PENDAHULUAN
Salah satu problem yang
sangat kompleks bagi wanita pada dewasa ini adalah masalah bepergian. Hal ini
berkenaan dengan hadis shahih tentang larangan wanita bepergian dalam rentang
waktu yang lumayan lama tanpa mahram. Pembicaraan masalah ini, yaitu adanya kewajiban adanya mahram
yang selalu menemani atau mendampingi sebagai bagian dari pengamalan hadis Nabi
Muhammad Saw. Tentang larangan bepergian tanpa mahram.
Secara dzahir, hadis ini
dapat dimaknai bahwa wanita dilarang keras untuk bepergian dalam keadaan
sendirian kecuali ada mahram yang menemaninya. Ini tentu tidak mudah untuk masa
sekarang. Hal ini menyebabkan wanita terhalang melakukan banyak aktivitas
diluar ruangan seperti menuntut ilmu,
atau berdomisili di wilayah tertentu dalam rangka menuntut ilmu
dikarenakan jauhnya jarak antara rumah dengan perguruan tinggi.
Jika dilihat dari
konteks pada masa dulu, sangatlah wajar jika wanita dilarang pergi sendirian.
Hal ini dikarenakan jarak antara kampong
dan tempat tujuan sangatlah jauh dan sepi sehingga sangat dikhawatirkan
akan membahayakan jiwaseorang wanita tersebut. Pada makalah ini, penulis akan
memaparkan dan berusaha memahami hadis ini dengan mencari asbabul wurud mikro
dan asbabul wurud makro dan mengkontekstualisasikan pada masa kontemporer dan
cara penerapan hadis ini.
A. REDAKSI HADIS
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ
قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنِي نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ ثَلَاثًا إِلَّا
مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
تَابَعَهُ أَحْمَدُ
عَنْ ابْنِ الْمُبَارَكِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
(BUKHARI - 1025) : Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah
menceritakan kepada kami Yahya dari 'Ubaidullah telah mengabarkan kepada saya
Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Seorang wanita tidak boleh mengadakan perjalanan
diatas tiga hari kecuali bersama mahramnya". Hadits ini diikuti pula oleh
Ahmad dari Ibnu Al Mubarak dari 'Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu 'Umar
radliallahu 'anhuma dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Dalil dari Nash al-Qur’an
الرِّجَالُ
قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ
وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ
لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ[1]
Artinya:
laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan
karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka
yang taat (kepada Allah) dan menjaga
diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga mereka”. (QS.
An-Nisa [04]: 34)
Untuk
menguatkan hadis tersebut maka
perlu melakukan takhrij terlebih dahulu . dalam takhrij ini, penulis menggunakan bi al-Lafz dengan kata kunci حرمة
dengan membatasi dalam kutub at-Tis’ah.
a. Riwayat Bukhari
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ
بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ قَالَ قُلْتُ لِأَبِي أُسَامَةَ حَدَّثَكُمْ عُبَيْدُ
اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ
إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
(BUKHARI - 1024) : Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al
Hanzholah berkata; Aku berkata, kepada Abu Usamah apakah 'Ubaidullah telah
menceritakan kepada kalian dari Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma bahwa
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang wanita tidak boleh
mengadakan perjalanan diatas tiga hari kecuali bersama mahramnya".
حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ سَمِعْتُ قَزَعَةَ مَوْلَى زِيَادٍ قَالَ
سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
يُحَدِّثُ بِأَرْبَعٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْجَبْنَنِي وَآنَقْنَنِي قَالَ
لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ يَوْمَيْنِ إِلَّا مَعَهَا زَوْجُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ
وَلَا صَوْمَ فِي يَوْمَيْنِ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى وَلَا صَلَاةَ بَعْدَ صَلَاتَيْنِ
بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ وَبَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ وَلَا
تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ
الْأَقْصَى وَمَسْجِدِي
(BUKHARI - 1122) : Telah menceritakan kepada kami Abu AL Walid telah
menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Abdul Malik aku mendengar Qaza'ah
sahayanya Ziyad berkata, Aku mendengar Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu
menceritakan empat hal (kalimat) dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang
menyebabkan aku ta'ajub dan kaget. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Tidak boleh bepergian bagi wanita selama dua hari kecuali
bersama suami atau mahramnya, dan tidak boleh shaum pada hari Raya 'Iedul
Fithri dan 'Iedul Adhha, dan tidak boleh shalat setelah shalat Shubuh hingga
matahari terbit dan setelah 'Ashar hingga terbenam (matahari), dan tidaklah
ditekankan untuk berziarah kecuali untuk mengunjungi tiga masjid, Al Masjidil
Haram, Masjid Rasul shallallahu 'alaihi wasallam dan Masjidil Aqsha".
b. Riwayat Muslim
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ
بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَا حَدَّثَنَا يَحْيَى وَهُوَ الْقَطَّانُ
عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنِي نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُسَافِرْ
الْمَرْأَةُ ثَلَاثًا إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ
و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
نُمَيْرٍ وَأَبُو أُسَامَةَ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي جَمِيعًا
عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بِهَذَا الْإِسْنَادِ فِي رِوَايَةِ أَبِي بَكْرٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ
و قَالَ ابْنُ نُمَيْرٍ فِي رِوَايَتِهِ عَنْ أَبِيهِ ثَلَاثَةً إِلَّا وَمَعَهَا ذُو
مَحْرَم
(MUSLIM - 2381) : Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan
Muhammad bin Al Mutsanna keduanya berkata, Telah menceritakan kepada kami Yahya
Al Qaththan dari Ubaidullah telah mengabarkan kepadaku Nafi' dari Ibnu Umar
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang wanita
tidak boleh bepergian selama tiga hari kecuali disertai mahramnya." Dan
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah Telah menceritakan kepada
kami Abdullah bin Numair dan Abu Usamah -dalam riwayat lain- Dan Telah
menceritakan kepada kami Ibnu Numair Telah menceritakan kepada kami bapakku
dari Ubaidullah dengan isnad ini. Dan di dalam riwayatnya Abu Bakr tercantum;
"Di atas tiga (hari)." Dan ia juga berkata di dalam riwayatnya, dari
bapaknya; "Kecuali bila ia bersama mahramnya.
و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ أَخْبَرَنَا
الضَّحَّاكُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ
تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ ثَلَاثِ لَيَالٍ إِلَّا
وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ
(MUSLIM - 2382) : Dan Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rafi'
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik telah mengabarkan kepada kami
Adl Dlahak dari Nafi' dari Abdullah bin Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, beliau bersabda: "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman
kepada Allah dan hari akhirat selama tiga hari, kecuali disertai mahramnya."
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ جَمِيعًا
عَنْ جَرِيرٍ قَالَ قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ وَهُوَ ابْنُ
عُمَيْرٍ عَنْ قَزَعَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ
سَمِعْتُ مِنْهُ حَدِيثًا فَأَعْجَبَنِي فَقُلْتُ لَهُ أَنْتَ سَمِعْتَ هَذَا مِنْ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَأَقُولُ عَلَى رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا لَمْ أَسْمَعْ قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَشُدُّوا الرِّحَالَ
إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِي هَذَا وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَالْمَسْجِدِ
الْأَقْصَى وَسَمِعْتُهُ يَقُولُ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ يَوْمَيْنِ مِنْ الدَّهْرِ
إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ مِنْهَا أَوْ زَوْجُهَا
و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا
شُعْبَةُ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ قَالَ سَمِعْتُ قَزَعَةَ قَالَ سَمِعْتُ
أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ قَالَ سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَرْبَعًا فَأَعْجَبْنَنِي وَآنَقْنَنِي نَهَى أَنْ تُسَافِرَ الْمَرْأَةُ
مَسِيرَةَ يَوْمَيْنِ إِلَّا وَمَعَهَا زَوْجُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ وَاقْتَصَّ بَاقِيَ
الْحَدِيثِ
(MUSLIM - 2383) : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id dan
Utsman bin Abu Syaibah semuanya dari Jarir - Qutaibah berkata- Telah
menceritakan kepada kami Jarir dari Abdullah bin Umair dari Qaza'ah dari Abu
Sa'id ia berkata; Saya mendengar suatu hadits darinya, lalu aku pun terkagum
dan bertanya kepadanya, "Apakah Anda mendengar hadits ini langsung dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?" Ia pun menjawab, "Apakah
aku akan mengatakan sesuatu yang belum pernah aku dengar?" Aku
mendengarnya berkata; Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Janganlah kalian bersusah payah mempersiapkan perjalanan
kecuali ke tiga Masjid. Yaitu; Masjidku ini (Masjid Nabawi), Masjidil Haram,
dan Masjid Al Aqsha." Dan saya juga mendengar beliau bersabda:
"Seorang wanita tidak boleh bersafar selama dua hari, kecuali disertai
mahramnya atau pun suaminya." Dan Telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Al Mutsanna Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far Telah
menceritakan kepada kami Syu'bah dari Abdul Malik bin Umair ia berkata, saya mendengar
Qaza'ah ia berkata, saya mendengar Abu Sa'id Al Khudri berkata; Saya mendengar
dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam empat hal, lalu aku pun begitu
terkesan. Beliau melarang seorang wanita untuk mengadakan perjalanan selama dua
hari, kecuali disertai suaminya atau mahramnya. Dan ia pun mengisahkan hadits
itu.
و حَدَّثَنِي أَبُو غَسَّانَ الْمِسْمَعِيُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ جَمِيعًا
عَنْ مُعَاذِ بْنِ هِشَامٍ قَالَ أَبُو غَسَّانَ حَدَّثَنَا مُعَاذٌ حَدَّثَنِي أَبِي
عَنْ قَتَادَةَ عَنْ قَزَعَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ
أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُسَافِرْ
امْرَأَةٌ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
و حَدَّثَنَاه ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ سَعِيدٍ
عَنْ قَتَادَةَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَقَالَ أَكْثَرَ مِنْ ثَلَاثٍ إِلَّا مَعَ ذِي
مَحْرَم
ٍ(MUSLIM - 2385) : Dan telah
menceritakan kepadaku Abu Ghassan Al Misma'i dan Muhammad bin Basysyar semuanya
dari Mu'adz bin Hisyam - Abu Ghassan berkata- Muadz telah menceritakan kepadaku
bapakku dari Qatadah dari Qaza'ah dari Abu Sa'id Al Khudri bahwa Nabi Allah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang wanita tidak boleh
mengadakan perjalanan di atas tiga malam, kecuali disertai mahramnya." Dan
Telah menceritakannya kepada kami Ibnu Al Mutsanna telah menceritakan kepada
kami Ibnu Abu Adi dari Sa'id dari Qatadah dengan isnad ini dan ia menyebutkan;
"Lebih dari tiga hari, kecuali bersama mahramnya."
c. Riwayat Abu Dawud
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ
بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَهَنَّادٌ أَنَّ أَبَا مُعَاوِيَةَ وَوَكِيعًا حَدَّثَاهُمْ عَنْ
الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ سَفَرًا فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فَصَاعِدًا إِلَّا وَمَعَهَا
أَبُوهَا أَوْ أَخُوهَا أَوْ زَوْجُهَا أَوْ ابْنُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ مِنْهَا
(ABUDAUD - 1466) : Telah
menceritakan kepada Kami Utsman bin Abu Syaibah dan Hannad bahwa Abu Mu'awiyah
dan Waki' telah menceritakan kepada mereka dari Al A'masy dari Abu Shalih dari
Abu Sa'id, ia berkata; Rasulullah shallAllahu wa'alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir
untuk bersafar lebih dari tiga hari, keculai bersama ayahnya atau saudaranya
atau suaminya atau anaknya atau orang yang mahram dengannya."
d. Riwayat Tirmidzi
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ
بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ سَفَرًا يَكُونُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَصَاعِدًا إِلَّا وَمَعَهَا
أَبُوهَا أَوْ أَخُوهَا أَوْ زَوْجُهَا أَوْ ابْنُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ مِنْهَا
وَفِي الْبَاب عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَابْنِ عُمَرَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ
حَسَنٌ صَحِيحٌ وَرُوِي عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ
قَالَ لَا تُسَافِرُ الْمَرْأَةُ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ يَكْرَهُونَ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تُسَافِرَ
إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ وَاخْتَلَفَ أَهْلُ الْعِلْمِ فِي الْمَرْأَةِ إِذَا كَانَتْ
مُوسِرَةً وَلَمْ يَكُنْ لَهَا مَحْرَمٌ هَلْ تَحُجُّ فَقَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ
لَا يَجِبُ عَلَيْهَا الْحَجُّ لِأَنَّ الْمَحْرَمَ مِنْ السَّبِيلِ لِقَوْلِ اللَّهِ
عَزَّ وَجَلَّ
{ مَنْ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا }
فَقَالُوا إِذَا
لَمْ يَكُنْ لَهَا مَحْرَمٌ فَلَا تَسْتَطِيعُ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَهُوَ قَوْلُ سُفْيَانَ
الثَّوْرِيِّ وَأَهْلِ الْكُوفَةِ و قَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ إِذَا كَانَ الطَّرِيقُ
آمِنًا فَإِنَّهَا تَخْرُجُ مَعَ النَّاسِ فِي الْحَجِّ وَهُوَ قَوْلُ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ
(TIRMIDZI - 1089) : Telah
menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani', telah menceritakan kepada kami Abu
Mu'awiyah dari Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Sa'id Al Khudri berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak halal bagi seorang
wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan perjalanan tiga hari
atau lebih kecuali bersama bapaknya, atau saudara laki-lakinya, atau suaminya,
atau anaknya, atau salah satu mahramnya." Hadits semakna diriwayatkan dari
Abu Hurairah, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar. Abu Isa berkata; "Ini merupakan
hadits hasan sahih. Diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda: "Janganlah seorang wanita melakukan perjalanan sehari semalam
kecuali bersama dengan mahramnya." Ini merupakan pendapat para ulama,
mereka membenci wanita untuk melakukan safar kecuali bersama mahramnya. Para
ulama berselisih mengenai wanita yang kaya padahal dia dia tidak memiliki
mahram; apakah dia harus berhaji? Sebagian mereka menjawab; dia tidak wajib
berhaji karena mahram masuk dalam makna "as sabil" (jalan),
berdasakan firman Allah 'azza wajalla: "Barangsiapa yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah." Mereka berkata; "Jika dia tidak
memiliki mahram, dia tidak mampu mengadakan perjalanan tersebut." Ini juga
pendapat Sufyan Ats Tsauri dan penduduk Kufah. Sebagian ulama berkata;
"Jika perjalanannya aman, dia wajib keluar bersama orang-orang." Ini
pendapat Malik dan Syafi'i.
e. Riwayat Ibnu Majah
حَدَّثَنَا عَلِيُّ
بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُسَافِرُ الْمَرْأَةُ سَفَرًا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ
فَصَاعِدًا إِلَّا مَعَ أَبِيهَا أَوْ أَخِيهَا أَوْ ابْنِهَا أَوْ زَوْجِهَا أَوْ
ذِي مَحْرَمٍ
(IBNUMAJAH - 2889) :
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad; telah menceritakan kepada kami
Waki'; telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Sa'id
berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah
wanita berpergian dalam perjalanan tiga hari atau lebih kecuali bersama
bapaknya, atau saudaranya, atau anak laki-lakinya, atau suaminya atau
mahramnya."
f.
Riwayat Imam Ahmad
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو عَنْ
أَبِي مَعْبَدٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلَا تُسَافِرُ امْرَأَةٌ
إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ وَجَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ إِنَّ امْرَأَتِي خَرَجَتْ إِلَى
الْحَجِّ وَإِنِّي اكْتَتَبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا قَالَ انْطَلِقْ فَاحْجُجْ
مَعَ امْرَأَتِكَ
(AHMAD - 1833) : Telah
menceritakan kepada kami Sufyan dari 'Amru dari Abu Ma'bad dari Ibnu Abbas;
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah seorang
laki-laki berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya), dan janganlah
seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya." seorang laki-laki
datang dan bertanya; "Sesungguhnya istriku hendak keluar untuk berhaji,
sedang aku ikut serta dalam perang ini dan itu." Maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Pulanglah dan temanilah
istrimu berhaji."
g.
Riwayat Imam Malik
و حَدَّثَنِي مَالِك عَنْ سَعِيدِ بْنِ
أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ مِنْهَا
(MALIK - 1550) : Telah
menceritakan kepadaku Malik dari Sa'id bin Abu Sa'id Al Maqburi dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak
halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, melakukan
perjalanan selama sehari semalam kecuali bersama mahramnya."
h.
Riwayat Ad-Darimi
حَدَّثَنَا يَعْلَى حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ
عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ سَفَرًا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَصَاعِدًا
إِلَّا وَمَعَهَا أَبُوهَا أَوْ أَخُوهَا أَوْ زَوْجُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ مِنْهَا
(DARIMI - 2562) : Telah menceritakan
kepada kami Ya'la telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Abu Shalih dari
Abu Sa'id ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidak boleh seorang wanita bepergian selama tiga hari atau lebih kecuali
bersama ayah, saudara, suami atau mahramnya."[2]
B. PEMAHAMAN TEKS HADIS
Dalam memahami sebuah hadis perlu adanya metode yang digunakan
sebagai sarana mencari makna hadis yang disampaikan dalam hadis tersebut.
Mengenai hadis tentang larangan wanita bepergian tanpa mahram, harus dicari
pemahaman yang tepat agar dalam mengaplikasikan hadis yang dinilai ulama-ulama
sebagai hadis shahih tidak mengalami
kekeliruan.
Berdasarkan hasil takhrij pada CD Mausu’ah ada banyak hadis yang
setema tentang larangan wanita bepergian tanpa mahram dengan berbagai versi
lafadz yang berbeda-beda serta jalur sanad yang beragam. Pada hadis ini
terdapat ‘illat yang mengharuskan wanita harus mempunyai mahram ketika sedang
bepergian karena kondisi pada masa itu sangat mengkhawatirkan untuk melakukan
perjalanan dengan seorang diri.
a.
Asbabul
Wurud Mikro
Jika
dilihat dari hasil takhrij, asbabul wurud mikro dapat ditemukan dalam hadis
maupun dalam hadis yang setema bahwa pelarangan ini dikhususkan bagi wanita
untuk tidak adanya kebolehan pergi sendirian. Waktu safar yang di tuliskan
dalam hari minimal sehari semalam dan batas maksimal 3 hari. Terdapat penegasan
bahwa wanita wajib membawa mahram dimanapun dan kapanpun.
Wanita yang melakukan perjalanan hendaknya selalu
waspada. Wanita memang bisa menyelamatkan diri, namun ia sulit untuk
menghindari fitnahnya. Wanita yang keluar dari rumahnya hendaknya harus seizin
suami.
Hal ini menjadi faktor mengapa bepergian wanita seorang
diri dilarang karena ia tidak bisa terhindar dari fitnah. Dikatakan dalam hadis
nabi bahwa:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ حَدَّثَنَا
هَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ مُوَرِّقٍ عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ
فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
(TIRMIDZI - 1093) : Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Basyar, telah menceritakan kepada kami 'Amr bin 'Ashim telah
menceritakan kepada kami Hammam dari Qatadah dari Muwarriq dari Abu Al Ahwash
dari Abdullah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wanita itu
adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata
laki-laki." Abu Isa berkata; "Ini merupakan hadits hasan
gharib."
Sebab inilah yang dikhawatirkan karena perempuan bisa
mengundang fitnah bagi kaum laki-laki. Memang demikian, sebaik-baik perempuan
adalah ia yang tinggal di rumah sebab tubuh wanita adalah aurat yang begitu
keluar setan akan bergembira.[3]
Namun jika melihat hadis lain, terdapat hadis yang lain menjelaskan
wanita melakukan perjalanan menggunakan unta dengan membawa surat. Sebagaimana
hadis Nabi Muhammad Saw. sebagai berikut
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ
قَالَ أَخْبَرَنِي الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدٍ أَنَّهُ سَمِعَ عُبَيْدَ اللَّهِ بْنَ
أَبِي رَافِعٍ يَقُولُ سَمِعْتُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
يَقُولُ بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَالزُّبَيْرَ
وَالْمِقْدَادَ فَقَالَ انْطَلِقُوا حَتَّى تَأْتُوا رَوْضَةَ خَاخٍ فَإِنَّ بِهَا
ظَعِينَةً مَعَهَا كِتَابٌ فَخُذُوا مِنْهَا قَالَ فَانْطَلَقْنَا تَعَادَى بِنَا خَيْلُنَا
حَتَّى أَتَيْنَا الرَّوْضَةَ فَإِذَا نَحْنُ بِالظَّعِينَةِ قُلْنَا لَهَا أَخْرِجِي
الْكِتَابَ قَالَتْ مَا مَعِي كِتَابٌ فَقُلْنَا لَتُخْرِجِنَّ الْكِتَابَ أَوْ لَنُلْقِيَنَّ
الثِّيَابَ قَالَ فَأَخْرَجَتْهُ مِنْ عِقَاصِهَا فَأَتَيْنَا بِهِ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا فِيهِ مِنْ حَاطِبِ بْنِ أَبِي بَلْتَعَةَ
إِلَى نَاسٍ بِمَكَّةَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ يُخْبِرُهُمْ بِبَعْضِ أَمْرِ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَا حَاطِبُ مَا هَذَا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَا تَعْجَلْ عَلَيَّ إِنِّي
كُنْتُ امْرَأً مُلْصَقًا فِي قُرَيْشٍ يَقُولُ كُنْتُ حَلِيفًا وَلَمْ أَكُنْ مِنْ
أَنْفُسِهَا وَكَانَ مَنْ مَعَكَ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ مَنْ لَهُمْ قَرَابَاتٌ يَحْمُونَ
أَهْلِيهِمْ وَأَمْوَالَهُمْ فَأَحْبَبْتُ إِذْ فَاتَنِي ذَلِكَ مِنْ النَّسَبِ فِيهِمْ
أَنْ أَتَّخِذَ عِنْدَهُمْ يَدًا يَحْمُونَ قَرَابَتِي وَلَمْ أَفْعَلْهُ ارْتِدَادًا
عَنْ دِينِي وَلَا رِضًا بِالْكُفْرِ بَعْدَ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَا إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكُمْ فَقَالَ عُمَرُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ دَعْنِي أَضْرِبْ عُنُقَ هَذَا الْمُنَافِقِ فَقَالَ إِنَّهُ قَدْ
شَهِدَ بَدْرًا وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ اللَّهَ اطَّلَعَ عَلَى مَنْ شَهِدَ بَدْرًا
فَقَالَ اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ فَأَنْزَلَ اللَّهُ السُّورَةَ
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ
تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنْ الْحَقِّ
إِلَى قَوْلِهِ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ }
(BUKHARI - 3939) : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Said Telah
menceritakan kepada kami Sufyan dari Amru bin Dinar, katanya telah mengabarkan
kepadaku Al Hasan bin Muhammad ia mendengar Ubaidullah bin Abu Rafi'
mengatakan, aku mendengar Ali radliallahu 'anhu berujar, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam mengutusku, Zubair, dan Miqdad, pesan beliau:
"Berangkatlah kalian hingga kalian sampai "Raudhah Khakh", sebab
disana ada seorang wanita penunggang unta yang membawa surat, rebutlah
surat itu." Kata Ubaidullah bin Rafi', kami pun berangkat dan kuda kami
pacu secepat-cepatnya hingga kami tiba di Raudah Khakh, disana telah ada ada
seorang wanita menunggang unta. Kami katakan kepadanya; "Tolong keluarkan
suratmu." "Aku tak membawa surat." Jawab si wanita tersebut.
Maka terpaksa kami katakana; "Kamu harus keluarkan surat itu, atau kami
yang akan menelanjangi pakaianmu!" Kata Ubaidullah, maka si wanita itu
akhirnya mau mengeluarkan suratnya dari gelung rambutnya, dan kami bawa surat
tersebut kepada Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam. Ternyata surat tersebut
berasal dari Khatib bin Abu Balta'ah Al Ansahri untuk beberapa orang musyrik
Makkah, memberitakan mereka beberapa kebijakan Rasulullah yang akan beliau
lakukan. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menginterogasi Hatib bin
Abu Balta'ah dengan berujar "Wahai Hathib, apa maksudmu menulis surat
seperti ini?" Jawab Hathib "Wahai Rasulullah, jangan engkau
terburu-buru menghukumku, aku adalah seseorang yang dahulu terdampar di Quraisy,
-lantas ia jelaskan, dia adalah sekutunya, namun bukan berasal dari cucu
keturunannya-. Orang-orang muhajirin yang bersamamu mempunyai banyak kerabat
yang menjaga keluarga dan harta mereka, maka aku juga pingin jika aku tak punya
nasab, aku cari pelindung disisi mereka sehingga menjaga keakrabanku. Aku
lakukan bukan karena aku murtad dari agamaku, bukan pula berarti aku ridla
terhadap kekafiran setelah keIslaman." Rasulullah memberi komentar
"Hatib memang telah jujur kepada kalian." Umar namun menyampaikan
sikap kerasnya "Wahai Rasulullah, biarkan aku untuk memenggal leher si
munafik ini." Rasulullah mencegahnya seraya berujar "Dia, Hatib,
telah ikut perang badar, siapa tahu Allah telah mengintip semua pengikut perang
Badar dan bertitah "lakukan yang kalian suka, AKU telah mengampuni kalian,
maka turunlah ayat: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian
ambil musuh-Ku dan musuh kalian sebagai pelindung, kamu nampakkan kecintaan
kepada mereka, padahal, mereka mengkufuri kebenaran yang datang kepada
kalian." -sampai ayat "Telah sesat dari jalan yang lurus- (QS.
Mumtahanah ayat 1).
Dan
ada juga hadis Nabi riwayat Imam Bukhari
قال النبي صلى الله عليه وسلم يوشق أن تخرج الظعينة تقدم البيت
(الكعبة) لا زوج معها
“Akan
datang masanya, seorang perempuan penunggang onta pergi dari kota (Hirah)
menuju Ka’bah tanpa seorang suami bersamanya.” (HR. Bukhari)
b.
Asbabul
Wurud Makro
Sebagaimana
hadis yang populer yaitu tentang pelarangan perempuan bepergian tanpa mahram
yang akan penulis coba mencari Asbabul Wurudnya. Apakah ada asbab khusus atau
asbab umum dengan melihat kondisi masyarakat Arab pada masa itu yang menganggap
wanita tidak ada harganya. Penulis mencoba mencari data-data untuk bisa
memahami hadis tentang larangan ini.
Hadis ini
merupakan wasiat dari Nabi untuk para perempuan pada khususnya. Dalam setiap
kondisi perempuan haruslah mengikuti setiap langkah-langkah Nabi untuk berusaha
melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. [4]
Menurut Imam an-Nawawi dalam kitab syarh Muslim hadis ini dipahami sebagian
ulama tentang larangan bepergian adalah perkara sunnah atau mubah tanpa
disertai mahram atau pendamping (suami). Sedangankan untuk bepergian yang
sifatnya wajib seperti menunaikan ibadah haji terdapat perbedaan pendapat.
Menurut Imam Hanifah dan mayoritas ulama adanya kewajiban wanita yang mau haji
dengan disertai mahram. Namun menurut Imam Malik, al-Auza’i dan asy-Syafi’i
mereka mensyaratkan keamanan saja. Keamanan itu bisa didapat mahram atau suami
atau wanita-wanita yang terpercaya (tsiqat). Maka konsep mahram tidak selalu
diartikan dengan mahram (suami). [5]
Menurut prof.
Said Agil husin, hadis tentang pelarangan wanita bepergian tanpa mahram tidak
memiliki asababul wurud yang khusus. Namun jika dilihat dari kondisi historis
dan sosiologis masyarakat arab pada masa dulu, sangat mungkin bahwa pelarangan
ini dilatarbelakangi karena kekhawatiran
Nabi akan keselamatan wanita jika ia harus bepergian seorang diri. Mengingat
pada masa itu, kendaraan yang digunakan onta, bighal, (sejenis kuda) maupun
keledai dalam perjalanan. Mereka sering kali mengarungi padang pasir yang
sangat luas. Di samping itu, wanita pada masa dulu dianggap tabu atau kurang
etis jika melakukan perjalanan sendiri. Tentunya dalam kondisi seperti ini
wanita sangat dikhawatirkan keselematan atau bahkan minimal nama baiknya akan
tercemar dikarenakan melakukan perjalanan tanpa adanya mahram. [6]
C. NILAI-NILAI UNIVERSAL DALAM HADIS
Pada
konteks sekarang. Mahram yang dimaksud tidak lagi berbentuk fisik yaitu seorang
ayah atau suami harus selalu ada mendampingi wanita, namun pemahaman tentang
mahram lebih kepada sistem. Sistem keamanan
yang super canggih sehingga wanita tidak dikhawatirkan lagi untuk melakukan
perjalanan. Wanita tidak membutuhkan mahram dalam bentuk fisik karena sangat
mustahil mahram wanita ini siap sedia menemani serta antar-jemput bahkan
menunggu setelah keperluan wanita yang berada di luar selesai. Wanita sekarang
tidak seperti wanita dulu yang akses dan ruang lingkupnya terbatas pada rumah
bahkan dipersempit lagi daerah dapur. Namun wanita sekarang sudah ruang
linkupnya hampir setara dengan laki-laki pada umumnya, dalam hal bekerja
mencari nafkah serta menjadi pemimpin negara.
Oleh karena
itu, jika kontektualisasikan pada masa sekarang yang kondisi masyarakatnya
telah berubah tentu saja hal ini tidak menjadi permasalah dan perdebatan lagi.
Jarak yang jauh tidak menjadi masalah terlebih dengan adanya sistem keamanan
yang menjamin keselamatan wanita dalam bepergian jauh. Maka boleh-boleh saja
wanita sekarang kuliah ke laur negeri, bekerja dan melakukan perjalanan kemanapun dengan seorang
diri karena sistem keamanan yang sudah ada pada masa sekarang.
Dengan
demikian, konsep mahram tidak lagi harus diartikan sebagai person yaitu ayah,
suami maupun saudara laki-laki, akan teetapi lebih merujuk kepada sistem
keamanan yang menjaga dan melindungi hak-hak wanita pada setiap waktu dan
kondisi. Tentu pemahaman ini tidak terbatas pada kontekstualisasi pada masa
sekarang karena ada hadis riwayat Bukhari yang menjelaskan “akan datang
masanya, seorang wanita penunggang onta pergi dari kota (Hirah) menuju Ka’bah
tanpa seorang suami bersamanya”. Tentu saja hadis ini secara tidak langsung
memberikan prediksi tentang kejayaan Islam pada masa yang akan datang dan
keamanan seantero dunia terkhusus bagi wanita.[7]
D. KONDISI MASYARAKAT SERTA CARA PENERAPAN
Dewasa ini, situasi dan kondisi telah berubah.
Keamanan dan kenyamanan bagi orang yang bepergian menjadi komoditi dan
perhatian utama bagi banyak agen-agen transportasi baik darat maupun udara
dengan faktor-faktor yang tadi yaitu keamanan dan kenyamanan. Dengan demikian
seorang perempuan yang pergi sendirian tanpa mahram atau suami, untuk keperluan
sekolah, kerja, umrah atau haji, sejuah ia pergi dnegan menggunakan alat
transportasi yang terpercaya, yang mengedepankan aturan-aturan umum dan agama,
maka ia akan mendapat keamanan yang
memadai. Hal ini dalam beberapa segi dikatakan lebih aman dari pada seorang
perempuan pergi dengan menggunakan onta, keledai lebih tiga hari tanpa ditemani
mahram yang mungkin saja yang masih murahiq atau sudah tua.
Kebolehan perempuan untuk pergi sendiri, tidak
menghilangkan tanggung jawab keamanan atas diri perempuan tersebut. Disini ada
perbuhan letak tanggung jawab yakni
meletakkan tanggung jawab pada perempuan-perempuan itu bahwa mereka adalah
perempuan-perenpuan yang berkewajiban untuk menyingkirkan fitnah yang mungkin
akan dialami oleh mereka. Namun fitnah sekarang ini bukan hanya terletak pada
safaar, fitnah yang disebabkan teknologi juga luar biasa pengaruhnya seperti
HP, internet dan lainnya.
Namun, perlu diingat bahwa terdapat perbedaan
lahiriah antara laki-dan perempuan dalam hal fisik. Fisik perempuan lebih lemah
daripada laki-laki sehingga dalam aktifitas bepergian baginya jauh lebih baik
apabila disertai mahram . demikian juga dengan faktor keamanan ‘illat
yang menyebabkan adanya kebolehan bagi perempuan melakukan aktivitas dalam
bepergian, tidak meyakinkan maka keberadaan mahram disisinya tidak terbantahkan
lagi.
E. KESIMPULAN
Bepergian adalah salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari
manusia, baik laki-laki ataupun manusia.
Bepergian tidak mungkin dihindarkan meski jarak dekat ataupun jauh. Dalam hal
bepergian ini ‘illat dilakukan harus jelas yaitu adanya keyakinan
keamanan dan kenyamanan sehingga perempuan tersebut terhindar dari fitnah.
Dengan memahami hal yang demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa
larangan bepergian bagi seorang perempuan tidak bersifat mutlak tanpa alasan ‘illat.
Jelasnya larangan dan kebolehan sangat tergantung kepada ‘illat yang
menyertainya. Jika ‘illat yang menyebabkan larangan itu tidak ada, maka hokum
larangan tersebut tidak ada demikian pula sebaliknya. Pemahaman yang demian aka
membawa kepada pemahaman yang tidak mempertentangkan dua hadis yang zahirnya
terlihat bertentangan.
DAFTAR PUSTAKA
CD ROM LIDWA
Ibrahim, Majdi As-Sayyid. 1995. 50 Wasiat Rasulullah
Saw Bagi Perempuan. Jakarta: Pustaka Al- Kautsar.
Jauzi, Ibn’l. 1993. Seluk Beluk Hukum Wanita.
Solo: Pustaka Mantiq.
Maktabah Syamilah
Mustaqim, Abdul dan Munawar, Said Agil Husin. 2001. Asbabul
Wurud. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
[1] Maktabah Syamilah
[2] CD ROM Lidwa
[3] Ibn’l Jauzi, Seluk Beluk Hukum Wanita, (Solo:
Pustaka Mantiq, 1993), hlm. 53-54.
[4] Majdi As-Sayyid Ibrahim, 50 Wasiat
Rasulullah Saw Bagi Perempuan, Terj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar), hlm. 218.
[5] Said Agil Husin Munawar dan Abdul
Mustaqim, Asbabul Wurud, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 29.
[6] Said Agil,Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud...,
hlm. 30.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar