PENDAHULUAN
Dalam agama Islam,
perdebatan tentang aurat perempuan ramai diperbincangkan oleh para ulama. Ulama
juga berbeda pendapat dalam hal batasan-batasan aurat yang boleh dinampakkan.
Ada yang mengatakan seluruh tubuh ada juga yang mengatakan seluruh tubuh
kecuali wajah dan kedua belah telapak tangan. Aurat merupakan celaan dan aib
yang harus ditutupi supaya tidak menimbulkan fitnah bagi perempuan itu sendiri.
Zaman pra Islam, perempuan dianggap sebagai sumber bencana dan
masalah bagi kaum laki-laki bahkan disebut penggoda. Namun setelah datang
Islam, perempuan mempunyai posisi dan dihormati keberadaannya yaitu sebagai
pendamping bagi kaum laki-laki. Namun disamping itu ada hadis Rasulullah yang berbunyi “perempuan adalah aurat apabila ia keluar rumah maka setan akan
mengawasinya…” hadis ini terlihat tidak adil bagi perempuan
dan terlihat sangat tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan.
oleh karena itu penulis tertarik mengkaji hadis
tentang perempuan adalah aurat melalui studi kritik sanad dan matan sehingga
tidak mengalami kekeliruan dalam memahami matan hadis yang secara zhahir mengandung
makna ketidakadilan bagi kebanyakan perempuan pada masa kontemporer yang akses
pergerakannya tidak terbatas dirumah. Penulis
akan berusaha menelusuri dan mencari
data yang valid dengan terlebih dahulu melakukan takhrij hadis.
REDAKSI HADIS
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ
حَدَّثَنَا هَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ مُوَرِّقٍ عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ عَنْ
عَبدِ اللَّهِ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمَرْأَةُ
عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
(TIRMIDZI - 1093) : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Basyar, telah menceritakan kepada kami 'Amr bin 'Ashim telah menceritakan
kepada kami Hammam dari Qatadah dari Muwarriq dari Abu Al Ahwash dari Abdullah
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Perempuan
itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata
laki-laki." Abu Isa berkata; "Ini merupakan hadits hasan
gharib."[1]
A.
AURAT
1.
Pengertian Aurat
Secara etimologis,
kata “aurat” berarti malu, aib dan buruk. Kata “aurat yang berasal dari kata (عور), artinya hilang perasaaan, kalau
dikaitkan dengan mata, maka artinya mata itu hilang cahayanya dan lenyap
pandangannya. Ada juga yang mengatakan kata “aurat” berasal dari “aara”
(عار)
artinya menutup dan menimbul seperti menutup mata air dan menimbunnya. Dapat
diambil kesimpilan bahwa aurat adalah sesuatu ditutup sehingga tidak dapat
dilihat dan dipandang. Ada juga yang bependapat kata “aurat” berasal dari “a’wara”
(أعوار)[2],
yakni sesuatu yang jika dilihat akan mencemarkan. Jadi aurat adalah suatu
anggota badan yang harus ditutup dan dijaga sehingga tidak menimbulkan
kekecewaan dan rasa malu.
2.
Pendapat Ulama Mengenai Aurat
Perhiasan
perempuan itu ada dua macam, ada perhiasan
yang diluar dan ada perhiasan yang ada di dalam. Yang menjadi persoalan
ialah perhiasan luar yang tidak habis-habisnya diperdebatkan.
Menurut pendapat yang rajih mengatakan,
perhiasan bagian luar adalah wajah dan kedua telapak tangan. Temasuk sesuatu
yang meliputinya seperti cincin, gelang dan pewarna atau pacar. Adapun pendapat
beberapa ulama tentang aurat yang dikemukakan oleh Imam At-Thabarani “Syaikhul
Mufassirin”, mengatakan bahwa aurat yang berada pada bagian luar adalah wajah dan
kedua telapak tangan. Termasuk di dalamnya celak cincin, gelang dan pewarna
atau pacar. Hal ini dikarenakan ulama sepakat sebagaimana seorang perempuan
shalat yang menutup seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangan dan
juga perempuan harus menutu auratnya selain keduanya. Selain itu juga Nabi
Muhammad Saw. juga memperbolehkan perempuan menampakkan tangannya separuh hasta.
Dapat ditarik kesimpulan perempuan dan laki-laki boleh menampakkan tubuhnya
selama bukan termasuk kategori aurat. Sebab bagian tubuh yang bukan kategori
aurat itu tidak haram ditampakkan. Dalam firman Allah “kecuali yang biasa
terlihat”. Pendapat ini juga dipilih oleh Imam Al-Qurthubi, Imam Ar-Razi,
Imam Az-Zamakhsyari dan lainnya.[3]
Dengan
demikian, perempuan boleh menampakkan perhiasan luar selama tidak dikategorikan
sebagai bagian dari aurat baik di hadapan mahram atau bukan mahram.adapun
perhiasan dalam seperti rambut kepala, leher, tengkuk, dan gelang kaki wajib
ditutupi ketika berhadapan dengan laki-laki yang bukan mahram.
3.
Batasan-Batasan Aurat
Dalam
memahami tentu para ulama berbeda pendapat tetang batasan-batasan mengenai
aurat terlebih pada aurat perempuan. Adapun makna umum perbedaan ini tergantung
dengan siapa perempuan tersebut berhadapan. Jika diklasifikasikan aurat
perempuan dibagi menjadi dua, yaitu:
a.
Aurat perempuan ketika berhadapan kepada Allah
dengan kata lain katika seorang hamba melakukan shalat maka auratnya adalah
seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.
b.
Aurat perempuan ketika berhadapan dengan
mahramnya, dalam hal ini ulama berbeda pendapat
·
Menurut ulama Syafi’iyyah, aurat perempuan
ketika berhadapan dengan mahramnya adalah antara pusat dan lutut. Hal ini sama
dengan aurat laki-laki atau perempuan yang berhadapan dengan perempuan
·
Menurut ulama Malikiyyah dan Habillah
berpendapat bahwa aurat perempuan ketika berhadapan dengan mahramnya laki-laki
yaitu seluruh tubuhnya kecuali muka, leher, kepala dan kedua kakinya.[4]
Ayat
al-Qur’an juga menyebutkan siapa saja yang termasuk mahram bagi perempuann
sehingga auratnya tidak menjadi permasalahan.
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ
أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا
يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا
إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Dan katakan kepada perempuan yang
beriman, agar mereka menjaga pendangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat.
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya (auratnya)kecuali kepada suami mereka,atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami
mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara
laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka,atau sesama
perempuan sesama Islam mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para
pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan),
atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah
mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.
Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah,
wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.” (QS. An-Nur [24]:31)
Adapun
yang termasuk mahram menurut ayat al-Qur’an adalah
·
Suami
·
Ayah
·
Ayah suami
·
Putranya yang laki-laki
·
Putra suami
·
Saudara
·
Putra dari saudara
·
Putra dari saudari
·
Perempuan
·
Budaknnya
·
Laki-laki yang menyertainya yaitu laki-laki yang
tidak ada hasrat kepada perempuan
·
Anak kecil yang belum tahu tentang aurat
perempuan
·
Paman (saudara ayah)
·
Paman (saudara ibu)
Adapun
aurat dengan selain mahram, ulama juga berbeda pendapat tentang hal tersebut.
Namun ulama sepakat bahwa batasan aurat bagi seorang perempuan seluruh badan
kecuali wajah, kedua telapak tangan, kedua telapak kaki. Dan tidak halal bagi
laki-laki asing melihatnya. Hal ini berdasarkan firman Allah surah al-Ahdzab
ayat 59
يَا أَيُّهَا
النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ
عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا
يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا [5]
Artinya: “ wahai Nabi! Katakanlah
kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min,
“hendaklah ia menutupkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu
agar mereka lebih mudah dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah
maha pengampun maha penyayang.” (QS. Al-Ahdzab [33]: 59).
Namun
dalam ini ulama berbeda pendapat apakah dalam menentukan wajah, kedua telapak
tangan dan kedua telapak kali termasuk aurat atau tidak?. Tentang pembahasan
ini ada terdapat beberapa pendapat:
1.
Wajah dan kedua telapak tangan
bukan aurat. Ini adalah pendapat mazhab
jumhur, diantaranya Imam Malik Ibnu Hazm dari golongan Zhahiriyah dan sebagian
dari Syi’ah Zaidiah dan Imamah, Imam Syafi’i, dan ahmad dalam riwayat yang
masyhur, Hanafiyah dan Syi’ah Imamah dalam satu riwayat, para sahabat Nabi
Muhammad Saw. dan tabi’in, diantaranya Ali, Ibnu Abbas, Aisyah, Mujahid,
al-Hasan.
2.
Wajah, kedua telapak tangan dan
kedua telapak kaki tidak termasuk aurat, ini adalah pendapat dari Ats-Tsauri
dan Al-Muzani, Al-Hanafiah, dan Syi’ah Imamiah menurut riwayat yang shahih.
3.
Hanya wajah saja yang tidak termasuk
aurat, ini juga pendapat dari Imam Ahmad dalam satu riwayat dan ini pendapat
Daud Al-Zahiri serta sebagian Syi’ah Zaidiah.[6]
B.
TAKHRIJ HADIS
Takhrij
ini menggunakan CD ROM MAUSU’AH dengan menggunakan bi Alfadz عورة .
Dalam sofware ini yang berisi kutub at-Tis’ah, hanya diperoleh dari riwayat
Imam at-Timidzi dalam kitab Sunan al-Tirmidzi dengan kualitas hasan gharib.
Kitab
Sunan Tirmidzi
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ
حَدَّثَنَا هَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ مُوَرِّقٍ عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ عَنْ
عَبدِ اللَّهِ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمَرْأَةُ
عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
(TIRMIDZI - 1093) : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Basyar, telah menceritakan kepada kami 'Amr bin 'Ashim telah menceritakan
kepada kami Hammam dari Qatadah dari Muwarriq dari Abu Al Ahwash dari Abdullah
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Perempuan
itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata
laki-laki." Abu Isa berkata; "Ini merupakan hadits hasan
gharib."[7]
Sedangkan takhrij dengan menggunakan
Jawami’ Al-Kalim terdapat banyak hadis yang redaksinya sama.
Adapun hadis-hadis tersebut ialah
Kitab Shahih ibnu Khuzaimah
(1596)-
[1591] نا أَبُو مُوسَى، نا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، ثنا
هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ، عَنْ أَبِي الأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ قَالَ:
" إِنَّ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا
الشَّيْطَانُ، وَأَقْرَبُ مَا تَكُونُ مِنْ وَجْهِ رَبِّهَا وَهِيَ فِي قَعْرِ
بَيْتِهَا "
(1597)- [1592] نا
أَحْمَدُ بْنُ الْمِقْدَامِ، ثنا الْمُعْتَمِرُ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي يُحَدِّثُ،
عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَبِي الأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، عَنْ
رَسُولِ اللَّهِ أَنَّهُ
قَالَ: " الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، وَإِنَّهَا إِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا
الشَّيْطَانُ، وَإِنَّهَا لا تَكُونُ إِلَى وَجْهِ اللَّهِ أَقْرَبَ مِنْهَا فِي
قَعْرِ بَيْتِهَا "، أَوْ كَمَا قَالَ. [ ج
3 : ص 94
]
نا مُحَمَّدُ بْنُ
يَحْيَى، نا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ يَعْنِي الدِّمَشْقِيَّ، ثنا سَعْدُ بْنُ
بَشِيرٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ، عَنْ أَبِي الأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ، أَنَّ النَّبِيَّ قَالَ
بِمِثْلِهِ. وَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: وَإِنَّمَا قُلْتُ: وَلا، هَلْ سَمِعَ
قَتَادَةُ هَذَا الْخَبَرَ عَنْ أَبِي الأَحْوَصِ، لِرِوَايَةِ سُلَيْمَانَ
التَّيْمِيِّ هَذَا الْخَبَرَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَبِي الأَحْوَصِ ؛ لأَنَّهُ
أَسْقَطَ مُوَرِّقًا مِنَ الإِسْنَادِ، وَهَمَّامٌ، وَسَعِيدُ بْنُ بَشِيرٍ
أَدْخَلا فِي الإِسْنَادِ مُوَرِّقًا، وَإِنَّمَا شَكَكْتُ أَيْضًا فِي صِحَّتِهِ
لأَنِّي لا أَقِفُ عَلَى سَمَاعِ قَتَادَةَ هَذَا الْخَبَرَ مِنْ مُوَرِّقٍ
Kitab Shahih ibnu Hibban
(5714)- [12 : 412] أَخْبَرَنَا عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْهَمْدَانِيُّ، قَالَ:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْمِقْدَامِ الْعِجْلِيُّ، حَدَّثَنَا الْمُعْتَمِرُ
بْنُ سُلَيْمَانَ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي يُحَدِّثُ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَبِي
الأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: " الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، وَإِنَّهَا
إِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَإِنَّهَا لا تَكُونُ إِلَى وَجْهِ
اللَّهِ أَقْرَبَ مِنْهَا فِي قَعْرِ بَيْتِهَا "
(5715)- [5599] أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ خُزَيْمَةَ،
قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، قَالَ: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ
عَاصِمٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ
الْعِجْلِيِّ، عَنْ أَبِي الأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: "
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَأَقْرَبُ
مَا تَكُونُ مِنْ رَبِّهَا، إِذَا هِيَ فِي قَعْرِ بَيْتِهَا "
Kitab Al Bahru Az-Zaghar bi Musnad
(1840)- [2061] حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، قَالَ: نا عَمْرُو
بْنُ عَاصِمٍ، قَالَ: نا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ، عَنْ أَبِي
الأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: " إِنَّ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ، فَإِذَا
خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَأَقْرَبُ مَا تَكُونُ مِنْ وَجْهِ
رَبِّهَا وَهِيَ فِي قَعْرِ بَيْتِهَا ". [ ج 5 : ص
428 ]
وَحَدَّثَنَاهُ
مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، قَالَ: نَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، قَالَ: نَا
الْمُعْتَمِرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَبِي
الأَحْوَصِ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، عَنِ النَّبِيِّ بِمِثْلِهِ. وَحَدِيثُ مُوَرِّقٍ، عَنْ أَبِي الأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ، " أَنَّ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ ". لا نَعْلَمُ رَوَاهُ عَنْ
قَتَادَةَ إِلا هَمَّامٌ
(1843)- [2065] وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ: " إِنَّ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتْ
مِنْ بَيْتِهَا اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ ". وَهَذِهِ الأَحَادِيثُ أَخْرَجَهَا لَنَا الْجَرَّاحُ بْنُ
مَخْلَدٍ مِنْ كِتَابِ [ ج 5 : ص 429 ]
ذَكَرَ أَنَّهُ أَصْلُهُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ عَاصِمٍ،
مُدْرَجَةٌ بِإِسْنَادٍ وَاحِدٍ، فَأَنْكَرْنَا عَلَيْهِ حَدِيثَ صَلاةِ
الْوُسْطَى صَلاةُ الْعَصْرِ، وَكَانَ هَذَا الْكَلامُ فِي وَسَطِ الأَحَادِيثِ،
وَلَمْ أَرَ أَحَدًا تَابَعَ الْجَرَّاحَ عَلَى هَذِهِ الرِّوَايَةِ
Kitab Ittihafu Al Mahrah
(12438)- [-10 ] حديث ( خز حب كم ): إن المرأة عورة، فإذا خرجت استشرفها
الشيطان. .. . الحديث. خز في الإمامة: ثنا أحمد بن المقدام، ثنا المعتمر، سمعت أبي
يحدث، عن قتادة، عن أبي الأحوص، به. وعن أبي موسى، وبندار، عن عمرو بن عاصم، عن
همام، وعن محمد بن يحيى، عن محمد بن عثمان الدمشقي، عن سعيد بن بشير، كلاهما عن
قتادة، عن مورق، عن أبي الأحوص. ولا أقف أيضا على سماع قتادة من مورق. وأعاده في
التوحيد: عن أبي موسى، بإسناده. حب في الصلاة، وفي التاسع والثمانين من الأول: أنا
ابن خزيمة، ثنا محمد بن المثنى، به. وفي السادس والسبعين من الثالث: أنا عمر بن
محمد الهمداني، ثنا أحمد بن المقدام، به. كم في الإمامة: ثنا محمد بن عبد الله،
ثنا أحمد بن مهدي بن رستم، ثنا عمرو بن عاصم، ببعضه صلاة المرأة في بيتها أفضل من
صلاتها في حجرتها. .. الحديث. وقال: صحيح على شرط الشيخين
Kitab Al Mu’jam Al-Ausath Litthair
(2974)- [2890] وَبِهِ: عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ،
عَنْ أَبِيهِ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ قَالَ:
" الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، وَإِنَّهَا إِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا
الشَّيْطَانُ، وَإِنَّهَا لا تَكُونُ أَقْرَبَ إِلَى اللَّهِ مِنْهَا فِي قَعْرِ
بَيْتِهَ ا "
(8311)- [8096] حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ هَارُونَ، نا مُحَمَّدُ بْنُ
أَبَانَ الْوَاسِطِيُّ، نا سُوَيْدٌ أَبُو حَاتِمٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ
مُوَرِّقٍ الْعِجْلِيِّ، عَنْ أَبِي الأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
مَسْعُودٍ، عَنِ النَّبِيِّ قَالَ:
" الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، وَإِنَّهَا إِذَا خَرَجَتْ مِنْ بَيْتِهَا
اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَإِنَّ أَقْرَبَ مَا تَكُونُ إِلَى اللَّهِ فِي
قَعْرِ بَيْتِهَا "، لَمْ يَرْوِ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ قَتَادَةَ، إلا
سُوَيْدٌ أَبُو حَاتِمٍ وَهَمَّامٌ وَسَعِيدُ بْنُ بَشِيرٍ، تَفَرَّدَ بِهِ عَنْ
هَمَّامٍ: عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ الْكِلابِيُّ، وَتَفَرَّدَ بِهِ عَنْ سَعِيدٍ:
أَبُو الْجَمَاهِرِ
Kitab Al Kabir
(9973)- [10115] حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ هَارُونَ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ
أَبَانَ الْوَاسِطِيُّ، ثنا سُوَيْدٌ أَبُو حَاتِمٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ
مُوَرِّقٍ الْعِجْلِيِّ، عَنْ أَبِي الأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
مَسْعُودٍ، عَنِ النَّبِيِّ قَالَ:
" الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، وَإِنَّهَا إِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا
الشَّيْطَانُ، وَإِنَّهَا أَقْرَبُ مَا تَكُونُ إِلَى اللَّهِ وَهِيَ فِي قَعْرِ
بَيْتِهَ ا "
Kitab Juz’u Min Hadis Abi Bakr
(7)- [7 ] حدثنا عبدان، ثنا هشام بن عمار، ثنا الوليد بن مسلم، ثنا
سعيد بن بشير، عن قتادة، عن مورق العجلي، عن أبي الأحوص، عن عبد الله رضي الله
عنه، قال: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: " الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا
الشَّيْطَانُ، فَلا تَكُونُ مِنَ اللَّهِ أَقْرَبَ مِنْهَا فِي قَعْرِ بَيْتِهَا "
Kitab Ats -Tsalasah ‘Asyara Min Fawaid
(7)- [7 ] حَدَّثَنَا عَبْدَانُ، ثنا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، ثنا
الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، ثنا سَعِيدُ بْنُ بَشِيرٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ
مُوَرِّقٍ الْعِجْلِيِّ، عَنْ أَبِي الأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: " الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، فَلا
تَكُونُ مِنَ اللَّهِ أَقْرَبَ مِنْهَا فِي قَعْرِ بَيْتِهَا "
Kitab At-Thuyuriyat
(418)- [3 : 982] أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ، حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سُلَيْمَانَ بْنِ الأَشْعَثِ إِمْلاءً، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ
بْنُ مَنْصُورِ بْنِ سَيَّارٍ، وَإِبْرَاهِيمُ بْنُ يَعْقُوبَ الْجَوْزَجَانِيُّ،
وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ الدَّقِيقِيُّ، قَالُوا: حَدَّثَنَا [ ج 3 : ص
983 ]
عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، عَنْ
قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ الْعِجْلِيِّ، عَنْ أَبِي الأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: " إِنَّمَا الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتْ مِنْ بَيْتِهَا
اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَأَقْرَبُ مَا يَكُونُ مِنْ رَبِّهَا، مَا كَانَتْ
فِي قَعْرِ بَيْتِهَا "
Kitab Tauhid
Li Ibni Khuzaimah
(23)- [23] حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى،
قَالَ: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، قَالَ: ثنا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ،
عَنْ مَوْرُوقٍ، عَنْ أَبِي الأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: "
إِنَّ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ،
وَأَقْرَبُ مَا تَكُونُ مِنْ وَجْهِ رَبِّهَا وَهِيَ فِي قَعْرِ بَيْتِهَا "
Kitab Ausath Fi Sunan
(2029)- [2081] حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، قَالَ: ثنا
الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ، قَالَ: ثنا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، قَالَ: ثنا هَمَّامٌ،
عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ الْعِجْلِيِّ، عَنْ أَبِي الأَحْوَصِ الْجُشَمِيِّ،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ قَالَ:
" إِنَّ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ وَإِنَّهَا إِذَا خَرَجَتْ مِنْ بَيْتِهَا
اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، فَأَقْرَبُ مَا تَكُونُ إِلَى وَجْهِ اللَّهِ وَهِيَ
فِي قَعْرِ بَيْتِهَا "
Kitab Al-Mahalli Bil Itsar
(730)- [3 : 116] حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ نُبَاتٍ،
حَدَّثَنَا عَبَّاسُ بْنُ أَصْبَغَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ قَاسِمٍ،
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ السَّلَامِ الْخُشَنِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ الْكِلَابِيُّ، حَدَّثَنَا
هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ الْعِجْلِيّ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: " إِنَّمَا الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ،
فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَأَقْرَبُ مَا تَكُونُ مِنْ
وَجْهِ رَبِّهَا وَهِيَ فِي قَعْرِ بَيْتِهَا، صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي
مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا، وَصَلَاتُهَا فِي بَيْتِهَا
أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي حُجْرَتِهَا ". قَالَ عَلِيٌّ: هَكَذَا
بِذِكْرِ الْمَخْدَعِ لَيْسَ فِيهِ لِلْمَسْجِدِ ذِكْرٌ أَصْلًا، ثُمَّ لَوْ صَحَّ
فِيهِ أَنَّ صَلَاتَهَا فِي بَيْتِهَا، أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي مَسْجِدِهَا،
وَهَذَا لَا يُوجَدُ أَبَدًا مِنْ طَرِيقٍ فِيهَا [ ج 3 : ص
117 ]
خَيْرٌ، لَمَا كَانَتْ فِيهِ حُجَّةٌ، لِأَنَّهُ كَانَ يَكُونُ
مَنْسُوخًا بِلَا شَكٍّ، بِمَا ذَكَرْنَا مِنْ تَرْكِهِ عَلَيْهِ السَّلامُ
لَهُنَّ، يَتَكَلَّفْنَ التَّكَلُّفَ فِي الْغَبَشِ، رَاغِبَاتٍ فِي الصَّلَاةِ
فِي الْجَمَاعَةِ مَعَهُ إِلَى أَنْ مَاتَ عَلَيْهِ السَّلامُ، فَهَذَا آخِرُ
الْأَمْرِ بِلَا شَكٍّ ! قَالَ عَلِيٌّ: مَسْجِدُهَا هَهُنَا هُوَ مَسْجِدُ
مَحَلَّتِهَا، وَمَسْجِدُ قَوْمِهَا، وَلَا يَجُوزُ أَنْ يُظَنَّ أَنَّهُ مَسْجِدُ
بَيْتِهَا، إِذْ لَوْ كَانَ ذَلِكَ، لَكَانَ عَلَيْهِ السَّلامُ قَائِلًا:
صَلَاتُكَ فِي بَيْتِكَ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِكَ فِي بَيْتِكَ، وَهَذِهِ لُكْنَةٌ
وَعِيٌّ، حَرَامٌ أَنْ يُنْسَبَا إِلَيْهِ عَلَيْهِ السَّلامُ ! وَبِقَوْلِنَا
قَالَ الْأَئِمَّةُ
Kitab Al-Kamil
Fi Du’afa Ar-Rijal
(3956)- [4 : 488] ثَنَا عَلِيُّ بْنُ سَعِيدِ بْنِ بَشِيرٍ، ثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ أَبَانٍ الْوَاسِطِيُّ، ثَنَا سُوَيْدٌ أَبُو حَاتِمٍ، ثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ
أَبِي الأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: " الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، وَإِنَّهَا إِذَا خَرَجَتْ مِنْ
بَيْتِهَا اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، فَإِنَّهَا أَقْرَبُ مَا تَكُونُ مِنَ اللَّهِ
فِي قَعْرِ بَيْتِهَا "
Kitab Al Ilal Al-Waridah Fi Al-Hadis
(1217)- [905 ] وَسُئِلَ عَنْ حَدِيثِ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ: " الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا
الشَّيْطَانُ "، الْحَدِيثَ. فَقَالَ: يَرْوِيهِ قَتَادَةُ وَاخْتُلِفَ
عَنْهُ، فَرَوَاهُ هَمَّامٌ، وَسَعِيدُ بْنُ بَشِيرٍ، وَسُوَيْدُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ مُوَرِّقٍ الْعِجْلِيِّ، عَنْ أَبِي
الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ وَرَوَاهُ سُلَيْمَانُ التَّيْمِيُّ، عَنْ
قَتَادَةَ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ لَمْ يَذْكُرْ بَيْنَهُمَا مُوَرِّقًا،
وَرَفَعَهُ أَيْضًا، [ ج 5 : ص 315 ]
وَرَوَاهُ حُمَيْدُ بْنُ هِلَالٍ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ مَوْقُوفًا، وَرَوَاهُ أَبُو إِسْحَاقَ السَّبِيعِيُّ، عَنْ
أَبِي الْأَحْوَصِ وَاخْتُلِفَ عَنْهُ، فَرَفَعَهُ عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، عَنْ
شُعْبَةَ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، وَوَقَفَهُ غَيْرُهُ مِنْ أَصْحَابِ شُعْبَةَ،
وَكَذَلِكَ رَوَاهُ إِسْرَائِيلُ، وَغَيْرُهُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ مَوْقُوفًا،،
مِنْ حَدِيثِ أَبِي إِسْحَاقَ، وَحُمَيْدِ بْنِ هِلالٍ، وَرَفَعَهُ، صَحِيحٌ مِنْ
حَدِيثِ قَتَادَة
C.
‘ITIBAR SANAD
‘Itibar
sanad tentang wanita adalah aurat hanya memiliki satu jalur sanad yaitu dari
riwayat Imam at-Tirmidzi sehingga sanad tersebut dikatakan sanad wahid (satu
jalur sanad). Melalui penelitian dengan CD ROM Mausu’ah dengan 9 kitab induk hadis. Nampak bahwa
Nabi Muhammad Saw. meriwayatkan hadis “perempuan adalah aurat jika ia keluar
rumah maka setan akan mengawasinya”. Hanya memiliki satu riwayat yaitu dari
jalur sahabat Andullah bin Mas’ud, sehingga hadis ini tidak memiliki syahid.
Namun setelah diteliti menggunakan Gawami’ Al-Kalim pada kitab yang lain
terdapat jalur kedua sampai ketujuh hadis ini memilki mutabi’. Untuk itu penulis tidak hanya melakukan takhrij dengan CD ROM
Mausu’ah namun juga dengan Gawam’ Al-Kalim. Sehingga redaksi hadis yang setema
juga terdapat dalam sejumlah kitab hadis lainnya selain Kutub at-Tis’ah.
Berikut skema sanadnya
D.
KRITIK SANAD
NO.
|
NAMA PERAWI
|
URUTAN SEBAGAI PERAWI
|
URUTAN SEBAGAI SANAD
|
1.
|
Abdullah
|
Perawi I
|
Sanad VII
|
2.
|
Abu Al-Ahwash
|
Perawi II
|
SanadVI
|
3.
|
Muwarriq
|
Perawi III
|
Sanad V
|
4.
|
Qatadah
|
Perawi IV
|
Sanad IV
|
5.
|
Hammam
|
Perawi V
|
Sanad III
|
6.
|
‘Amr bin ‘Ashim
|
Perawi VI
|
Sanad II
|
7.
|
Muhammad bin Basyar
|
Perawi VII
|
Sanad I
|
8.
|
Tirmidzi
|
Perawi VIII
|
mukharrij
|
1.
At
Tirmidzi
a.
Nama
lengkap : Muhammad bin Isa bin
Saurah bin Musa bin al-Dhahak al-SUlami al-Dharir al-Bughi al-Timidzi
c.
Kunyah
atau laqab : Abu ‘Isa
d.
Guru : Qutaibah ibn Sa’id, Muhammad bin Basyar,
Ali bin hajar
e.
Komentar
ulama : Ibnu Hibban (mencantumkan dalam al-Tsiqah),
Abu Hatim (shaduq), An-Nasa’i (Salih)[9]
2.
Muhammad
bin Basyar
a.
Nama
lengkap : Muhammad bin Basyar bin Utsman bin Daud bin Kaisan al- ‘Abdi
b.
Kalangan :
Tabiut Tabi’in kalangan biasa
c.
Tahun
wafat : 213 H
d.
Kunyah
:
Abu Bakar
e.
laqab :
Al-Bashri Bundar
f.
Guru : Ibrahim
bin ‘Umar bin ABi Wadzir, Azhar bin Sa’ad as-Samman, Umayyah bin Khalid, Badal
bin Muhabbar, ‘Amru bin ‘Ashim al-Kilaby, Quraisy bin Anas
g.
Murid : Jama’ah,Ibrahim
bin Ishaq al-Harby, Ishaq bin Ibrahim al-Busty al-Qadiy, Ja’far bi Ahmad
al-Syamaty, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah. [10]
h.
Komentar
ulama : Ibnu
Hajar al-Asqalani (Shaduuq), An-Nasa’i ( laisa bihi ba’as
3.
‘Amr
bin ‘Ashim
a.
Nama
lengkap : ‘Amru bin ‘Asim bin ‘Ubaidillah bin Wazi’
b.
Kalangan :
Tabiut Tabi’in kalangan biasa
c.
Tahun
wafat : 213 H
d.
Kunyah
: Abu Utsman
e.
Guru : Hammam, ‘Umar bin Abu Zaidah, ‘Imran al- Qhattan
g.
Komentar
ulama : Yahya bin Ma’in ( shalih), An-Nasa’i (
laisa bihi ba’as), Adz-Zahabi ( hafidz)
4.
Hammam
a.
Nama
lengkap : Hammam bin Yahya bin Dinar
b.
Kalangan :
Tabi’in tidak jumpa dengan sahabat
c.
Tahun
wafat : 165 H
d.
Kunyah
: Abu ‘Abdullah
e.
Guru : Qatadah, Qasim bin Abi Wahid, ‘Ali bin Zaid.
f. Komentar ulama : Ahmad bin
Hanbal (tsiqah), Yahya bin Ma’in (tsiqah), Ibnu Sa’d (tsiqah).
[13]
5.
Qatadah
a.
Nama
lengkap : Qatadah bin Da’ bin Qatadah bin ‘Aziz bin
‘Amr bin Rabi’ah
b.
Kalangan :
Tabi’in kalangan biasa
c.
Tahun
wafat : 117 H
d.
Kunyah
atau laqab : Abu Al-Khaththab
e.
Guru : Muwarriq bin Misymaraj bin ‘Abdillah, Musa bin Salamah, Maimun Abi ‘Abdillah
g.
Komentar
ulama : Yahya bin Ma’in (Tsiqah), Muhammad bin
Sa’d ( tsiqah ma’mun), Ibnu Hajar al-Asqalani (tsiqah tsabat)[15]
6.
Muwarriq
a.
Nama
lengkap : Muwarriq bin Misymaraj bin ‘Abdillah
b.
Kalangan :
Tabi’ut Atba’ kalangan tua
c.
Tahun
wafat : 105 H
d.
Kunyah : Abu Mu’tamir
e.
Guru : Abu Al-Ahwash, Abu Darda’, Muhammad bin Sirin.
g.
Komentar
ulama : An-Nasa’i (Tsiqah), Al-Ijli ( Tsiqah),
Ibnu Hajar al-Asqalani (Tsiqah ahli ibadah)[17]
7.
Abu
Al-Ahwash
a.
Nama
lengkap : ‘Auf bin Malik bin Khadij bin Habib bin
Nadlolah
b.
Kalangan :
Tabi’in kalangan pertengahan
c.
Tahun
wafat : 90 H
d.
Kunyah : Abu Al-Ahwash
e.
Guru : ‘Abdullah bin Mas’ud, ‘Urwah bin Mughirah bin Syu’bah, ‘Ali bin Abi Thalib.
f.
Murid : Muwarriq bin Misymaraj bin
‘Abdillah
, ‘Imarah bin ‘Umair, Abu Ishaq.[18]
g.
Komentar
ulama : Yahya bin Ma’in (Tsiqah), Ibnu
Hibban (disebutkan dalam ats tsiqah),
Ibnu Hajar al-Asqalani ( tsiqah), Adz-Zahabi (mereka mentsiqahkan).[19]
8.
Abdullah
a.
Nama
lengkap : Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil
bin Habib
b.
Kalangan :
Sahabat
c.
wafat : 32 H
d.
Kunyah
:
Abu ‘Abdur Rahman
e.
Guru : Nabi Muhammad Saw, Sa’ad bin Mu’adz al-Anshory, Umar bin ‘Abdul Khattab.
f.
Murid : ‘Umair Maula Ibnu Mas’ud, ‘Imran bin Husain, Auf
bin Malik bin Khadij bin Habib bin Nadlolah.[20]
g.
Komentar
ulama : Sahabat dinilai adil
Analisis Sanad
Hadis yang diriwayatkan oleh Tirmudzi adalah hadis yang sanadnya bersambung.
Dapat dilihat bahwa Turmudzi berguru dengan Muhammad bin Basyar dan juga
Muhammad bin Basyar mempunyai murid dalam bentuk jama’ah. Kemudian guru
Muhammad bin Basyar adalah ‘Amru bin ‘Ashim al-Kilaby sedangkan murid ‘Amru bin
‘Ashim salah satunya adalah Muhammad bin Basyar. Adapun Guru ‘Amru bin ‘Ashim
yaitu Hammam dan setelah diteliti ‘Amru bin ‘Ashim adalah murid dari Hammam.
Sedangkan Guru Hammam adalah Qatadah yang diakui oleh Qatadah bahwa Hammam
adalah muridnya. Qatadah juga memiliki banyak guru, salah satunya Muwarriq bin
Misymaraj bin ‘Abdillah. Muwariq juga memiliki murid bernama Qatadah dan guru
bernama Abu Al-Ahwash. Adapun Abu
Al-‘Ahwash juga memiliki murid Muwarriq dan guru bernama ‘Abdullah bin Mas’ud.
Dan yang terakhir yaitu Abdullah yang memiliki murid bernama Auf bin Malik bin Khadij bin Habib bin
Nadlolah (Abu al-Ahwash) dan guru ‘Abdullah adalah Nabi Muhammad Saw.
Hasil analisis sanad
Setelah
melakukan penelitian, bahwa hadis “perempuan adalah aurat” hadisnya bersandar
kepada Nabi Muhammad Saw. tang berkategori marfu’. Masing-masing
perawi ada keterkaitan antara murid dan guru. Dan masuk kategori hadis ahad dalam
tinjauan jumlah perawi yang meriwayatkan hadis diatas, dan hanya diriwayatkan
oleh saru sahabat yaitu ‘Abdullah bin Mas’ud bahkan tabi’tabi’in diriwayatkan
oleh satu perawi saja . sehingga hadis ini dinilai hadis gharib.
E.
KRITIK MATAN
Dalam
hal kritik matan, terdapat banyak metode yang ditawarkan oleh ulama-ulama Hadis. Demikian juga dengan Muhammad Al-Ghazali
yang memiliki metode tersendiri dalam menguak makna yang terdapat dalam sebuah
hadis. Menurut Muhammad al-Ghazali, ada lima kreteria keshahihan suatu hadis,
tiga terkait dnegan sanad dan kedua terkait dengan matan. Tiga kreteria yang
terkait dengan sanad yaitu : (1) periwayat harus orang yang Dhabith, (2)
periwayat harus ‘adil dan , (3) kreteria pertama dan yang kedua harus
ada pada seluruh jalur sanad.[21]
Adapun metode yang Muhammad al-Ghazali tawarkan sebagai berikut:
1.
Pengujian dengan Al-Qur’an
2.
Pengujian
dengan hadis
3.
Pengujian
dengan fakta historis
4.
Pengujian
dengan kebenaran ilmiah
Namun
penulis akan memakai tiga metode dalam kritik matan hadis ini
1.
Pengujian dengan Al-Qur’an
Muhammad al-Ghazali sangat mengecam
keras orang-orang yang memahami dan mengamalkan hadis hanya secara tekstual
hadis-hadis yang shahih sanadnya sedangkan tidak melakukan pengujian terhadap
al-Qur’an. Adapun dalil yang berkaitan dengan aurat dalam firman Allah telah
disebutkan dalam al-Qur’an surah An-Nur ayat 31
وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ
عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ
آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي
أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ
التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ
الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ
بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى
اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Dan katakan kepada perempuan yang
beriman, agar mereka menjaga pendangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat.
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya (auratnya)kecuali kepada suami mereka,atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami
mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara
laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka,atau sesama
perempuan sesama Islam mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para
pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan),
atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka
menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.
Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah,
wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.” (QS. An-Nur [24]:31)
Quraish
Shihab menafsirkan surah an-Nur ayat 31 ini dalam kitab tafsirnya al-Misbah
yaitu bahwa ayat ini adalah seruan untuk perempuan-perempuan mukminah untuk
menahan pandangan dan memelihara kemaluannya sebagai mana hal tersebut juga
diperintakan untuk laki-laki. Dan disamping itu janganlah menampakkan
perhiasan kecuali yang biasa terlihat tanpa maksud ditampak-tampakan. Dalam
hal ini, salah satu hiasan pokok wanita adalah dada sehingga ayat ini
dilanjutkan dengan hendaknya mereka menutupkan kain kerudung mereka ke dada
mereka. Dan diperintahkan juga wahai Nabi, janganlah menampakkan
perhiasan , yaitu keindahan kecuali kepada suami mereka. Sealanjutnya
ayat ini menyebutkan orang-orang yang menjadi mahram bagi wanita tersebut
sehingga hal tersebut tidak tergolong aurat jika terlihat.
Jadi
dalam tafsir ini, tentu aurat yang dimaksud pada perempuan
tidak secara menyeluruh. Namun ada
bagian-bagian yang boleh terlihat saja. Tapi bagaimana dengan bagaian yang
tidak disebut langsung dalam al-Qur’an. Tentu saja, wanita-wanita mempunyai
kewajiban memelihara hiasannya sehingga tidak terlihat kecuali seperti yang
diistilahkan إلا
ما ظهر منها.[22]
وَقَرْنَ فِي
بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ
الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ
اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Artinya: “ Dan hendaklah kamu
tetap dirumahmu, dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti
orang-orang jahiliyah dulu, dan laksanakanlah shalat, tunaikan zakat, dan
taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan
dosa dari kamu, wahai ahl bait, dan bersihkanlah kamu sebersih-bersihnya (QS. Al-Ahdzab [33]:33)
Dalam tafsir fii
Zhilal al-Qur’an, tafsir dari hendaklah kamu
tetap dirumahmu menurut Sayyid Qutb adalah
bukan tinggal dan menetap untuk
selamanya di rumah tanpa keluar sama sekali. Tetapi hal ini menjadi isyarat
bahwa mereka adalah pondasi pokok bagi kehidupan mereka. Rumah adalah tempat
primer dan kehidupan sedangkan yang lain adalah hanya kebutuhan sekunder. Sehingga
kahadiran wanita dalam rumah lebih dibutuhkan daripada berada diluar rumah.[23]
Dan al-Qur’an surah al-Ahdzab ayat 59
يَا أَيُّهَا
النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ
عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا
يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya: “ wahai Nabi! Katakanlah
kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min,
“hendaklah ia menutupkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu
agar mereka lebih mudah dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah
maha pengampun maha penyayang.” (QS. Al-Ahdzab [33]: 59).
2.
Pengujian
dengan hadis
Setelah dilakukan
takhrij dalam 9 kitab induk, hanya ditemukan satu jalur sanad yang diriwayatkan
oleh Tirmidzi. Namun setelah ditelusuri hadis ini juga terdapat dalam kitab
hadis yang lain seperti dalam shahih Ibnu Khuzaimah, shahih Ibnu Hibban dan
lainnya yang bersatatus lebih tinggi yaitu hadis Shahih li gairihi. berikut
hadisnya
نا
أَحْمَدُ بْنُ الْمِقْدَامِ، ثنا الْمُعْتَمِرُ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي يُحَدِّثُ،
عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَبِي الأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، عَنْ
رَسُولِ اللَّهِ أَنَّهُ قَالَ: " الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، وَإِنَّهَا إِذَا خَرَجَتِ
اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَإِنَّهَا لا تَكُونُ إِلَى وَجْهِ اللَّهِ
أَقْرَبَ مِنْهَا فِي قَعْرِ بَيْتِهَا "
“telah menceritakan kepada Ahmad bin
al-Miqdam, telah menceritakan al-Mu’tamir ia berkata: aku mendengar hadis dari
ayahku, ia menceritakan dari Qatadah, dari Abi al-Ahwash, dari Abdullah bin
Mas’ud, dari Rasulullah Saw bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: sesungguhnya
wanita itu aurat, apabila ia keluar rumah, maka setan pasti akan menyertainya.
Dan perempuan itu akan dapat dengan tuhannya manakala ia berada di dalam rumahnya[24]
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ
بْنِ خُزَيْمَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، قَالَ:
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا هَمَّامٌ، عَنْ قَتَادَةَ،
عَنْ مُوَرِّقٍ الْعِجْلِيِّ، عَنْ أَبِي الأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ
النَّبِيِّ قَالَ: " الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا
الشَّيْطَانُ، وَأَقْرَبُ مَا تَكُونُ مِنْ رَبِّهَا، إِذَا هِيَ فِي قَعْرِ
بَيْتِهَا "
“telah menceritakan ,Muhammad bin
Ishaq bin Khuzaimah, ia berkata: telah menceritakan Muhammad bin al-Mutsanna,
ia berkata : telah menceritakan A’mr bin
‘Ashim, ia berkata: telah menceritakan Hammam, dar Qatadah, dari Muwarriq
al-Ijliy, dari Abi al-Ahwas, dari Abdullah, dari Nabi Saw bersabda: sedangkan
tempat paling terdekat bagi perempuan dengan tuhannya adalah di dalam rumah.[25]
3.
Pengujian
dengan fakta historis
Hadis
yang diteliti tidak bertentangan dengan fakta historis. Berdasarkan data
sejarah, diceritakan oleh al-Syafi’i riwayat hadis dari Sa’id Ibn Abi Hilal
dari Muhammad Ibnu ‘Abdillah ibn Qais bahwa ada beberapa orang sahabat datang
kepada Nabi Muhammad Saw. dan bertanya sesungguhnya para istri kami meminta
untuk ke mesjid, kemudian Nabi bersabda: “tahanlah mereka itu”kemudian
para istri itu kembali kepada suami mereka. Sahabat bertanya lagi, ya
Rasulullah, istri kami minta izin kepada kami sehinga kami keluar bersamanya
menuju mesjid, maka Nabi bersabda, ”apabila kamu mengutus mereka maka
untuslah menreka dengan pendampingnya (mahramnya).” Hadis ini dimaksudkan
bawa wanita adalah aurat yang harus dijaga, namun boleh keluar apabila
diizinkan suami mereka atau mahram yang mendampingi sehingga tidak terjadi
fitnah. Alasan mengapa shalat di tempat yang tersembunyi lebih utama, adalah
karena rasa aman dari fitnah di tempat yang terbuka. Hal ini semakin dipertegas
setelah mucul perilaku yang tidak baik dari sebagian perempuan, seperti
menampakkan perhiasan dan berdandan.[26]
Hadis
mengenai aurat ini juga untuk mengangkat derajat wanita pada masa saat itu.
Jika dilihat dari adat kebiasaan orang-orang jahiliyah yang sangat memandang
rendah derajat manusia dan membunuh bayi-bayi perempuan yang baru lahir serta
memperjualbelikan wanita untuk pemuas nafsu laki-laki. Tentu hal ini menjadi
perhatian untuk kaum perempuan yang mana kehormatannya tidak terjamin jika ia
keluar dari rumahnya. Setan yang disebutkan dalam hadis tersebut seperti suatu
bahaya yang akan menimpa karena perempuan memiliki daya tarik bagi setiap
laki-laki yang memandangnya. Untuk menghindari bahaya yang jauh lebih besar,
Nabi dalam redaksi hadisnya mengatakan bahwa " perempuan itu
adalah aurat. Jika dia keluar
maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki."
4.
Pengujian
dengan kebenaran ilmiah
Sinar
matahari dapat memenuhi vitamin D bagi tubuh. Sinar matahari juga sangat bagus
untuk anak yang sedang masa pertumbuhan. Vitamin D bisa membantu pembentukan
tulang sementara pada orang dewasa yang kekurangan vitamin D akan menyebabkan
tulang keropos.
Terlepas
dari berbagai keuntungan yan diperoleh dari sinar matahari, ternyata sinar
matahari juga dapat menyebabkan penuaan bagi kulit. Seiring dengan berjalannya
waktu, sinar ultraviolet akan merusak serat kolagen dan elastin (lapisan dermis
kulit). Akibat yang ditimbulkan kulit tampak keriput, kendur dan pori-pori
membesar. Kulit juga lebih mudha memar karena kehilangan bantalan kulit
tersebut. Selain itu, radiasi darai ultraviolet yang dipancarkan matahari dapat
menembus kulit dan menyebabkan terjadinya kanker kulit. Terlalu banyak radiasi
ultraviolet akan merusak genetik yang ada di sel kulit. Jika pertumbuhan
tersebut tidak terkendali lagi maka akibat fatalnya adalah akan terjadi kanker
kulit. Perlu diketahui bahwa kaker kulit saat ini menjadi kanker yang paling
sering muncul dan angkanya terus meningkat.[27]
Untuk
itu, hadis tentang perempuan adalah aurat bisa diaplikasikan untuk tidak
membuka aurat ketika berada di luar rumah. Jika mendesak untuk ke luar rumah
maka tutulah aurat seluruh tubuh kecuali yang terbiasa terlihat untuk
mengurangi angka tingginya kanker kulit.
KESIMPULAN
Setelah
melakukan penelitian serta melakukan kritik sanad dan matan tentang hadis
perempuan adalah aurat. Dalam disimpulkan:
Dari
segi kualitas, hadis “perempuan adalah aurat” dapat bahwa kesuluruhan sanad
tidak sampai kepada derajat hadis shahih, melainkan masih pada derajat hasan
saja. Yaitu karena salah satu periwayat yang kedhabittannya dianggap
belum sempurna yaitu Muhamad bin Basyar. Kemudian ditinjau dari isi termasuk kategori
hadis qauli. Hadis ini bersandar langsung kepada nabi Muhammad Saw.
melalui sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud. Dan juga ditinjau dari jumlahnya
periwayat yang terdapat dalam sanad, hadis ini hanya diriwayatkan oleh satu
sahabat ‘Abdullah bin Ma’ud bahkan sampai tabi’ al-tabi’in diriwayatkan
oleh satu perawi saja. Oleh karena itu hadis ini dinilai sebagai hadis gharib
bagian dari hadis ahad. Adapaun Matan hadis entang wanita adalah
aurat dinilai shahih al-matn karena tidak bertentangan dengan al-Qur’an,
hadis Nabi, fakta historis dan kebenaran ilmiah.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 2009. Fath al-Bari
Syarah Shahih al-Bukhari. Jakarta: Pustaka Azzam
Al-Haitsami. T.th. Muwarriq al-Zaman ila Zawa’id ibn Hibban.
Dar al-Kitab al-‘Ilmiyah
Al-Khasyt, Muhammad Utsman. 2010. Fiqih
Wanita Empat Madzhab. Bandung: Khazanah Intelektual.
Al-Mizzy, Jamaluddin
abi al-Hajjaj Yusuf. 1983. Tadzhib al-Kamal. Beirut : Muassasah al-Risalah
CD ROM MAUSU’AH
Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin. 2009. Studi
Kitab Hadis.Yogyakarta: Teras
Jawami al-Kalim
LIDWA
Manzhur, Ibnu. Lisan al-Arab.
Al-Qahira; Dar al-Ma’arif
Muhammad, Abu Bakar. T. Th. Shahih Ibnu
Khuzaimah. Beirut: al-Maktab al-Islami
Yanggo, Huzaemah Tahido. 2010. Fiqih
Perempuan Kontemporer. Bogor: Ghalia Indonesia Anggota Ikapi
Diakses tanggal 23 Mei 2018. https://lifestyle.okezone.com/read/2016/08/05/481/1456069/kenali-bahaya-sinar-matahari-bagi-kulit
[1] LIDWA
[2]
Ibnu Manzhur, Lisan al-Arab, (AL-Qahira: Dar al-Ma’arif, t.th jilid 5),
hlm. 3164-3167.
[3][3]
Muhammad Utsman al-Khasyt, Fiqih Wanita
Empat Mazhab, (Bandung: Khazanah Intelektual, 2010), hlm. 414-415.
[4] Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqih Perempuan
Kontemporer, (Bandung: Ghalia Indonesia Anggota Ikapi, 2010), hlm. 12.
[5] Maktabah al-Syamilah.
[6] Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqih Perempuan
Kontemporer, (Bandung: Ghalia Indonesia Anggota Ikapi, 2010), hlm. 13.
[7] LIDWA
[9] Jawami al-Kalim
[10]
Jamaluddin abi
al-Hajjaj Yusuf al-Mizzy, Tahdzi al-Kamal (Beirut : Muassasah
al-Risalah, 1983), Jilid 24,
hlm. 511.
[11] Jamaluddin abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzy, Tahdzi
al-Kamal (Beirut : Muassasah al-Risalah, 1983), Jilid 22, hlm. 87.
[12] Jamaluddin abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzy, Tahdzi
al-Kamal (Beirut : Muassasah al-Risalah, 1983), Jilid 30, hlm. 302.
[13] Lidwa
[14] Jamaluddin abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzy, Tahdzi
al-Kamal (Beirut : Muassasah al-Risalah, 1983), Jilid 23, hlm. 498.
[15] Lidwa
[16] Jamaluddin abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzy, Tahdzi
al-Kamal (Beirut : Muassasah al-Risalah, 1983), Jilid 29, hlm. 16.
[17] Lidwa
[18]
Jamaluddin abi
al-Hajjaj Yusuf al-Mizzy, Tahdzi al-Kamal (Beirut : Muassasah
al-Risalah, 1983), Jilid 22,
hlm. 443.
[19] Lidwa
[20]Jamaluddin abi
al-Hajjaj Yusuf al-Mizzy, Tahdzi al-Kamal (Beirut : Muassasah
al-Risalah, 1983), Jilid 16,
hlm. 121.
[21] Muhammad al-Ghazali, al-Sunnah
al-Nabawiyyah Baina Ahl al-Firqh wa Ahl al-Hadis, (Kairo: Dar al-Syuruq,
1996), hlm. 18-19.
[22] Quraish Shihab, Tafsir
Al-Misbah, (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2011), jilid 8, hlm. 526-257.
[23] Sayyid Quthb, Tafsir Fii
Zhilal Al-Qur’an, (Jakarta:Gema Insani, 2012), jilid 9, Hlm. 262.
[24] Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin
Khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah ( Beirut: al-Maktab al-Islami, t.th),
juz 3, hlm 93.
[25] Abu al-Hasan Nuruddin ‘Ali bin Abi
Bakr al-Haitsami, Muwarriq al-Zaman ila Zawa’id ibn Hibban, (Dar
al-Kitab al-‘Ilmiyah, t.th), juz I, hlm. 103
[26] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari
Syarah Shahih al-Bukhari jilid 4, (Jakarta: Pustaka Azzam,2009), hlm. 774.
[27] Diakses pada 10:56 tanggal 23 Mei 2018, https://lifestyle.okezone.com/read/2016/08/05/481/1456069/kenali-bahaya-sinar-matahari-bagi-kulit
webnya bagus
BalasHapusisinya juga bagus
BalasHapus