Kamis, 04 Oktober 2018

MAHRAM PEREMPUAN



A.    REDAKSI HADIS



حَدَّثَنَا آدَمُ، قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ: " لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، أَنْ تُسَافِرَ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ لَيْسَ مَعَهَا حُرْمَةٌ "، تَابَعَهُ يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ، وَسُهَيْلٌ، وَمَالِكٌ، عَنْ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ[1]


artinya:
Dan telah menceritakan kepada kami Adam ia berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dzi’bi ia berkata, telah menceritakan kepada kami Sa’id al-Ma’bary dari ayahnya dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah Saw bersabda: tidak diperbolehkan bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhirat untuk bepergian dengan jarak perjalanan sehari semalam tanpa disertai mahram. Diikuti oleh Yahya bin Abu Katsir, Suhail, Malik, dari Ma’barah dari Abu Hurairah RA. (HR. Bukhari Nomor 1031)[2]










B.     LATAR BELAKANG MASALAH
 Salah satu problem yang sangat kompleks bagi wanita pada dewasa ini adalah masalah bepergian. Hal ini berkenaan dengan hadis shahih tentang larangan wanita bepergian dalam rentang waktu yang lumayan lama tanpa mahram. Pembicaraan masalah  ini, yaitu adanya kewajiban adanya mahram yang selalu menemani atau mendampingi sebagai bagian dari pengamalan hadis Nabi Muhammad Saw. Tentang larangan bepergian tanpa mahram.
            Secara dzahir, hadis ini dapat dimaknai bahwa wanita dilarang keras untuk bepergian dalam keadaan sendirian kecuali ada mahram yang menemaninya. Ini tentu tidak mudah untuk masa sekarang. Hal ini menyebabkan wanita terhalang melakukan banyak aktivitas diluar ruangan seperti menuntut ilmu,  atau berdomisili di wilayah tertentu dalam rangka menuntut ilmu dikarenakan jauhnya jarak antara rumah dengan perguruan tinggi.
         Berangkat dari permasalahan ini, penulis akan mencoba menelusuri hadis ini dengan melakukan takhrij terlebih dahulu untuk melihat lafadz apa saja yang digunakan dalam berbagai hadis yang lafadznya senada dan berusaha menemukan asbabul wurud mikro dan makro. Setelah itu penulis baru akan melakukan asumsi kualitas hadis dan selanjutnya melakukan pemaknaan hadis
C.     TAKHRIJ HADIS
Dalam melakukan takhrij hadis ini, penulis menggunakan software CD ROM Mausu’ah dengan metode bi alfadz yakni lafadz,أن تسافر , مسيرة  حرمة dengan membatasi dalam kutub at-Tis’ah
1.      Lafadz أن تسافر
Dalam penelusuran kata ini, terdapat 63 hadis yang berkaitan dengan lafadz أن تسافر . namun makna sesuai dengannya ada 25 hadis sedangkan 38 hadis lainnya berisi tema yang lain.

Kitab
Bab
Nomor
Bukhari
Al-Jum’ah

Al-Hajj
Al-Jihad wa al-Yasir



Fii kam waqsir as-Shalat
Hajj an-Nisa
An-nahyu An-Yusafira bi al-Mushaf Ila Ardi al-Kuffar Idza Khaifa

1024/, 1026

1729, 1731’
2784



Muslim
Al-Hajj
Safar al-Mar’ah Ma’a Mahram Ila Hajj wa Ghairihi
2381/, 2383’, 2385/, 2386, 2388, 2389/, 2390/,
Turmudzi
Ar-Radha’
Maa Jaa fii Karahiyah an Tusafira al-Mr’ah Wahdaha
1089/
Abu Daud
Al-Manasik
Fii al-Mar’ah Tahajju bi ghairi Mahramin
1365, 1366/
Ibnu Majah
Al-Manaasik
Al-Mar’ah Tahajju bi ghairi wali
2890
Musnad Ahmad
Wa min Musnad Bani Hasyim


Musnad al-Mukatsirin min as-Shahabah


Baqi Musnad al-Mukatsirin


Bidayah Musnad Abdullah ibnu ‘Abbas
Baqii al-Musnad as-Sabiq
Musnad Abdullah bin ‘Umar bin ‘Ash
Baqii al-Musnad as-Sabiq

Musnad Abi Sa’id al-Khudri



1833


3062(haji)



8133, 9103
10170

10864’, 10984/, 11200,
Muwatha’
Al-Jami’
Maa Jaa fii Wahdah fii as-Safar lirrijal wa an-Nisa’
1550

2.      Lafadz حرمة
Dalam penelusuran lafadz ini, terdapat 142 hadis. Namun yang berkaitan dengan tema ini berjumlah 6 hadis sedangkan 136 hadis berkaitan dengan tema yang lain.

Kitab Hadis
Kitab
Bab
Nomor
Bukhari
Al-Jum’ah
Fii kam waqsir as-Shalat

1026
Muslim
Al-Hajj
Safar al-Mar’ah Ma’a Mahram Ila Hajj wa Ghairihi
2386
Abu Daud
Al-Manaasik
Fii al-Mar’ah Tahajju bi ghairi Mahramin
1465
Ibnu Majah

Al-Mar’ah Tahajju bi ghairi wali
2890
Musnad Ahmad


8133, 9103

3.      Lafadz مسيرة
Dalam penelusuran lafadz ini, terdapat 189 hadis. Namun yang berkaitan dengan tema ini berjumlah 21 hadis sedangkan 178 hadis berkaitan dengan tema yang lain.
Riwayat
Kitab
Bab
Nomor
Bukhari

Al-Hajj
As-Shaum

Hajj an-Nisa
Shaum Yauma an-Nahru

1026
1731’
1858’ (shaum)
Muslim
Al-Hajj
Safar al-Mar’ah Ma’a Mahram Ila Hajj wa Ghairihi
2382/, 2383’, 2386, 2387, 2388
Turmudzi
Ar-Radha’
Maa Jaa fii Karahiyah an Tusafira al-Mr’ah Wahdaha
1089, 1090.
Abu Daud

Fii al-Mar’ah Tahajju bi ghairi Mahramin
1465.
Ibnu Majah

Al-Mar’ah Tahajju bi ghairi wali
2890
Musnad Ahmad
Musnad al-Mukatsirin min as-Shahabah


Musnad Abdullah bin ‘Umar bin ‘Ash

Baqii al-Musnad as-Sabiq


Musnad Abi Sa’id al-Khudri



6325/, 6751


8208/, 9364, 9998, 10170,


10864’, 11253’
Muwatha’ Malik
Al-Jami’
Maa Jaa fii Wahdah fii as-Safar lirrijal wa an-Nisa’
1550
Keterangan: tanda (/) menunjukkan batas waktu perjalanan tiga hari, (‘) menunjukkan dua hari, sedangkan tidak bertanda menunjukkan sehari semalam, dan yangbercetak tebal adalah mengenai kondisi wanita ketika ingin berhaji.
           
Penulis memulai takhrij dengan lafadz  أن تسافر terdapat dalam 7 kitab yaitu kitab Bukhari, Muslim, Turmudzi, Abu Daud, Ibnu Majah, Musnad Ahmad dan Muwatha Imam Malik dari kutub at-tis’ah. Kemudian penulis melanjutkan dengan lafadz kedua حرمة ditemukan redaksi yang sama namun hanya termuat dalam kitab Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah Musnad Ahmad. Dan terakhir lafadz ketiga مسيرة terdapat dalam 7 kitab hadis seperti dalam penelusuran dengan lafdz yang pertama. Namun disini ada terdapat satu hadis riwayat Bukhari kitab al-Hajj as-Shaum pada bab Hajj an-Nisa
Shaum Yauma an-Nahru  nomor 1858.
            Setelah diteliti hadis ini berstatus shahih isnad. Karena syarat-syaratnya terpenuhi dengan adanya ketersambungan sanad antara guru dan murid, perawinya ‘adil dan dhabit serta tidak terdapat syadz dan ‘illat.
Setelah melakukan takhrij dengan tiga lafadz tersebut, ternyata ketika penulis mencari ada banyak hadis yang memiliki redaksi yang sama. Namun ada terdapat perbedaan dalam rentang waktu pada hadis wanita yang bepergian tanpa mahram. Dalam hal ini penulis akan menampilkan beberapa hadis yang mewakili dari hadis-hadis yang memiliki redaksi yang sama.
HADIS-HADIS MENGENAI WANITA BEPERGIAN TANPA MAHRAM
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ قَالَ قُلْتُ لِأَبِي أُسَامَةَ حَدَّثَكُمْ عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
(BUKHARI - 1024) : Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Hanzholah berkata; Aku berkata, kepada Abu Usamah apakah 'Ubaidullah telah menceritakan kepada kalian dari Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang wanita tidak boleh mengadakan perjalanan diatas tiga hari kecuali bersama mahramnya".

حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ عَمْرٍو عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ وَلَا يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَخْرُجَ فِي جَيْشِ كَذَا وَكَذَا وَامْرَأَتِي تُرِيدُ الْحَجَّ فَقَالَ اخْرُجْ مَعَهَا
(BUKHARI - 1729) : Telah menceritakan kepada kami Abu An-Nu'man telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari 'Amru dari Abu Ma'bad, sahayanya Ibnu 'Abbas, dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya dan janganlah seorang laki-laki menemui seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya". Kemudian ada seorang laki-laki yang berkata: "Wahai Rasulullah, sebenarnya aku berkehendak untuk berangkat bersama pasukan perang ini dan ini namun isteriku hendak menunaikan haji". Maka Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Berangkatlah haji bersama isterimu".

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلَا تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا وَخَرَجَتْ امْرَأَتِي حَاجَّةً قَالَ اذْهَبْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ
(BUKHARI - 2784) : Telah bercerita kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah bercerita kepada kami Sufyan dari 'Amru dari Abu Ma'bad dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma bahwa dia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berkholwat (berduaan) dengan seorang wanita dan janganlah sekali-kali seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya". Lalu ada seorang laki-laki yang bangkit seraya berkata: "Wahai Rasulullah, aku telah mendaftarkan diriku untuk mengikutu suatu peperangan sedangkan istriku pergi menunaikan hajji". Maka Beliau bersabda: "Tunaikanlah hajji bersama istrimu".

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ قَزَعَةَ مَوْلَى زِيَادٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ
وَقَدْ غَزَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ غَزْوَةً قَالَ أَرْبَعٌ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ يُحَدِّثُهُنَّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْجَبْنَنِي وَآنَقْنَنِي أَنْ لَا تُسَافِرَ امْرَأَةٌ مَسِيرَةَ يَوْمَيْنِ لَيْسَ مَعَهَا زَوْجُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ وَلَا صَوْمَ يَوْمَيْنِ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى وَلَا صَلَاةَ بَعْدَ صَلَاتَيْنِ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ وَبَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ وَلَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى
(BUKHARI - 1731) : Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Abdul Malik bin 'Umair dari Qaza'ah, maula Ziyad berkata; Aku mendengar Abu Sa'id yang sudah pernah mengikuti peperangan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebanyak dua belas peperangan, berkata: "Empat perkara yang aku mendengarnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, atau dia (Qaza'ah) berkata; telah menceritakan Abu Sa'id tentang beberapa perkara yang dia dapatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang perkara-perkara itu menakjubkan aku (yaitu): "Tidak boleh seorang wanita bepergian sepanjang dua hari perjalanan kecuali bersama suaminya atau mahramnya dan tidak boleh shaum dua hari raya, 'Iedul Fithri dan 'Iedul Adhha, dan tidak boleh melaksanakan dua shalat, yaitu setelah 'Ashar hingga matahari terbenam dan setelah Shubuh hingga matahari terbit dan tidaklah ditekankan untuk berziarah kecuali untuk mengunjungi tiga masjid, Al Masjidil Haram, Masjidku dan Masjidil Aqsha".

حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عُمَيْرٍ قَالَ سَمِعْتُ قَزَعَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
وَكَانَ غَزَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ غَزْوَةً قَالَ سَمِعْتُ أَرْبَعًا مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْجَبْنَنِي قَالَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ مَسِيرَةَ يَوْمَيْنِ إِلَّا وَمَعَهَا زَوْجُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ وَلَا صَوْمَ فِي يَوْمَيْنِ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى وَلَا صَلَاةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ وَلَا بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ وَلَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى وَمَسْجِدِي هَذَا
(BUKHARI - 1858) : Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Abdul Malik bin 'Umair berkata, aku mendengar QAza'ah berkata; Aku mendengar Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu yang pernah mengikuti peperangan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebanyak dua belas peperangan, berkata: "Empat perkara yang aku dapatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, yang perkara-perkara itu menakjubkan aku (yaitu): "Tidak boleh seorang wanita bepergian sepanjang dua hari perjalanan kecuali bersama suaminya atau mahramnya, dan tidak boleh shaum dua hari raya, 'Iedul Fithri dan 'Iedul Adhha, dan tidak boleh melaksanakan dua shalat, yaitu setelah 'Ashar hingga matahari terbenam, dan setelah Shubuh hingga matahari terbit, dan tidaklah ditekankan untuk berziarah kecuali untuk mengunjungi tiga masjid, Al Masjidil Haram, Masjidil Aqsha dan Masjidku ini ".

حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلَا تُسَافِرُ امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ وَجَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ إِنَّ امْرَأَتِي خَرَجَتْ إِلَى الْحَجِّ وَإِنِّي اكْتَتَبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا قَالَ انْطَلِقْ فَاحْجُجْ مَعَ امْرَأَتِكَ
(AHMAD - 1833) : Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari 'Amru dari Abu Ma'bad dari Ibnu Abbas; bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya), dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya." seorang laki-laki datang dan bertanya; "Sesungguhnya istriku hendak keluar untuk berhaji, sedang aku ikut serta dalam perang ini dan itu." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Pulanglah dan temanilah istrimu berhaji."

حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلَا تُسَافِرُ امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ وَجَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ إِنَّ امْرَأَتِي خَرَجَتْ إِلَى الْحَجِّ وَإِنِّي اكْتَتَبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا قَالَ انْطَلِقْ فَاحْجُجْ مَعَ امْرَأَتِكَ
(AHMAD - 1833) : Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari 'Amru dari Abu Ma'bad dari Ibnu Abbas; bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya), dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya." seorang laki-laki datang dan bertanya; "Sesungguhnya istriku hendak keluar untuk berhaji, sedang aku ikut serta dalam perang ini dan itu." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Pulanglah dan temanilah istrimu berhaji."

حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُسَافِرْ امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ وَجَاءَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ فَقَالَ إِنِّي اكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا وَامْرَأَتِي حَاجَّةٌ قَالَ فَارْجِعْ فَحُجَّ مَعَهَا
حَدَّثَنَا رَوْحٌ حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ يُخْبِرُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ رَوْحٌ فَاحْجُجْ مَعَهَا
(AHMAD - 3062) : Telah menceritakan kepada kami Yahya dari Ibnu Juraij ia berkata; telah menceritakan kepadaku Amru bin Dinar dari Abu Ma'bad dari Ibnu Abbas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahram." Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu ia berkata; Sesungguhnya aku telah terdaftar pada peperangan ini dan itu, sedangkan istriku hendak berhaji? Beliau bersabda: "Pulanglah dan pergilah berhaji bersama istrimu." Telah menceritakan kepada kami Rauh telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij ia berkata; telah mengabarkan kepadaku Amru bin Dinar bahwa ia mendengar Abu Ma'bad budak Ibnu Abbas mengabarkan dari Ibnu Abbas. Rauh berkata; "Maka berhajilah bersamanya."

حَدَّثَنَا يَزِيدُ أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنِ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ لَا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ وَلَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَاحِدٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ
(AHMAD - 10170) : Telah menceritakan kepada kami Yazid, dia berkata; telah mengabarkan kepada kami Ibnu Abu Dzi`b dari Al Maqburi dari bapaknya dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai wanita muslimah -beliau ulangi hingga tiga kali-, janganlah sekali-kali seorang tetangga meremehkan untuk berbuat baik kepada tetangganya meskipun hanya dengan memberikan kaki kambing. Dan tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta hari akhir melakukan safar sejauh satu hari perjalanan kecuali bersama mahramnya."

Jika dikategorikan, penulis membaginya menjadi 4 kategori, yaitu:
No.
Kategori Hadis
Redaksi Hadis
Takhrij al-hadis
Jumlah hadis
1.
Batas waktu bepergian satu hari (sehari semalam)
شَاةٍ وَلَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَاحِدٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَم
Musnad Ahmad kitab Musnad al-Mukatsirin min as-Shahabah bab Baqii al-Musnad as-Sabiq



24
2.
Batas waktu dua hari
أَنْ لَا تُسَافِرَ امْرَأَةٌ مَسِيرَةَ يَوْمَيْنِ لَيْسَ مَعَهَا زَوْجُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ
Bukhari kitab al-Hajj bab Hajj an-Nisa

8
3.
Batas waktu tiga hari atau lebih
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ قَالَ قُلْتُ لِأَبِي أُسَامَةَ حَدَّثَكُمْ عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
Bukhari, kitab al-Jum’ah bab Fii kam waqsir as-Shalat

12
4.
Saat ingin berhaji

حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ عَمْرٍو عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ وَلَا يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَخْرُجَ فِي جَيْشِ كَذَا وَكَذَا وَامْرَأَتِي تُرِيدُ الْحَجَّ فَقَالَ اخْرُجْ مَعَهَ
Bukhari kitab al-Hajj bab Hajj an-Nisa

3

D.    PEMAKNAAN HADIS
a.       Analisis Matan
1.      Kebahasaan
سفر berarti perjalanan. Adapun secara syariat safar adalah meninggalkan tempat bermukim dengan melakukan perjalanan ke tempat yang lain. Pada dasarnya perjalanan disini juga diperlukan untuk perempuan sebagai peluang menuntut ilmu walaupun terdapat hukum syara’ yang  melarang mereka pergi tanpa disertai mahram.[3]
Kata إمرأة dalam kamus al-Munawwir berarti perempuan, berasal dari kata
مرأ yang berarti baik dan bermanfaat. Menurut  Ibnu al-Anbari kata al-Mar’ah المرأة  dan ­al-imra’ah الإمرأة   keduanya memiliki makna yang sama yaitu perempuan dan juga untuk menunjukkan perempuan yang dewasa. [4]
محرم adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selamanya karena sebab keturunan, persusuan dan pernikahan dalam syari’at Islam. Mengenai mahram ini telah disebutkan dalam firman Allah dalam al-Qur’an Surah An-Nisa[04]: 22-23, yaitu
وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا (22) حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا (23)

Artinya: “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, tercuali pda masa yang telah lanpau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci oleh Allah dan seburuk-buruk jalan (yang di tempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibu-mu, anak-anakmu yang perempuan dan saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu camputi, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan dalam (perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. An-Nisa [04]:22-23).
Al-Qur’an telah menyebutkan siapa saja yang menjadi mahram dengan berbagai syarat baik itu keturunan, persusuan ataupun perkawinan. Lalu yang  menjadi fokus kali ini adalah mengenai lafadz mahram yang terdapat dalam hadis Nabi yang menyebutkan bahwa tidak halal bagi seorang perempuan melakukan perjalanan atau bepergian tanpa ditemani oleh mahram.
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ قَالَ قُلْتُ لِأَبِي أُسَامَةَ حَدَّثَكُمْ عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
(BUKHARI - 1024) : Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Hanzholah berkata; Aku berkata, kepada Abu Usamah apakah 'Ubaidullah telah menceritakan kepada kalian dari Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang wanita tidak boleh mengadakan perjalanan diatas tiga hari kecuali bersama mahramnya".

Menurut para ulama, perbedaan lafadz-lafadz ini karena adanya perbedaan tempat tinggal. Larangan bepergian tiga hari bukan berarti bukan berarti pembolehan selama dua hari, sehari, semalam. Semua riwayat setelah ditakhrij menunjukkan perbedaan dalam hal lamanya perjalanan yang ditempuh seorang perenpuan. Semua riwayat ini menunjukkan semua jarak perjalanan yang disebut tidak boleh bagi seorang perempuan menempuh perjalanan jika tidak disertai suaminya atau mahram, baik selama tiga hari, dua hari ataupun sehari semalam.
Adapun hadis yang mengatakan tiga hari, mungkin saja dapat dipadukan dengan mengatakan bahwa sesungguhnya jarak yang dimaksud adalah sama hanya saja berbeda dalam hal kecepatan tempuh dalam perjalanan. Tetapi hadis ini bukan menjelaskan perjalanan, tetapi sebagai larangan bagi perempuan untuk bepergian tanpa disertai mahram sehingga terjadi perbedaan pendapat.[5]
Sebagian ulama telah sepakat bahwa tidak seharusnya perempuan pergi selain untuk haji dan umrah melainkan bersama mahram. Kecuali hijrah dari kancah peperangan yang dikuasai musuh[6]
Menurut Asy-Syafi’i, tidak disyaratkan adanya  mahram yang menyertainya, tetapi disyaratkan adanya jaminan keamanan bagi dirinya. [7] pendapat yang kemukakan oleh Imam Syafi’i adalah adanya jaminan bagi keselamatan perempuan itu sendiri sehingga al-hal yang mengkhawatirkan bagi perempuan bisa diatasi ataupun diminimalisasi.
Hadis ini merupakan wasiat dari Nabi untuk para perempuan pada khususnya. Dalam setiap kondisi perempuan haruslah mengikuti setiap langkah-langkah Nabi untuk berusaha melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. [8] Menurut Imam an-Nawawi dalam kitab syarh Muslim hadis ini dipahami sebagian ulama tentang larangan bepergian adalah perkara sunnah atau mubah tanpa disertai mahram atau pendamping (suami). Sedangankan untuk bepergian yang sifatnya wajib seperti menunaikan ibadah haji terdapat perbedaan pendapat. Menurut Imam Hanifah dan mayoritas ulama adanya kewajiban wanita yang mau haji dengan disertai mahram. Namun menurut Imam Malik, al-Auza’i dan asy-Syafi’i mereka mensyaratkan keamanan saja. Keamanan itu bisa didapat mahram atau suami atau wanita-wanita yang terpercaya (tsiqat). Maka konsep mahram tidak selalu diartikan dengan mahram (suami). [9]

2.      Tematik
Hadis mengenai tema perempuan yang melakukan harus ditemani mahram memiliki berbagai varian hadis, ada yang redaksinya dengan durasi waktu atau lama perjalanan selama tiga hari atau lebih.
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ قَالَ قُلْتُ لِأَبِي أُسَامَةَ حَدَّثَكُمْ عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
(BUKHARI - 1024) : Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Hanzholah berkata; Aku berkata, kepada Abu Usamah apakah 'Ubaidullah telah menceritakan kepada kalian dari Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang wanita tidak boleh mengadakan perjalanan diatas tiga hari kecuali bersama mahramnya".

Perjalanan selama dua hari
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ قَزَعَةَ مَوْلَى زِيَادٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ
وَقَدْ غَزَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ غَزْوَةً قَالَ أَرْبَعٌ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ يُحَدِّثُهُنَّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْجَبْنَنِي وَآنَقْنَنِي أَنْ لَا تُسَافِرَ امْرَأَةٌ مَسِيرَةَ يَوْمَيْنِ لَيْسَ مَعَهَا زَوْجُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ وَلَا صَوْمَ يَوْمَيْنِ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى وَلَا صَلَاةَ بَعْدَ صَلَاتَيْنِ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ وَبَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ وَلَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى
(BUKHARI - 1731) : Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Abdul Malik bin 'Umair dari Qaza'ah, maula Ziyad berkata; Aku mendengar Abu Sa'id yang sudah pernah mengikuti peperangan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebanyak dua belas peperangan, berkata: "Empat perkara yang aku mendengarnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, atau dia (Qaza'ah) berkata; telah menceritakan Abu Sa'id tentang beberapa perkara yang dia dapatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang perkara-perkara itu menakjubkan aku (yaitu): "Tidak boleh seorang wanita bepergian sepanjang dua hari perjalanan kecuali bersama suaminya atau mahramnya dan tidak boleh shaum dua hari raya, 'Iedul Fithri dan 'Iedul Adhha, dan tidak boleh melaksanakan dua shalat, yaitu setelah 'Ashar hingga matahari terbenam dan setelah Shubuh hingga matahari terbit dan tidaklah ditekankan untuk berziarah kecuali untuk mengunjungi tiga masjid, Al Masjidil Haram, Masjidku dan Masjidil Aqsha".
Perjalanan selama sehari semalam atau satu hari
حَدَّثَنَا آدَمُ، قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ: " لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، أَنْ تُسَافِرَ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ لَيْسَ مَعَهَا حُرْمَةٌ "، تَابَعَهُ يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ، وَسُهَيْلٌ، وَمَالِكٌ، عَنْ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
(Bukhari- 1031)Dan telah menceritakan kepada kami Adam ia berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dzi’bi ia berkata, telah menceritakan kepada kami Sa’id al-Ma’bary dari ayahnya dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah Saw bersabda: tidak diperbolehkan bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhirat untuk bepergian dengan jarak perjalanan sehari semalam tanpa disertai mahram. Diikuti oleh Yahya bin Abu Katsir, Suhail, Malik, dari Ma’barah dari Abu Hurairah RA.

Dan hadis ini terkait dengan konteks seorang perempuan yang ingin  melakukan ibadah haji

حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ عَمْرٍو عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ وَلَا يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَخْرُجَ فِي جَيْشِ كَذَا وَكَذَا وَامْرَأَتِي تُرِيدُ الْحَجَّ فَقَالَ اخْرُجْ مَعَهَا
(BUKHARI - 1729) : Telah menceritakan kepada kami Abu An-Nu'man telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari 'Amru dari Abu Ma'bad, sahayanya Ibnu 'Abbas, dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya dan janganlah seorang laki-laki menemui seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya". Kemudian ada seorang laki-laki yang berkata: "Wahai Rasulullah, sebenarnya aku berkehendak untuk berangkat bersama pasukan perang ini dan ini namun isteriku hendak menunaikan haji". Maka Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Berangkatlah haji bersama isterimu".
 Berdasarkan hadis dengan satu tema ini, ternyata terdapat redaksi yang berbeda pula dalam hal masa atau rentang waktu bepergian. Perbedaan ini disebabkan karena berbedanya proses penerimaan hadis dari satu sahabat ke sahabat yang lain.
3.      Konfirmasi
 Dalam al-Qur’an terlihat jelas ada konsep mahram dalam surah an-Nisa ayat 22-23. Hal ini sejalan dengan hadis tentang perempuan bepergian tanpa mahram. Mahram disini dikatakan bisa siapa saja asalkan syarat-syarat terpenuhi yaitu adanya mahram karena keturunan, sepersusuan dan perkawinan sesuai dengan syari’at Islam. Hal ini juga diperkuat dengan banyaknya hasil takhrij dari hadis bertema ini disejumlah kitab hadis yang terkenal seperti kutub at-Tis’ah yang memuat kitab hadis Bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi, an-Nasai, Ibnu Majah, Imam Ahmad, Imam Malik dan ad-Darimi.

b.      Analisa Realita Historis
1.      Asbab Al-Wurud
Latar belakang terjadinya hadis ada yang mempunyai khusus dan juga sebab umum. Sehingga dari sekian banyak hadis Nabi, ada yang hanya berkaitan dalam keadaan tertentu, yang sedang terjadi dan ada juga yang muncul begitu saja. Maka dari itu perlu adanya metode untuk mengetahui sebab khusus dan umum yang ditawarkan oleh Syuhudi Ismail dengan cara mencari Asbabul wurud hadis tersebut.[10]
Sebagaimana hadis yang populer yaitu tentang pelarangan perempuan bepergian tanpa mahram yang akan penulis coba mencari Asbabul Wurudnya. Apakah ada asbab khusus atau asbab umum dengan melihat kondisi masyarakat Arab pada masa itu yang menganggap wanita tidak ada harganya. Penulis mencoba mencari data-data untuk bisa memahami hadis tentang larangan ini.
Setelah ditelusuri, tidak terdapat sebab mikro pada hadis ini. Hanya terdapat hadis yang menegaskan bahwa seorang perempuan harus disertai mahram dalam perjalanannya. Namun jika dilihat dari asbab Makro, tentu sudah menjadi kekhawatiran Nabi terhadap keselamatan perempuan pada konteks Arab. Yang mana situasi dan kondisi yang tidak memunngkin bagi seorang perempuan untuk melakukan perjalanan sendirian. Sebagaimana yang telah penulis ketahui, bahwa Arab adalah tempat yang tandus dengan luas gurun sahara yang tidak terkira. Jarak antara satu kabilah dengan kabilah yang lain sangat berjauhan. Alat transportasi juga sangat tidak memadai dan juga kecil kemungkinan akan selamat dalam perjalanan.
Jika melihat berabad silam, bepergian sendirian baik itu laki-laki dan perempuan sangat tidak aman. Banyak diantara mereka yang dijadikan budak secara paksa. Mereka bahkan dijual seperti barang dagangan. Nilai manusia pada saat itu dapat ditukar dengan uang dan tidak diberikan hak-hak sebagai manusia pada umumnya. Mereka diperintah bekerja tanpa diupah karena status mereka adalah seorang budak.
Karena keamanan yang tidak terkendali inilah Nabi sangat mengkhawatirkan seseorang bepergian terkhusus untuk perempuan yang dianggap tabu dan hanya sebagai pemuas hasrat bagi laki-laki. Hukum ini bukan beprasangka buruk terhadap perempuan, tetapi hal ini dimaksudkan untuk menjaga nama baik dan kehormatannya serta untuk melindunginya dari maksud jahat orang-orang yang hatinya kotor.

2.      Fungsi Nabi
Menurut Quraish Shihab berdasarkan  seleksi oleh al-Qarafi rincian ketentuan hadis bila dihubungkan dengan fungsi Nabi adalah sebagai berikut:
a.       Berkedudukan sebagai Rasul
b.      Mufti yang memberi fatwa
c.       Hakim yang memutuskan perkara
d.      Pemimpin suatu masyarakat
e.       Pribadi[11]
Jika dilihat dari redaksi hadis, fungsi Nabi sebagai pemimpin suatu masyarakat. Sebagai pemimpin tentu, Nabi berusaha mengayomi dan memperhatikan masyarakat sekitar. Hal ini terbukti pada kepedulian Nabi terhadap perempuan dalam keselamatannya dalam perjalanan yang kala itu keamanan sangatlah minim. Nabi berusaha menjaga nama baik dan kehormatan perempuan terhadap pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Nabi berusaha memberikan hak-hak perempuan, salah satunya ialah rasa aman. Keamanan ini dianggap perlu karena perempuan kala itu tidak memilki otoritas sebagai manusia. Mereka tidak diberikan haknya, hanya dituntut melakukan kewajiban atas dasar ketidak berdayaan seorang perempuan. Nabi berusaha mengangkat derajat perempuan dengan memulikannya.
3.      Sejarah Sosial Teks Hadis
Menurut Yusuf al-Qardhawi alasan (‘illat) dibalik pelarangan perempuan bepergian tanpa mahram adalah khawatiran akan keselamatannya. Hal ini terjadi karena pada masa itu, orang bepergian menggunakan kendaraan seperti unta, keledai, dan bahkan dalam perjalanna mereka mengarungi padang pasir yang luas dan jauh dari hunian manusia. Dalam kondisi seperti ini perempuan bepergian tanpa mahram akan sangat membahayakan keselamatan serta kehormatannya paling tidak nama baiknya akan tercemar. Kondisi yang seperti inilah yang menjadi bahan pertimbangan perempuan bepergian. Melihat pada sistem kependudukan dengan istilah kabilah tentu jarak mereka tidak saling berdekatan. Sehingga diperlukan waktu beberapa hari bahkan satu bulan untuk mencapai tujuan dengan tidak adanya sistem keamanan. Karena motto pada masa itu adalah “siapa kuat dia menang”. Hal inilah yang sangat dihkawatirkan oleh nabi Muhammad Saw. terhadap perempuan.   
c.       Penyimpulan Makna
1.      Menggabungkan Makna Teks dan Historis (Konteks)
Jika kita melihat teks, sudah barang tentu kita akan merasa ketidak adilan terhadap perempuan. Adanya pembedaan antara laki-laki dan perempuan sehingga untuk melakukan perjalananpun harus disertai oleh mahram. Namun setelah kita melihat dan mengetahui konteks historis hadis Nabi tersebut, ternyata pelarangan ini untuk menghormati perempuan itu sendiri. Nabi sangat mengkhawatirkan keadaan perempuan sehingga Nabi dengan beberapa kali menyampaikan dalam hadisnya tentang ketidak halallan perempuan bepergian seorang diri.
         Pada konteks sekarang. Mahram yang dimaksud tidak lagi berbentuk fisik yaitu seorang ayah atau suami harus selalu ada mendampingi wanita, namun pemahaman tentang mahram lebih kepada sistem. Sistem keamanan yang super canggih sehingga wanita tidak dikhawatirkan lagi untuk melakukan perjalanan. Wanita tidak membutuhkan mahram dalam bentuk fisik karena sangat mustahil mahram wanita ini siap sedia menemani serta antar-jemput bahkan menunggu setelah keperluan wanita yang berada di luar selesai. Wanita sekarang tidak seperti wanita dulu yang akses dan ruang lingkupnya terbatas pada rumah bahkan dipersempit lagi daerah dapur. Namun wanita sekarang sudah ruang linkupnya hampir setara dengan laki-laki pada umumnya, dalam hal bekerja mencari nafkah serta menjadi pemimpin negara.


E.     PROBLEM REALITA KEKINIAN

Hadis ini dengan makna barunya dapat diterapkan pada masa kini dengan mengambil nilai-nilai yang tertuang dalam hadis Nabi. Hadis ini diterapkan dalam bentuk nilai yang mana adanya perbedaan situasi dan kondisi masyarakat dulu dan sekarang. Jika dulu hadis ini diterapkan dengan cara menjaga ketat perempuan pergi tanpa mahram, maka akan berbeda untuk masa sekarang yang berpedoman kepada sistem keamanan perempuan. Sehingga nilai disini menitik beratkan kepada keamanan yang didapatkan oleh perempuan.
kontektualisasi pada masa sekarang yang kondisi masyarakatnya telah berubah tentu saja hal ini tidak menjadi permasalah dan perdebatan lagi. Jarak yang jauh tidak menjadi masalah terlebih dengan adanya sistem keamanan yang menjamin keselamatan wanita dalam bepergian jauh. Maka boleh-boleh saja wanita sekarang kuliah ke luar  negeri, bekerja dan  melakukan perjalanan kemanapun dengan seorang diri karena sistem keamanan yang sudah ada pada masa sekarang.
Dengan demikian, konsep mahram tidak lagi harus diartikan sebagai person yaitu ayah, suami maupun saudara laki-laki, akan  tetapi lebih merujuk kepada sistem keamanan yang menjaga dan melindungi hak-hak wanita pada setiap waktu dan kondisi. Tentu pemahaman ini tidak terbatas pada kontekstualisasi pada masa sekarang karena ada hadis riwayat Bukhari yang menjelaskan “akan datang  masanya, seorang wanita penunggang onta pergi dari kota (Hirah) menuju Ka’bah tanpa seorang suami bersamanya”. Tentu saja hadis ini secara tidak langsung memberikan prediksi tentang kejayaan Islam pada masa yang akan datang dan keamanan seantero dunia terkhusus bagi wanita.[12]










  DAFTAR PUSTAKA


 Abror, Indal. 2017.Metode Pemahaman Hadis. Yogyakarta: Ilmu Hadis Press.
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 2008. Fatrul Bari. Terj. Gazirah Abdi Ummah. Jakarta:Pustaka Azzam.
Aplikasi Android
CD ROM MAUSU’AH
Ibrahim, Majdi As-Sayyid. 1995. 50 Wasiat Rasulullah Saw Bagi Perempuan. Jakarta: Pustaka Al- Kautsar.
Ibrahim, Majdi As-Sayyid. 1997. Fatwa-Fatwa Kontemporer Tentang Problematika Wanita. Jakarta:Pustaka Firdaus.
Jawami’ al-Kalim
LIDWA
MAKTABAH SYAMILAH 
Manzur, Ibnu. 2003. Lisan al-‘Arab. Qahirah:Dar al-Hadits.

Muslim, Imam Abi al-Husain. 2003. Shahih Muslim. Qahirah:Dar al-Hadits

Mustaqim, Abdul dan Munawar, Said Agil Husin. 2001. Asbabul Wurud. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.













[1] Gawami Kalim.
[2] Aplikasi Android Shahih Bukhari.
[3] Imam Abi al-Husain Muslim, Shahih Muslim, (Beirut: Darul Kutub al-Alamiyyah, 1992, Juz 2), hlm. 997.
[4] Ibnu Manzur, Lisan al-‘Arab, (Qahirah: Dar al-Hadits, 2003), hlm 321.
[5] Ibnu Hajr Al-Asqalani, Fathul Bari, Terj. Gazirah Abdi Ummah, (Jakarta_Pustaka Azzam, 2008), hlm 130.
[6] Majdi As-Sayyid Ibrahim, Fatwa-Fatwa Kontemporer Tentang Problematika Wanita, (Jakarta:Pustaka Firdaus, 1997), hlm. 221.
[7] Majdi As-Sayyid Ibrahim, Fatwa-Fatwa Kontemporer Tentang Problematika Wanita, (Jakarta:Pustaka Firdaus, 1997), hlm. 220.
[8] Majdi As-Sayyid Ibrahim, 50 Wasiat Rasulullah Saw Bagi Perempuan, Terj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar), hlm. 218.
[9] Said Agil Husin Munawar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 29.
[10] Indal Abror, Metode Pemahaman hadis, (Yogyakarta: Ilmu Hadis Press, 2017), hlm. 67.
[11] Indal Abror, Metode MEmahami Hadis, ( Yogyakarta: Ilmu Hadis Press, 2017), hlm.64-65.
[12] Said Agil, Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud..., hlm. 31.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Meniadakan "Time and Space" dalam Keluarga Rakhmad

Dewasa ini banyak orang yang memiliki semangat dalam menjalankan ajaran agama. Terutama dalam keluarga Rakhmad yang benar-benar mengama...