
|
Fii al-Mar’ah
Tahajju bi ghairi Mahramin
|
1465
|
Ibnu Majah
|
|
Al-Mar’ah
Tahajju bi ghairi wali
|
2890
|
Musnad Ahmad
|
|
|
8133, 9103
|
3. Lafadz مسيرة
Dalam penelusuran lafadz ini, terdapat 189 hadis. Namun yang
berkaitan dengan tema ini berjumlah 21 hadis sedangkan 178 hadis berkaitan
dengan tema yang lain.
Riwayat
|
Kitab
|
Bab
|
Nomor
|
Bukhari
|
Al-Hajj
As-Shaum
|
Hajj an-Nisa
Shaum Yauma
an-Nahru
|
1026
1731’
1858’ (shaum)
|
Muslim
|
Al-Hajj
|
Safar
al-Mar’ah Ma’a Mahram Ila Hajj wa Ghairihi
|
2382/, 2383’, 2386, 2387, 2388
|
Turmudzi
|
Ar-Radha’
|
Maa Jaa fii
Karahiyah an Tusafira al-Mr’ah Wahdaha
|
1089, 1090.
|
Abu Daud
|
|
Fii al-Mar’ah
Tahajju bi ghairi Mahramin
|
1465.
|
Ibnu Majah
|
|
Al-Mar’ah
Tahajju bi ghairi wali
|
2890
|
Musnad Ahmad
|
Musnad
al-Mukatsirin min as-Shahabah
|
Musnad
Abdullah bin ‘Umar bin ‘Ash
Baqii
al-Musnad as-Sabiq
Musnad Abi
Sa’id al-Khudri
|
6325/, 6751
8208/, 9364, 9998, 10170,
10864’, 11253’
|
Muwatha’ Malik
|
Al-Jami’
|
Maa Jaa fii
Wahdah fii as-Safar lirrijal wa an-Nisa’
|
1550
|
Keterangan: tanda (/) menunjukkan
batas waktu perjalanan tiga hari, (‘) menunjukkan dua hari, sedangkan tidak
bertanda menunjukkan sehari semalam, dan yangbercetak tebal adalah mengenai
kondisi wanita ketika ingin berhaji.
Penulis memulai takhrij dengan lafadz أن
تسافر
terdapat dalam 7 kitab yaitu kitab Bukhari, Muslim, Turmudzi, Abu Daud, Ibnu
Majah, Musnad Ahmad dan Muwatha Imam Malik dari kutub at-tis’ah. Kemudian
penulis melanjutkan dengan lafadz kedua حرمة
ditemukan redaksi yang sama namun hanya termuat dalam kitab Bukhari, Muslim,
Abu Dawud, Ibnu Majah Musnad Ahmad. Dan terakhir lafadz ketiga مسيرة
terdapat dalam 7 kitab hadis seperti dalam penelusuran dengan lafdz yang
pertama. Namun disini ada terdapat satu hadis riwayat Bukhari kitab al-Hajj
as-Shaum pada bab Hajj an-Nisa
Shaum Yauma an-Nahru nomor 1858.
Setelah
diteliti hadis ini berstatus shahih isnad. Karena syarat-syaratnya
terpenuhi dengan adanya ketersambungan sanad antara guru dan murid, perawinya ‘adil
dan dhabit serta tidak terdapat syadz dan ‘illat.
Setelah melakukan takhrij dengan tiga lafadz
tersebut, ternyata ketika penulis mencari ada banyak hadis yang memiliki
redaksi yang sama. Namun ada terdapat perbedaan dalam rentang waktu pada hadis
wanita yang bepergian tanpa mahram. Dalam hal ini penulis akan menampilkan beberapa
hadis yang mewakili dari hadis-hadis yang memiliki redaksi yang sama.
HADIS-HADIS MENGENAI WANITA BEPERGIAN TANPA MAHRAM
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ
قَالَ قُلْتُ لِأَبِي أُسَامَةَ حَدَّثَكُمْ عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ
ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
(BUKHARI - 1024) : Telah menceritakan kepada kami Ishaq
bin Ibrahim Al Hanzholah berkata; Aku berkata, kepada Abu Usamah apakah
'Ubaidullah telah menceritakan kepada kalian dari Nafi' dari Ibnu 'Umar
radliallahu 'anhuma bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Seorang wanita tidak boleh mengadakan perjalanan diatas tiga hari kecuali
bersama mahramnya".
حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ
زَيْدٍ عَنْ عَمْرٍو عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ ابْنِ
عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا
تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ وَلَا يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ
إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُرِيدُ
أَنْ أَخْرُجَ فِي جَيْشِ كَذَا وَكَذَا وَامْرَأَتِي تُرِيدُ الْحَجَّ فَقَالَ
اخْرُجْ مَعَهَا
(BUKHARI - 1729) : Telah menceritakan kepada kami Abu
An-Nu'man telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari 'Amru dari Abu
Ma'bad, sahayanya Ibnu 'Abbas, dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata;
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah seorang wanita
bepergian kecuali bersama mahramnya dan janganlah seorang laki-laki menemui
seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya". Kemudian ada seorang
laki-laki yang berkata: "Wahai Rasulullah, sebenarnya aku berkehendak untuk
berangkat bersama pasukan perang ini dan ini namun isteriku hendak menunaikan
haji". Maka Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Berangkatlah haji bersama isterimu".
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ
عَنْ عَمْرٍو عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلَا تُسَافِرَنَّ
امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
اكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا وَخَرَجَتْ امْرَأَتِي حَاجَّةً قَالَ
اذْهَبْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ
(BUKHARI - 2784) : Telah bercerita kepada kami Qutaibah
bin Sa'id telah bercerita kepada kami Sufyan dari 'Amru dari Abu Ma'bad dari
Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma bahwa dia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berkholwat
(berduaan) dengan seorang wanita dan janganlah sekali-kali seorang wanita
bepergian kecuali bersama mahramnya". Lalu ada seorang laki-laki yang
bangkit seraya berkata: "Wahai Rasulullah, aku telah mendaftarkan diriku
untuk mengikutu suatu peperangan sedangkan istriku pergi menunaikan
hajji". Maka Beliau bersabda: "Tunaikanlah hajji bersama
istrimu".
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ
عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ قَزَعَةَ مَوْلَى زِيَادٍ قَالَ
سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ
وَقَدْ غَزَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ غَزْوَةً قَالَ أَرْبَعٌ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ يُحَدِّثُهُنَّ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْجَبْنَنِي وَآنَقْنَنِي أَنْ
لَا تُسَافِرَ امْرَأَةٌ مَسِيرَةَ يَوْمَيْنِ لَيْسَ مَعَهَا زَوْجُهَا أَوْ ذُو
مَحْرَمٍ وَلَا صَوْمَ يَوْمَيْنِ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى وَلَا صَلَاةَ بَعْدَ
صَلَاتَيْنِ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ وَبَعْدَ الصُّبْحِ
حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ وَلَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ
مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى
(BUKHARI - 1731) : Telah menceritakan kepada kami
Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Abdul Malik bin
'Umair dari Qaza'ah, maula Ziyad berkata; Aku mendengar Abu Sa'id yang sudah
pernah mengikuti peperangan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebanyak
dua belas peperangan, berkata: "Empat perkara yang aku mendengarnya dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, atau dia (Qaza'ah) berkata; telah
menceritakan Abu Sa'id tentang beberapa perkara yang dia dapatkan dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam yang perkara-perkara itu menakjubkan aku (yaitu):
"Tidak boleh seorang wanita bepergian sepanjang dua hari perjalanan
kecuali bersama suaminya atau mahramnya dan tidak boleh shaum dua hari raya,
'Iedul Fithri dan 'Iedul Adhha, dan tidak boleh melaksanakan dua shalat, yaitu
setelah 'Ashar hingga matahari terbenam dan setelah Shubuh hingga matahari
terbit dan tidaklah ditekankan untuk berziarah kecuali untuk mengunjungi tiga
masjid, Al Masjidil Haram, Masjidku dan Masjidil Aqsha".
حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عُمَيْرٍ قَالَ سَمِعْتُ قَزَعَةَ قَالَ
سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
وَكَانَ غَزَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ غَزْوَةً قَالَ سَمِعْتُ أَرْبَعًا مِنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْجَبْنَنِي قَالَ لَا تُسَافِرْ
الْمَرْأَةُ مَسِيرَةَ يَوْمَيْنِ إِلَّا وَمَعَهَا زَوْجُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ
وَلَا صَوْمَ فِي يَوْمَيْنِ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى وَلَا صَلَاةَ بَعْدَ
الصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ وَلَا بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ
وَلَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْحَرَامِ
وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى وَمَسْجِدِي هَذَا
(BUKHARI - 1858) : Telah menceritakan kepada kami Hajjaj
bin Minhal telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Abdul Malik bin 'Umair
berkata, aku mendengar QAza'ah berkata; Aku mendengar Abu Sa'id Al Khudriy
radliallahu 'anhu yang pernah mengikuti peperangan bersama Nabi shallallahu
'alaihi wasallam sebanyak dua belas peperangan, berkata: "Empat perkara
yang aku dapatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, yang perkara-perkara
itu menakjubkan aku (yaitu): "Tidak boleh seorang wanita bepergian
sepanjang dua hari perjalanan kecuali bersama suaminya atau mahramnya, dan
tidak boleh shaum dua hari raya, 'Iedul Fithri dan 'Iedul Adhha, dan tidak
boleh melaksanakan dua shalat, yaitu setelah 'Ashar hingga matahari terbenam,
dan setelah Shubuh hingga matahari terbit, dan tidaklah ditekankan untuk
berziarah kecuali untuk mengunjungi tiga masjid, Al Masjidil Haram, Masjidil
Aqsha dan Masjidku ini ".
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَخْلُوَنَّ
رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلَا تُسَافِرُ امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ وَجَاءَ
رَجُلٌ فَقَالَ إِنَّ امْرَأَتِي خَرَجَتْ إِلَى الْحَجِّ وَإِنِّي اكْتَتَبْتُ فِي
غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا قَالَ انْطَلِقْ فَاحْجُجْ مَعَ امْرَأَتِكَ
(AHMAD - 1833) : Telah menceritakan kepada kami Sufyan
dari 'Amru dari Abu Ma'bad dari Ibnu Abbas; bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan
seorang wanita (yang bukan mahramnya), dan janganlah seorang wanita bepergian
kecuali bersama mahramnya." seorang laki-laki datang dan bertanya;
"Sesungguhnya istriku hendak keluar untuk berhaji, sedang aku ikut serta
dalam perang ini dan itu." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Pulanglah dan temanilah istrimu berhaji."
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلَا تُسَافِرُ امْرَأَةٌ إِلَّا
وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ وَجَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ إِنَّ امْرَأَتِي خَرَجَتْ إِلَى
الْحَجِّ وَإِنِّي اكْتَتَبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا قَالَ انْطَلِقْ
فَاحْجُجْ مَعَ امْرَأَتِكَ
(AHMAD - 1833) : Telah menceritakan kepada kami Sufyan
dari 'Amru dari Abu Ma'bad dari Ibnu Abbas; bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan
seorang wanita (yang bukan mahramnya), dan janganlah seorang wanita bepergian
kecuali bersama mahramnya." seorang laki-laki datang dan bertanya; "Sesungguhnya
istriku hendak keluar untuk berhaji, sedang aku ikut serta dalam perang ini dan
itu." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Pulanglah dan temanilah istrimu berhaji."
حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ حَدَّثَنِي
عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
لَا تُسَافِرْ امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ وَجَاءَ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ فَقَالَ إِنِّي اكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا
وَكَذَا وَامْرَأَتِي حَاجَّةٌ قَالَ فَارْجِعْ فَحُجَّ مَعَهَا
حَدَّثَنَا رَوْحٌ حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ
أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ
عَبَّاسٍ يُخْبِرُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ رَوْحٌ فَاحْجُجْ مَعَهَا
(AHMAD - 3062) : Telah menceritakan kepada kami Yahya
dari Ibnu Juraij ia berkata; telah menceritakan kepadaku Amru bin Dinar dari
Abu Ma'bad dari Ibnu Abbas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda: "Janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama
mahram." Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam lalu ia berkata; Sesungguhnya aku telah terdaftar pada peperangan ini
dan itu, sedangkan istriku hendak berhaji? Beliau bersabda: "Pulanglah dan
pergilah berhaji bersama istrimu." Telah menceritakan kepada kami Rauh
telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij ia berkata; telah mengabarkan
kepadaku Amru bin Dinar bahwa ia mendengar Abu Ma'bad budak Ibnu Abbas
mengabarkan dari Ibnu Abbas. Rauh berkata; "Maka berhajilah
bersamanya."
حَدَّثَنَا يَزِيدُ أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنِ
الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ لَا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا
وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ وَلَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَاحِدٍ إِلَّا وَمَعَهَا
ذُو مَحْرَمٍ
(AHMAD - 10170) : Telah menceritakan kepada kami Yazid,
dia berkata; telah mengabarkan kepada kami Ibnu Abu Dzi`b dari Al Maqburi dari
bapaknya dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Wahai wanita muslimah -beliau ulangi hingga tiga
kali-, janganlah sekali-kali seorang tetangga meremehkan untuk berbuat baik
kepada tetangganya meskipun hanya dengan memberikan kaki kambing. Dan tidak
halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta hari
akhir melakukan safar sejauh satu hari perjalanan kecuali bersama mahramnya."
Jika dikategorikan, penulis
membaginya menjadi 4 kategori, yaitu:
No.
|
Kategori
Hadis
|
Redaksi Hadis
|
Takhrij
al-hadis
|
Jumlah hadis
|
1.
|
Batas waktu
bepergian satu hari (sehari semalam)
|
شَاةٍ وَلَا يَحِلُّ
لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ
مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَاحِدٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَم
|
Musnad Ahmad
kitab Musnad al-Mukatsirin min as-Shahabah bab Baqii al-Musnad
as-Sabiq
|
24
|
2.
|
Batas waktu
dua hari
|
أَنْ لَا تُسَافِرَ
امْرَأَةٌ مَسِيرَةَ يَوْمَيْنِ لَيْسَ مَعَهَا زَوْجُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ
|
Bukhari kitab
al-Hajj bab Hajj an-Nisa
|
8
|
3.
|
Batas waktu
tiga hari atau lebih
|
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ قَالَ قُلْتُ
لِأَبِي أُسَامَةَ حَدَّثَكُمْ عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُسَافِرْ
الْمَرْأَةُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
|
Bukhari,
kitab al-Jum’ah bab Fii kam waqsir as-Shalat
|
12
|
4.
|
Saat ingin berhaji
|
حَدَّثَنَا أَبُو
النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ عَمْرٍو عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ
مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
وَلَا يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ
اللَّهِ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَخْرُجَ فِي جَيْشِ كَذَا وَكَذَا وَامْرَأَتِي تُرِيدُ
الْحَجَّ فَقَالَ اخْرُجْ مَعَهَ
|
Bukhari kitab
al-Hajj bab Hajj an-Nisa
|
3
|
D.
PEMAKNAAN
HADIS
a.
Analisis
Matan
1.
Kebahasaan
سفر
berarti perjalanan. Adapun secara syariat safar adalah meninggalkan tempat
bermukim dengan melakukan perjalanan ke tempat yang lain. Pada dasarnya
perjalanan disini juga diperlukan untuk perempuan sebagai peluang menuntut ilmu
walaupun terdapat hukum syara’ yang
melarang mereka pergi tanpa disertai mahram.[3]
Kata إمرأة dalam kamus
al-Munawwir berarti perempuan, berasal dari kata
مرأ yang berarti
baik dan bermanfaat. Menurut Ibnu
al-Anbari kata al-Mar’ah المرأة dan al-imra’ah الإمرأة keduanya memiliki makna yang sama yaitu
perempuan dan juga untuk menunjukkan perempuan yang dewasa. [4]
محرم adalah semua
orang yang haram untuk dinikahi selamanya karena sebab keturunan, persusuan dan
pernikahan dalam syari’at Islam. Mengenai mahram ini telah disebutkan dalam
firman Allah dalam al-Qur’an Surah An-Nisa[04]: 22-23, yaitu
وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا
قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا (22) حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ
وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي
أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ
وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ
بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ
الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا (23)
Artinya: “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini
oleh ayahmu, tercuali pda masa yang telah lanpau. Sesungguhnya perbuatan itu
amat keji dan dibenci oleh Allah dan seburuk-buruk jalan (yang di tempuh).
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibu-mu, anak-anakmu yang perempuan dan
saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan,
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan
dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara
perempuan sepersusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam
pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu camputi, tetapi jika kamu belum
campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu
mengawininya, (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan
menghimpunkan dalam (perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang
telah terjadi pada masa lampau, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”(QS. An-Nisa [04]:22-23).
Al-Qur’an telah menyebutkan siapa saja yang
menjadi mahram dengan berbagai syarat baik itu keturunan, persusuan ataupun
perkawinan. Lalu yang menjadi fokus kali
ini adalah mengenai lafadz mahram yang terdapat dalam hadis Nabi yang
menyebutkan bahwa tidak halal bagi seorang perempuan melakukan perjalanan atau
bepergian tanpa ditemani oleh mahram.
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ
قَالَ قُلْتُ لِأَبِي أُسَامَةَ حَدَّثَكُمْ عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ
ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
(BUKHARI - 1024) : Telah menceritakan kepada
kami Ishaq bin Ibrahim Al Hanzholah berkata; Aku berkata, kepada Abu Usamah
apakah 'Ubaidullah telah menceritakan kepada kalian dari Nafi' dari Ibnu 'Umar
radliallahu 'anhuma bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Seorang wanita tidak boleh mengadakan perjalanan diatas tiga hari kecuali
bersama mahramnya".
Menurut para ulama, perbedaan lafadz-lafadz
ini karena adanya perbedaan tempat tinggal. Larangan bepergian tiga hari bukan
berarti bukan berarti pembolehan selama dua hari, sehari, semalam. Semua
riwayat setelah ditakhrij menunjukkan perbedaan dalam hal lamanya perjalanan yang
ditempuh seorang perenpuan. Semua riwayat ini menunjukkan semua jarak
perjalanan yang disebut tidak boleh bagi seorang perempuan menempuh perjalanan
jika tidak disertai suaminya atau mahram, baik selama tiga hari, dua hari
ataupun sehari semalam.
Adapun hadis yang mengatakan tiga hari,
mungkin saja dapat dipadukan dengan mengatakan bahwa sesungguhnya jarak yang
dimaksud adalah sama hanya saja berbeda dalam hal kecepatan tempuh dalam
perjalanan. Tetapi hadis ini bukan menjelaskan perjalanan, tetapi sebagai
larangan bagi perempuan untuk bepergian tanpa disertai mahram sehingga terjadi
perbedaan pendapat.[5]
Sebagian ulama telah sepakat bahwa tidak
seharusnya perempuan pergi selain untuk haji dan umrah melainkan bersama
mahram. Kecuali hijrah dari kancah peperangan yang dikuasai musuh[6]
Menurut Asy-Syafi’i, tidak disyaratkan
adanya mahram yang menyertainya, tetapi
disyaratkan adanya jaminan keamanan bagi dirinya. [7]
pendapat yang kemukakan oleh Imam Syafi’i adalah adanya jaminan bagi
keselamatan perempuan itu sendiri sehingga al-hal yang mengkhawatirkan bagi
perempuan bisa diatasi ataupun diminimalisasi.
Hadis ini merupakan wasiat dari Nabi untuk
para perempuan pada khususnya. Dalam setiap kondisi perempuan haruslah
mengikuti setiap langkah-langkah Nabi untuk berusaha melaksanakan perintah dan
menjauhi larangan. [8]
Menurut Imam an-Nawawi dalam kitab syarh Muslim hadis ini dipahami sebagian
ulama tentang larangan bepergian adalah perkara sunnah atau mubah tanpa
disertai mahram atau pendamping (suami). Sedangankan untuk bepergian yang
sifatnya wajib seperti menunaikan ibadah haji terdapat perbedaan pendapat.
Menurut Imam Hanifah dan mayoritas ulama adanya kewajiban wanita yang mau haji
dengan disertai mahram. Namun menurut Imam Malik, al-Auza’i dan asy-Syafi’i mereka
mensyaratkan keamanan saja. Keamanan itu bisa didapat mahram atau suami atau
wanita-wanita yang terpercaya (tsiqat). Maka konsep mahram tidak selalu
diartikan dengan mahram (suami). [9]
2. Tematik
Hadis mengenai tema perempuan yang melakukan
harus ditemani mahram memiliki berbagai varian hadis, ada yang redaksinya
dengan durasi waktu atau lama perjalanan selama tiga hari atau lebih.
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ
قَالَ قُلْتُ لِأَبِي أُسَامَةَ حَدَّثَكُمْ عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ
ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
(BUKHARI - 1024) : Telah menceritakan kepada
kami Ishaq bin Ibrahim Al Hanzholah berkata; Aku berkata, kepada Abu Usamah
apakah 'Ubaidullah telah menceritakan kepada kalian dari Nafi' dari Ibnu 'Umar
radliallahu 'anhuma bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang
wanita tidak boleh mengadakan perjalanan diatas tiga hari kecuali bersama
mahramnya".
Perjalanan selama dua hari
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ
عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ قَزَعَةَ مَوْلَى زِيَادٍ قَالَ
سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ
وَقَدْ غَزَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ غَزْوَةً قَالَ أَرْبَعٌ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ يُحَدِّثُهُنَّ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْجَبْنَنِي وَآنَقْنَنِي أَنْ
لَا تُسَافِرَ امْرَأَةٌ مَسِيرَةَ يَوْمَيْنِ لَيْسَ مَعَهَا زَوْجُهَا أَوْ ذُو
مَحْرَمٍ وَلَا صَوْمَ يَوْمَيْنِ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى وَلَا صَلَاةَ بَعْدَ
صَلَاتَيْنِ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ وَبَعْدَ الصُّبْحِ
حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ وَلَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ
مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى
(BUKHARI - 1731) : Telah menceritakan kepada
kami Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Abdul Malik
bin 'Umair dari Qaza'ah, maula Ziyad berkata; Aku mendengar Abu Sa'id yang
sudah pernah mengikuti peperangan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
sebanyak dua belas peperangan, berkata: "Empat perkara yang aku
mendengarnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, atau dia (Qaza'ah)
berkata; telah menceritakan Abu Sa'id tentang beberapa perkara yang dia
dapatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang perkara-perkara itu
menakjubkan aku (yaitu): "Tidak boleh seorang wanita bepergian sepanjang
dua hari perjalanan kecuali bersama suaminya atau mahramnya dan tidak boleh
shaum dua hari raya, 'Iedul Fithri dan 'Iedul Adhha, dan tidak boleh
melaksanakan dua shalat, yaitu setelah 'Ashar hingga matahari terbenam dan
setelah Shubuh hingga matahari terbit dan tidaklah ditekankan untuk berziarah
kecuali untuk mengunjungi tiga masjid, Al Masjidil Haram, Masjidku dan Masjidil
Aqsha".
Perjalanan selama sehari semalam atau satu
hari
حَدَّثَنَا آدَمُ، قَالَ: حَدَّثَنَا
ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ، عَنْ أَبِيهِ،
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ: "
لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، أَنْ تُسَافِرَ
مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ لَيْسَ مَعَهَا حُرْمَةٌ "، تَابَعَهُ
يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ، وَسُهَيْلٌ، وَمَالِكٌ، عَنْ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
(Bukhari- 1031)Dan telah menceritakan kepada kami Adam ia berkata, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dzi’bi ia berkata, telah menceritakan kepada
kami Sa’id al-Ma’bary dari ayahnya dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah Saw
bersabda: tidak diperbolehkan bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat untuk bepergian dengan jarak perjalanan sehari semalam tanpa disertai
mahram. Diikuti oleh Yahya bin Abu Katsir, Suhail, Malik, dari Ma’barah dari
Abu Hurairah RA.
Dan hadis ini terkait dengan konteks seorang
perempuan yang ingin melakukan ibadah
haji
حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ
زَيْدٍ عَنْ عَمْرٍو عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ ابْنِ
عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا
تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ وَلَا يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ
إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُرِيدُ
أَنْ أَخْرُجَ فِي جَيْشِ كَذَا وَكَذَا وَامْرَأَتِي تُرِيدُ الْحَجَّ فَقَالَ
اخْرُجْ مَعَهَا
(BUKHARI - 1729) : Telah menceritakan kepada
kami Abu An-Nu'man telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari 'Amru
dari Abu Ma'bad, sahayanya Ibnu 'Abbas, dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma
berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah seorang
wanita bepergian kecuali bersama mahramnya dan janganlah seorang laki-laki
menemui seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya". Kemudian ada
seorang laki-laki yang berkata: "Wahai Rasulullah, sebenarnya aku
berkehendak untuk berangkat bersama pasukan perang ini dan ini namun isteriku
hendak menunaikan haji". Maka Beliau shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Berangkatlah haji bersama isterimu".
Berdasarkan hadis dengan satu tema ini, ternyata terdapat
redaksi yang berbeda pula dalam hal masa atau rentang waktu bepergian.
Perbedaan ini disebabkan karena berbedanya proses penerimaan hadis dari satu
sahabat ke sahabat yang lain.
3. Konfirmasi
Dalam
al-Qur’an terlihat jelas ada konsep mahram dalam surah an-Nisa ayat 22-23. Hal
ini sejalan dengan hadis tentang perempuan bepergian tanpa mahram. Mahram
disini dikatakan bisa siapa saja asalkan syarat-syarat terpenuhi yaitu adanya
mahram karena keturunan, sepersusuan dan perkawinan sesuai dengan syari’at
Islam. Hal ini juga diperkuat dengan banyaknya hasil takhrij dari hadis bertema
ini disejumlah kitab hadis yang terkenal seperti kutub at-Tis’ah yang memuat
kitab hadis Bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi, an-Nasai, Ibnu Majah, Imam
Ahmad, Imam Malik dan ad-Darimi.
b. Analisa Realita Historis
1.
Asbab
Al-Wurud
Latar belakang terjadinya hadis ada yang mempunyai khusus
dan juga sebab umum. Sehingga dari sekian banyak hadis Nabi, ada yang hanya
berkaitan dalam keadaan tertentu, yang sedang terjadi dan ada juga yang muncul
begitu saja. Maka dari itu perlu adanya metode untuk mengetahui sebab khusus
dan umum yang ditawarkan oleh Syuhudi Ismail dengan cara mencari Asbabul wurud
hadis tersebut.[10]
Sebagaimana hadis yang populer yaitu tentang
pelarangan perempuan bepergian tanpa mahram yang akan penulis coba mencari
Asbabul Wurudnya. Apakah ada asbab khusus atau asbab umum dengan melihat
kondisi masyarakat Arab pada masa itu yang menganggap wanita tidak ada
harganya. Penulis mencoba mencari data-data untuk bisa memahami hadis tentang
larangan ini.
Setelah ditelusuri, tidak terdapat sebab mikro
pada hadis ini. Hanya terdapat hadis yang menegaskan bahwa seorang perempuan
harus disertai mahram dalam perjalanannya. Namun jika dilihat dari asbab Makro,
tentu sudah menjadi kekhawatiran Nabi terhadap keselamatan perempuan pada
konteks Arab. Yang mana situasi dan kondisi yang tidak memunngkin bagi seorang
perempuan untuk melakukan perjalanan sendirian. Sebagaimana yang telah penulis
ketahui, bahwa Arab adalah tempat yang tandus dengan luas gurun sahara yang
tidak terkira. Jarak antara satu kabilah dengan kabilah yang lain sangat
berjauhan. Alat transportasi juga sangat tidak memadai dan juga kecil
kemungkinan akan selamat dalam perjalanan.
Jika melihat berabad silam, bepergian
sendirian baik itu laki-laki dan perempuan sangat tidak aman. Banyak diantara
mereka yang dijadikan budak secara paksa. Mereka bahkan dijual seperti barang
dagangan. Nilai manusia pada saat itu dapat ditukar dengan uang dan tidak
diberikan hak-hak sebagai manusia pada umumnya. Mereka diperintah bekerja tanpa
diupah karena status mereka adalah seorang budak.
Karena keamanan yang tidak terkendali inilah
Nabi sangat mengkhawatirkan seseorang bepergian terkhusus untuk perempuan yang
dianggap tabu dan hanya sebagai pemuas hasrat bagi laki-laki. Hukum ini bukan
beprasangka buruk terhadap perempuan, tetapi hal ini dimaksudkan untuk menjaga
nama baik dan kehormatannya serta untuk melindunginya dari maksud jahat
orang-orang yang hatinya kotor.
2. Fungsi Nabi
Menurut Quraish Shihab berdasarkan seleksi oleh al-Qarafi rincian ketentuan hadis
bila dihubungkan dengan fungsi Nabi adalah sebagai berikut:
a. Berkedudukan sebagai Rasul
b. Mufti yang memberi fatwa
c. Hakim yang memutuskan perkara
d. Pemimpin suatu masyarakat
e. Pribadi[11]
Jika dilihat dari redaksi hadis, fungsi Nabi sebagai
pemimpin suatu masyarakat. Sebagai pemimpin tentu, Nabi berusaha mengayomi dan memperhatikan
masyarakat sekitar. Hal ini terbukti pada kepedulian Nabi terhadap perempuan
dalam keselamatannya dalam perjalanan yang kala itu keamanan sangatlah minim.
Nabi berusaha menjaga nama baik dan kehormatan perempuan terhadap pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab. Nabi berusaha memberikan hak-hak perempuan, salah
satunya ialah rasa aman. Keamanan ini dianggap perlu karena perempuan kala itu
tidak memilki otoritas sebagai manusia. Mereka tidak diberikan haknya, hanya
dituntut melakukan kewajiban atas dasar ketidak berdayaan seorang perempuan.
Nabi berusaha mengangkat derajat perempuan dengan memulikannya.
3. Sejarah Sosial Teks Hadis
Menurut Yusuf al-Qardhawi alasan (‘illat) dibalik
pelarangan perempuan bepergian tanpa mahram adalah khawatiran akan
keselamatannya. Hal ini terjadi karena pada masa itu, orang bepergian
menggunakan kendaraan seperti unta, keledai, dan bahkan dalam perjalanna mereka
mengarungi padang pasir yang luas dan jauh dari hunian manusia. Dalam kondisi
seperti ini perempuan bepergian tanpa mahram akan sangat membahayakan
keselamatan serta kehormatannya paling tidak nama baiknya akan tercemar. Kondisi
yang seperti inilah yang menjadi bahan pertimbangan perempuan bepergian.
Melihat pada sistem kependudukan dengan istilah kabilah tentu jarak mereka
tidak saling berdekatan. Sehingga diperlukan waktu beberapa hari bahkan satu
bulan untuk mencapai tujuan dengan tidak adanya sistem keamanan. Karena motto
pada masa itu adalah “siapa kuat dia menang”. Hal inilah yang sangat
dihkawatirkan oleh nabi Muhammad Saw. terhadap perempuan.
c. Penyimpulan Makna
1. Menggabungkan Makna Teks dan Historis (Konteks)
Jika kita melihat teks, sudah barang tentu
kita akan merasa ketidak adilan terhadap perempuan. Adanya pembedaan antara
laki-laki dan perempuan sehingga untuk melakukan perjalananpun harus disertai
oleh mahram. Namun setelah kita melihat dan mengetahui konteks historis hadis
Nabi tersebut, ternyata pelarangan ini untuk menghormati perempuan itu sendiri.
Nabi sangat mengkhawatirkan keadaan perempuan sehingga Nabi dengan beberapa
kali menyampaikan dalam hadisnya tentang ketidak halallan perempuan bepergian
seorang diri.
Pada
konteks sekarang. Mahram yang dimaksud tidak lagi berbentuk fisik yaitu seorang
ayah atau suami harus selalu ada mendampingi wanita, namun pemahaman tentang
mahram lebih kepada sistem. Sistem keamanan
yang super canggih sehingga wanita tidak dikhawatirkan lagi untuk melakukan
perjalanan. Wanita tidak membutuhkan mahram dalam bentuk fisik karena sangat
mustahil mahram wanita ini siap sedia menemani serta antar-jemput bahkan
menunggu setelah keperluan wanita yang berada di luar selesai. Wanita sekarang
tidak seperti wanita dulu yang akses dan ruang lingkupnya terbatas pada rumah
bahkan dipersempit lagi daerah dapur. Namun wanita sekarang sudah ruang
linkupnya hampir setara dengan laki-laki pada umumnya, dalam hal bekerja
mencari nafkah serta menjadi pemimpin negara.
E.
PROBLEM
REALITA KEKINIAN
Hadis ini dengan makna barunya dapat diterapkan pada masa kini
dengan mengambil nilai-nilai yang tertuang dalam hadis Nabi. Hadis ini
diterapkan dalam bentuk nilai yang mana adanya perbedaan situasi dan kondisi
masyarakat dulu dan sekarang. Jika dulu hadis ini diterapkan dengan cara
menjaga ketat perempuan pergi tanpa mahram, maka akan berbeda untuk masa
sekarang yang berpedoman kepada sistem keamanan perempuan. Sehingga nilai
disini menitik beratkan kepada keamanan yang didapatkan oleh perempuan.
kontektualisasi pada masa sekarang yang kondisi masyarakatnya
telah berubah tentu saja hal ini tidak menjadi permasalah dan perdebatan lagi.
Jarak yang jauh tidak menjadi masalah terlebih dengan adanya sistem keamanan
yang menjamin keselamatan wanita dalam bepergian jauh. Maka boleh-boleh saja
wanita sekarang kuliah ke luar negeri,
bekerja dan melakukan perjalanan
kemanapun dengan seorang diri karena sistem keamanan yang sudah ada pada masa
sekarang.
Dengan demikian, konsep mahram tidak lagi
harus diartikan sebagai person yaitu ayah, suami maupun saudara laki-laki, akan
tetapi lebih merujuk kepada sistem
keamanan yang menjaga dan melindungi hak-hak wanita pada setiap waktu dan
kondisi. Tentu pemahaman ini tidak terbatas pada kontekstualisasi pada masa
sekarang karena ada hadis riwayat Bukhari yang menjelaskan “akan datang masanya, seorang wanita penunggang onta pergi
dari kota (Hirah) menuju Ka’bah tanpa seorang suami bersamanya”. Tentu saja
hadis ini secara tidak langsung memberikan prediksi tentang kejayaan Islam pada
masa yang akan datang dan keamanan seantero dunia terkhusus bagi wanita.[12]
DAFTAR PUSTAKA
Abror,
Indal. 2017.Metode Pemahaman Hadis. Yogyakarta: Ilmu Hadis Press.
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 2008. Fatrul Bari. Terj. Gazirah
Abdi Ummah. Jakarta:Pustaka Azzam.
Aplikasi Android
CD
ROM MAUSU’AH
Ibrahim, Majdi As-Sayyid. 1995. 50 Wasiat Rasulullah
Saw Bagi Perempuan. Jakarta: Pustaka Al- Kautsar.
Ibrahim, Majdi As-Sayyid.
1997. Fatwa-Fatwa Kontemporer Tentang Problematika Wanita. Jakarta:Pustaka Firdaus.
Jawami’ al-Kalim
LIDWA
MAKTABAH
SYAMILAH
Manzur,
Ibnu. 2003. Lisan al-‘Arab. Qahirah:Dar al-Hadits.
Muslim, Imam Abi al-Husain. 2003. Shahih Muslim. Qahirah:Dar
al-Hadits
Mustaqim, Abdul dan Munawar, Said Agil Husin.
2001. Asbabul Wurud. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
[1] Gawami Kalim.
[2] Aplikasi Android Shahih Bukhari.
[3] Imam Abi al-Husain Muslim, Shahih
Muslim, (Beirut: Darul Kutub al-Alamiyyah, 1992, Juz 2), hlm. 997.
[4] Ibnu Manzur, Lisan al-‘Arab, (Qahirah:
Dar al-Hadits, 2003), hlm 321.
[5] Ibnu Hajr Al-Asqalani, Fathul Bari,
Terj. Gazirah Abdi Ummah, (Jakarta_Pustaka Azzam, 2008), hlm 130.
[6] Majdi As-Sayyid Ibrahim, Fatwa-Fatwa
Kontemporer Tentang Problematika Wanita, (Jakarta:Pustaka Firdaus, 1997),
hlm. 221.
[7] Majdi As-Sayyid Ibrahim, Fatwa-Fatwa
Kontemporer Tentang Problematika Wanita, (Jakarta:Pustaka Firdaus, 1997),
hlm. 220.
[8] Majdi As-Sayyid Ibrahim, 50 Wasiat
Rasulullah Saw Bagi Perempuan, Terj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar), hlm. 218.
[9] Said Agil Husin Munawar dan Abdul
Mustaqim, Asbabul Wurud, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 29.
[10] Indal Abror, Metode Pemahaman hadis,
(Yogyakarta: Ilmu Hadis Press, 2017), hlm. 67.
[11] Indal Abror, Metode
MEmahami Hadis, ( Yogyakarta: Ilmu Hadis Press, 2017), hlm.64-65.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar