Kamis, 04 Oktober 2018

MAHRAM PEREMPUAN DALAM STUDI HADIS

PENDAHULUAN
                        Salah satu problem yang sangat kompleks bagi wanita pada dewasa ini adalah masalah bepergian. Hal ini berkenaan dengan hadis shahih tentang larangan wanita bepergian dalam rentang waktu yang lumayan lama tanpa mahram. Pembicaraan masalah  ini, yaitu adanya kewajiban adanya mahram yang selalu menemani atau mendampingi sebagai bagian dari pengamalan hadis Nabi Muhammad Saw. Tentang larangan bepergian tanpa mahram.
                        Secara dzahir, hadis ini dapat dimaknai bahwa wanita dilarang keras untuk bepergian dalam keadaan sendirian kecuali ada mahram yang menemaninya. Ini tentu tidak mudah untuk masa sekarang. Hal ini menyebabkan wanita terhalang melakukan banyak aktivitas diluar ruangan seperti menuntut ilmu,  atau berdomisili di wilayah tertentu dalam rangka menuntut ilmu dikarenakan jauhnya jarak antara rumah dengan perguruan tinggi.
                        Jika dilihat dari konteks pada masa dulu, sangatlah wajar jika wanita dilarang pergi sendirian. Hal ini dikarenakan jarak antara kampong  dan tempat tujuan sangatlah jauh dan sepi sehingga sangat dikhawatirkan akan membahayakan jiwaseorang wanita tersebut. Pada makalah ini, penulis akan memaparkan dan berusaha memahami hadis ini dengan mencari asbabul wurud mikro dan asbabul wurud makro dan mengkontekstualisasikan pada masa kontemporer dan cara penerapan hadis ini.

A.    REDAKSI HADIS

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنِي نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ ثَلَاثًا إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
تَابَعَهُ أَحْمَدُ عَنْ ابْنِ الْمُبَارَكِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

(BUKHARI - 1025) : Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya dari 'Ubaidullah telah mengabarkan kepada saya Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang wanita tidak boleh mengadakan perjalanan diatas tiga hari kecuali bersama mahramnya". Hadits ini diikuti pula oleh Ahmad dari Ibnu Al Mubarak dari 'Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.




Dalil dari Nash al-Qur’an
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ[1]

Artinya: laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka  perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah)  dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga mereka”. (QS. An-Nisa [04]: 34)
Untuk  menguatkan hadis tersebut  maka perlu melakukan takhrij terlebih dahulu . dalam takhrij ini, penulis menggunakan  bi al-Lafz dengan kata kunci حرمة dengan membatasi dalam kutub at-Tis’ah.


a.       Riwayat Bukhari
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ قَالَ قُلْتُ لِأَبِي أُسَامَةَ حَدَّثَكُمْ عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ

(BUKHARI - 1024) : Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Hanzholah berkata; Aku berkata, kepada Abu Usamah apakah 'Ubaidullah telah menceritakan kepada kalian dari Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang wanita tidak boleh mengadakan perjalanan diatas tiga hari kecuali bersama mahramnya".

حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ سَمِعْتُ قَزَعَةَ مَوْلَى زِيَادٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
يُحَدِّثُ بِأَرْبَعٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْجَبْنَنِي وَآنَقْنَنِي قَالَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ يَوْمَيْنِ إِلَّا مَعَهَا زَوْجُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ وَلَا صَوْمَ فِي يَوْمَيْنِ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى وَلَا صَلَاةَ بَعْدَ صَلَاتَيْنِ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ وَبَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ وَلَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى وَمَسْجِدِي
(BUKHARI - 1122) : Telah menceritakan kepada kami Abu AL Walid telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Abdul Malik aku mendengar Qaza'ah sahayanya Ziyad berkata, Aku mendengar Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu menceritakan empat hal (kalimat) dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang menyebabkan aku ta'ajub dan kaget. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak boleh bepergian bagi wanita selama dua hari kecuali bersama suami atau mahramnya, dan tidak boleh shaum pada hari Raya 'Iedul Fithri dan 'Iedul Adhha, dan tidak boleh shalat setelah shalat Shubuh hingga matahari terbit dan setelah 'Ashar hingga terbenam (matahari), dan tidaklah ditekankan untuk berziarah kecuali untuk mengunjungi tiga masjid, Al Masjidil Haram, Masjid Rasul shallallahu 'alaihi wasallam dan Masjidil Aqsha".

b.      Riwayat Muslim
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَا حَدَّثَنَا يَحْيَى وَهُوَ الْقَطَّانُ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنِي نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ ثَلَاثًا إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ
و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ وَأَبُو أُسَامَةَ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي جَمِيعًا عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بِهَذَا الْإِسْنَادِ فِي رِوَايَةِ أَبِي بَكْرٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ و قَالَ ابْنُ نُمَيْرٍ فِي رِوَايَتِهِ عَنْ أَبِيهِ ثَلَاثَةً إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَم

(MUSLIM - 2381) : Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan Muhammad bin Al Mutsanna keduanya berkata, Telah menceritakan kepada kami Yahya Al Qaththan dari Ubaidullah telah mengabarkan kepadaku Nafi' dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang wanita tidak boleh bepergian selama tiga hari kecuali disertai mahramnya." Dan Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair dan Abu Usamah -dalam riwayat lain- Dan Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair Telah menceritakan kepada kami bapakku dari Ubaidullah dengan isnad ini. Dan di dalam riwayatnya Abu Bakr tercantum; "Di atas tiga (hari)." Dan ia juga berkata di dalam riwayatnya, dari bapaknya; "Kecuali bila ia bersama mahramnya.

و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ أَخْبَرَنَا الضَّحَّاكُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ ثَلَاثِ لَيَالٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ

 (MUSLIM - 2382) : Dan Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rafi' Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik telah mengabarkan kepada kami Adl Dlahak dari Nafi' dari Abdullah bin Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhirat selama tiga hari, kecuali disertai mahramnya."

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ جَمِيعًا عَنْ جَرِيرٍ قَالَ قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ وَهُوَ ابْنُ عُمَيْرٍ عَنْ قَزَعَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ
سَمِعْتُ مِنْهُ حَدِيثًا فَأَعْجَبَنِي فَقُلْتُ لَهُ أَنْتَ سَمِعْتَ هَذَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَأَقُولُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا لَمْ أَسْمَعْ قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَشُدُّوا الرِّحَالَ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِي هَذَا وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَى وَسَمِعْتُهُ يَقُولُ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ يَوْمَيْنِ مِنْ الدَّهْرِ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ مِنْهَا أَوْ زَوْجُهَا
و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ قَالَ سَمِعْتُ قَزَعَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ قَالَ سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعًا فَأَعْجَبْنَنِي وَآنَقْنَنِي نَهَى أَنْ تُسَافِرَ الْمَرْأَةُ مَسِيرَةَ يَوْمَيْنِ إِلَّا وَمَعَهَا زَوْجُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ وَاقْتَصَّ بَاقِيَ الْحَدِيثِ

(MUSLIM - 2383) : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id dan Utsman bin Abu Syaibah semuanya dari Jarir - Qutaibah berkata- Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Abdullah bin Umair dari Qaza'ah dari Abu Sa'id ia berkata; Saya mendengar suatu hadits darinya, lalu aku pun terkagum dan bertanya kepadanya, "Apakah Anda mendengar hadits ini langsung dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?" Ia pun menjawab, "Apakah aku akan mengatakan sesuatu yang belum pernah aku dengar?" Aku mendengarnya berkata; Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian bersusah payah mempersiapkan perjalanan kecuali ke tiga Masjid. Yaitu; Masjidku ini (Masjid Nabawi), Masjidil Haram, dan Masjid Al Aqsha." Dan saya juga mendengar beliau bersabda: "Seorang wanita tidak boleh bersafar selama dua hari, kecuali disertai mahramnya atau pun suaminya." Dan Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Abdul Malik bin Umair ia berkata, saya mendengar Qaza'ah ia berkata, saya mendengar Abu Sa'id Al Khudri berkata; Saya mendengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam empat hal, lalu aku pun begitu terkesan. Beliau melarang seorang wanita untuk mengadakan perjalanan selama dua hari, kecuali disertai suaminya atau mahramnya. Dan ia pun mengisahkan hadits itu.

و حَدَّثَنِي أَبُو غَسَّانَ الْمِسْمَعِيُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ جَمِيعًا عَنْ مُعَاذِ بْنِ هِشَامٍ قَالَ أَبُو غَسَّانَ حَدَّثَنَا مُعَاذٌ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ قَتَادَةَ عَنْ قَزَعَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ
أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُسَافِرْ امْرَأَةٌ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
و حَدَّثَنَاه ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ قَتَادَةَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَقَالَ أَكْثَرَ مِنْ ثَلَاثٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَم
ٍ(MUSLIM - 2385) : Dan telah menceritakan kepadaku Abu Ghassan Al Misma'i dan Muhammad bin Basysyar semuanya dari Mu'adz bin Hisyam - Abu Ghassan berkata- Muadz telah menceritakan kepadaku bapakku dari Qatadah dari Qaza'ah dari Abu Sa'id Al Khudri bahwa Nabi Allah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang wanita tidak boleh mengadakan perjalanan di atas tiga malam, kecuali disertai mahramnya." Dan Telah menceritakannya kepada kami Ibnu Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Adi dari Sa'id dari Qatadah dengan isnad ini dan ia menyebutkan; "Lebih dari tiga hari, kecuali bersama mahramnya."

c.       Riwayat Abu Dawud
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَهَنَّادٌ أَنَّ أَبَا مُعَاوِيَةَ وَوَكِيعًا حَدَّثَاهُمْ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ سَفَرًا فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فَصَاعِدًا إِلَّا وَمَعَهَا أَبُوهَا أَوْ أَخُوهَا أَوْ زَوْجُهَا أَوْ ابْنُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ مِنْهَا

(ABUDAUD - 1466) : Telah menceritakan kepada Kami Utsman bin Abu Syaibah dan Hannad bahwa Abu Mu'awiyah dan Waki' telah menceritakan kepada mereka dari Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Sa'id, ia berkata; Rasulullah shallAllahu wa'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk bersafar lebih dari tiga hari, keculai bersama ayahnya atau saudaranya atau suaminya atau anaknya atau orang yang mahram dengannya."

d.      Riwayat Tirmidzi
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ سَفَرًا يَكُونُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَصَاعِدًا إِلَّا وَمَعَهَا أَبُوهَا أَوْ أَخُوهَا أَوْ زَوْجُهَا أَوْ ابْنُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ مِنْهَا
وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَابْنِ عُمَرَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَرُوِي عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لَا تُسَافِرُ الْمَرْأَةُ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ يَكْرَهُونَ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تُسَافِرَ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ وَاخْتَلَفَ أَهْلُ الْعِلْمِ فِي الْمَرْأَةِ إِذَا كَانَتْ مُوسِرَةً وَلَمْ يَكُنْ لَهَا مَحْرَمٌ هَلْ تَحُجُّ فَقَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ لَا يَجِبُ عَلَيْهَا الْحَجُّ لِأَنَّ الْمَحْرَمَ مِنْ السَّبِيلِ لِقَوْلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
{ مَنْ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا }
فَقَالُوا إِذَا لَمْ يَكُنْ لَهَا مَحْرَمٌ فَلَا تَسْتَطِيعُ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَهُوَ قَوْلُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ وَأَهْلِ الْكُوفَةِ و قَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ إِذَا كَانَ الطَّرِيقُ آمِنًا فَإِنَّهَا تَخْرُجُ مَعَ النَّاسِ فِي الْحَجِّ وَهُوَ قَوْلُ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ

(TIRMIDZI - 1089) : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani', telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Sa'id Al Khudri berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan perjalanan tiga hari atau lebih kecuali bersama bapaknya, atau saudara laki-lakinya, atau suaminya, atau anaknya, atau salah satu mahramnya." Hadits semakna diriwayatkan dari Abu Hurairah, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar. Abu Isa berkata; "Ini merupakan hadits hasan sahih. Diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Janganlah seorang wanita melakukan perjalanan sehari semalam kecuali bersama dengan mahramnya." Ini merupakan pendapat para ulama, mereka membenci wanita untuk melakukan safar kecuali bersama mahramnya. Para ulama berselisih mengenai wanita yang kaya padahal dia dia tidak memiliki mahram; apakah dia harus berhaji? Sebagian mereka menjawab; dia tidak wajib berhaji karena mahram masuk dalam makna "as sabil" (jalan), berdasakan firman Allah 'azza wajalla: "Barangsiapa yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah." Mereka berkata; "Jika dia tidak memiliki mahram, dia tidak mampu mengadakan perjalanan tersebut." Ini juga pendapat Sufyan Ats Tsauri dan penduduk Kufah. Sebagian ulama berkata; "Jika perjalanannya aman, dia wajib keluar bersama orang-orang." Ini pendapat Malik dan Syafi'i.

e.       Riwayat Ibnu Majah
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُسَافِرُ الْمَرْأَةُ سَفَرًا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَصَاعِدًا إِلَّا مَعَ أَبِيهَا أَوْ أَخِيهَا أَوْ ابْنِهَا أَوْ زَوْجِهَا أَوْ ذِي مَحْرَمٍ

(IBNUMAJAH - 2889) : Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad; telah menceritakan kepada kami Waki'; telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Sa'id berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah wanita berpergian dalam perjalanan tiga hari atau lebih kecuali bersama bapaknya, atau saudaranya, atau anak laki-lakinya, atau suaminya atau mahramnya."

f.       Riwayat Imam Ahmad
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلَا تُسَافِرُ امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ وَجَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ إِنَّ امْرَأَتِي خَرَجَتْ إِلَى الْحَجِّ وَإِنِّي اكْتَتَبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا قَالَ انْطَلِقْ فَاحْجُجْ مَعَ امْرَأَتِكَ

(AHMAD - 1833) : Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari 'Amru dari Abu Ma'bad dari Ibnu Abbas; bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya), dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya." seorang laki-laki datang dan bertanya; "Sesungguhnya istriku hendak keluar untuk berhaji, sedang aku ikut serta dalam perang ini dan itu." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Pulanglah dan temanilah istrimu berhaji."

g.      Riwayat Imam Malik
و حَدَّثَنِي مَالِك عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ مِنْهَا

(MALIK - 1550) : Telah menceritakan kepadaku Malik dari Sa'id bin Abu Sa'id Al Maqburi dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, melakukan perjalanan selama sehari semalam kecuali bersama mahramnya."

h.      Riwayat Ad-Darimi
حَدَّثَنَا يَعْلَى حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ سَفَرًا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَصَاعِدًا إِلَّا وَمَعَهَا أَبُوهَا أَوْ أَخُوهَا أَوْ زَوْجُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ مِنْهَا

(DARIMI - 2562) : Telah menceritakan kepada kami Ya'la telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Sa'id ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak boleh seorang wanita bepergian selama tiga hari atau lebih kecuali bersama ayah, saudara, suami atau mahramnya."[2]

B.     PEMAHAMAN TEKS HADIS
Dalam memahami sebuah hadis perlu adanya metode yang digunakan sebagai sarana mencari makna hadis yang disampaikan dalam hadis tersebut. Mengenai hadis tentang larangan wanita bepergian tanpa mahram, harus dicari pemahaman yang tepat agar dalam mengaplikasikan hadis yang dinilai ulama-ulama sebagai hadis shahih  tidak mengalami kekeliruan.
Berdasarkan hasil takhrij pada CD Mausu’ah ada banyak hadis yang setema tentang larangan wanita bepergian tanpa mahram dengan berbagai versi lafadz yang berbeda-beda serta jalur sanad yang beragam. Pada hadis ini terdapat ‘illat yang mengharuskan wanita harus mempunyai mahram ketika sedang bepergian karena kondisi pada masa itu sangat mengkhawatirkan untuk melakukan perjalanan dengan seorang diri.
a.       Asbabul Wurud Mikro
Jika dilihat dari hasil takhrij, asbabul wurud mikro dapat ditemukan dalam hadis maupun dalam hadis yang setema bahwa pelarangan ini dikhususkan bagi wanita untuk tidak adanya kebolehan pergi sendirian. Waktu safar yang di tuliskan dalam hari minimal sehari semalam dan batas maksimal 3 hari. Terdapat penegasan bahwa wanita wajib membawa mahram dimanapun dan kapanpun.
Wanita yang melakukan perjalanan hendaknya selalu waspada. Wanita memang bisa menyelamatkan diri, namun ia sulit untuk menghindari fitnahnya. Wanita yang keluar dari rumahnya hendaknya harus seizin suami.
Hal ini menjadi faktor mengapa bepergian wanita seorang diri dilarang karena ia tidak bisa terhindar dari fitnah. Dikatakan dalam hadis nabi bahwa:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ مُوَرِّقٍ عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
(TIRMIDZI - 1093) : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar, telah menceritakan kepada kami 'Amr bin 'Ashim telah menceritakan kepada kami Hammam dari Qatadah dari Muwarriq dari Abu Al Ahwash dari Abdullah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki." Abu Isa berkata; "Ini merupakan hadits hasan gharib."
Sebab inilah yang dikhawatirkan karena perempuan bisa mengundang fitnah bagi kaum laki-laki. Memang demikian, sebaik-baik perempuan adalah ia yang tinggal di rumah sebab tubuh wanita adalah aurat yang begitu keluar setan akan bergembira.[3]
Namun jika melihat hadis lain, terdapat hadis yang lain menjelaskan wanita melakukan perjalanan menggunakan unta dengan membawa surat. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad Saw. sebagai berikut
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ قَالَ أَخْبَرَنِي الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدٍ أَنَّهُ سَمِعَ عُبَيْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي رَافِعٍ يَقُولُ سَمِعْتُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
يَقُولُ بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَالزُّبَيْرَ وَالْمِقْدَادَ فَقَالَ انْطَلِقُوا حَتَّى تَأْتُوا رَوْضَةَ خَاخٍ فَإِنَّ بِهَا ظَعِينَةً مَعَهَا كِتَابٌ فَخُذُوا مِنْهَا قَالَ فَانْطَلَقْنَا تَعَادَى بِنَا خَيْلُنَا حَتَّى أَتَيْنَا الرَّوْضَةَ فَإِذَا نَحْنُ بِالظَّعِينَةِ قُلْنَا لَهَا أَخْرِجِي الْكِتَابَ قَالَتْ مَا مَعِي كِتَابٌ فَقُلْنَا لَتُخْرِجِنَّ الْكِتَابَ أَوْ لَنُلْقِيَنَّ الثِّيَابَ قَالَ فَأَخْرَجَتْهُ مِنْ عِقَاصِهَا فَأَتَيْنَا بِهِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا فِيهِ مِنْ حَاطِبِ بْنِ أَبِي بَلْتَعَةَ إِلَى نَاسٍ بِمَكَّةَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ يُخْبِرُهُمْ بِبَعْضِ أَمْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا حَاطِبُ مَا هَذَا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَا تَعْجَلْ عَلَيَّ إِنِّي كُنْتُ امْرَأً مُلْصَقًا فِي قُرَيْشٍ يَقُولُ كُنْتُ حَلِيفًا وَلَمْ أَكُنْ مِنْ أَنْفُسِهَا وَكَانَ مَنْ مَعَكَ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ مَنْ لَهُمْ قَرَابَاتٌ يَحْمُونَ أَهْلِيهِمْ وَأَمْوَالَهُمْ فَأَحْبَبْتُ إِذْ فَاتَنِي ذَلِكَ مِنْ النَّسَبِ فِيهِمْ أَنْ أَتَّخِذَ عِنْدَهُمْ يَدًا يَحْمُونَ قَرَابَتِي وَلَمْ أَفْعَلْهُ ارْتِدَادًا عَنْ دِينِي وَلَا رِضًا بِالْكُفْرِ بَعْدَ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَا إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكُمْ فَقَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ دَعْنِي أَضْرِبْ عُنُقَ هَذَا الْمُنَافِقِ فَقَالَ إِنَّهُ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ اللَّهَ اطَّلَعَ عَلَى مَنْ شَهِدَ بَدْرًا فَقَالَ اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ فَأَنْزَلَ اللَّهُ السُّورَةَ
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنْ الْحَقِّ إِلَى قَوْلِهِ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ }

(BUKHARI - 3939) : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Said Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Amru bin Dinar, katanya telah mengabarkan kepadaku Al Hasan bin Muhammad ia mendengar Ubaidullah bin Abu Rafi' mengatakan, aku mendengar Ali radliallahu 'anhu berujar, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutusku, Zubair, dan Miqdad, pesan beliau: "Berangkatlah kalian hingga kalian sampai "Raudhah Khakh", sebab disana ada seorang wanita penunggang unta yang membawa surat, rebutlah surat itu." Kata Ubaidullah bin Rafi', kami pun berangkat dan kuda kami pacu secepat-cepatnya hingga kami tiba di Raudah Khakh, disana telah ada ada seorang wanita menunggang unta. Kami katakan kepadanya; "Tolong keluarkan suratmu." "Aku tak membawa surat." Jawab si wanita tersebut. Maka terpaksa kami katakana; "Kamu harus keluarkan surat itu, atau kami yang akan menelanjangi pakaianmu!" Kata Ubaidullah, maka si wanita itu akhirnya mau mengeluarkan suratnya dari gelung rambutnya, dan kami bawa surat tersebut kepada Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam. Ternyata surat tersebut berasal dari Khatib bin Abu Balta'ah Al Ansahri untuk beberapa orang musyrik Makkah, memberitakan mereka beberapa kebijakan Rasulullah yang akan beliau lakukan. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menginterogasi Hatib bin Abu Balta'ah dengan berujar "Wahai Hathib, apa maksudmu menulis surat seperti ini?" Jawab Hathib "Wahai Rasulullah, jangan engkau terburu-buru menghukumku, aku adalah seseorang yang dahulu terdampar di Quraisy, -lantas ia jelaskan, dia adalah sekutunya, namun bukan berasal dari cucu keturunannya-. Orang-orang muhajirin yang bersamamu mempunyai banyak kerabat yang menjaga keluarga dan harta mereka, maka aku juga pingin jika aku tak punya nasab, aku cari pelindung disisi mereka sehingga menjaga keakrabanku. Aku lakukan bukan karena aku murtad dari agamaku, bukan pula berarti aku ridla terhadap kekafiran setelah keIslaman." Rasulullah memberi komentar "Hatib memang telah jujur kepada kalian." Umar namun menyampaikan sikap kerasnya "Wahai Rasulullah, biarkan aku untuk memenggal leher si munafik ini." Rasulullah mencegahnya seraya berujar "Dia, Hatib, telah ikut perang badar, siapa tahu Allah telah mengintip semua pengikut perang Badar dan bertitah "lakukan yang kalian suka, AKU telah mengampuni kalian, maka turunlah ayat: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian ambil musuh-Ku dan musuh kalian sebagai pelindung, kamu nampakkan kecintaan kepada mereka, padahal, mereka mengkufuri kebenaran yang datang kepada kalian." -sampai ayat "Telah sesat dari jalan yang lurus- (QS. Mumtahanah ayat 1).
Dan ada juga hadis Nabi riwayat Imam Bukhari
قال النبي صلى الله عليه وسلم يوشق أن تخرج الظعينة تقدم البيت (الكعبة) لا زوج معها
“Akan datang masanya, seorang perempuan penunggang onta pergi dari kota (Hirah) menuju Ka’bah tanpa seorang suami bersamanya.” (HR. Bukhari)

b.      Asbabul Wurud Makro
Sebagaimana hadis yang populer yaitu tentang pelarangan perempuan bepergian tanpa mahram yang akan penulis coba mencari Asbabul Wurudnya. Apakah ada asbab khusus atau asbab umum dengan melihat kondisi masyarakat Arab pada masa itu yang menganggap wanita tidak ada harganya. Penulis mencoba mencari data-data untuk bisa memahami hadis tentang larangan ini.
Hadis ini merupakan wasiat dari Nabi untuk para perempuan pada khususnya. Dalam setiap kondisi perempuan haruslah mengikuti setiap langkah-langkah Nabi untuk berusaha melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. [4] Menurut Imam an-Nawawi dalam kitab syarh Muslim hadis ini dipahami sebagian ulama tentang larangan bepergian adalah perkara sunnah atau mubah tanpa disertai mahram atau pendamping (suami). Sedangankan untuk bepergian yang sifatnya wajib seperti menunaikan ibadah haji terdapat perbedaan pendapat. Menurut Imam Hanifah dan mayoritas ulama adanya kewajiban wanita yang mau haji dengan disertai mahram. Namun menurut Imam Malik, al-Auza’i dan asy-Syafi’i mereka mensyaratkan keamanan saja. Keamanan itu bisa didapat mahram atau suami atau wanita-wanita yang terpercaya (tsiqat). Maka konsep mahram tidak selalu diartikan dengan mahram (suami). [5]
Menurut prof. Said Agil husin, hadis tentang pelarangan wanita bepergian tanpa mahram tidak memiliki asababul wurud yang khusus. Namun jika dilihat dari kondisi historis dan sosiologis masyarakat arab pada masa dulu, sangat mungkin bahwa pelarangan ini  dilatarbelakangi karena kekhawatiran Nabi akan keselamatan wanita jika ia harus bepergian seorang diri. Mengingat pada masa itu, kendaraan yang digunakan onta, bighal, (sejenis kuda) maupun keledai dalam perjalanan. Mereka sering kali mengarungi padang pasir yang sangat luas. Di samping itu, wanita pada masa dulu dianggap tabu atau kurang etis jika melakukan perjalanan sendiri. Tentunya dalam kondisi seperti ini wanita sangat dikhawatirkan keselematan atau bahkan minimal nama baiknya akan tercemar dikarenakan melakukan perjalanan tanpa adanya mahram. [6]


C.     NILAI-NILAI UNIVERSAL DALAM HADIS
              Pada konteks sekarang. Mahram yang dimaksud tidak lagi berbentuk fisik yaitu seorang ayah atau suami harus selalu ada mendampingi wanita, namun pemahaman tentang mahram lebih kepada sistem. Sistem keamanan yang super canggih sehingga wanita tidak dikhawatirkan lagi untuk melakukan perjalanan. Wanita tidak membutuhkan mahram dalam bentuk fisik karena sangat mustahil mahram wanita ini siap sedia menemani serta antar-jemput bahkan menunggu setelah keperluan wanita yang berada di luar selesai. Wanita sekarang tidak seperti wanita dulu yang akses dan ruang lingkupnya terbatas pada rumah bahkan dipersempit lagi daerah dapur. Namun wanita sekarang sudah ruang linkupnya hampir setara dengan laki-laki pada umumnya, dalam hal bekerja mencari nafkah serta menjadi pemimpin negara.
Oleh karena itu, jika kontektualisasikan pada masa sekarang yang kondisi masyarakatnya telah berubah tentu saja hal ini tidak menjadi permasalah dan perdebatan lagi. Jarak yang jauh tidak menjadi masalah terlebih dengan adanya sistem keamanan yang menjamin keselamatan wanita dalam bepergian jauh. Maka boleh-boleh saja wanita sekarang kuliah ke laur negeri, bekerja dan  melakukan perjalanan kemanapun dengan seorang diri karena sistem keamanan yang sudah ada pada masa sekarang.
Dengan demikian, konsep mahram tidak lagi harus diartikan sebagai person yaitu ayah, suami maupun saudara laki-laki, akan teetapi lebih merujuk kepada sistem keamanan yang menjaga dan melindungi hak-hak wanita pada setiap waktu dan kondisi. Tentu pemahaman ini tidak terbatas pada kontekstualisasi pada masa sekarang karena ada hadis riwayat Bukhari yang menjelaskan “akan datang masanya, seorang wanita penunggang onta pergi dari kota (Hirah) menuju Ka’bah tanpa seorang suami bersamanya”. Tentu saja hadis ini secara tidak langsung memberikan prediksi tentang kejayaan Islam pada masa yang akan datang dan keamanan seantero dunia terkhusus bagi wanita.[7]


D.    KONDISI MASYARAKAT SERTA CARA PENERAPAN
Dewasa ini, situasi dan kondisi telah berubah. Keamanan dan kenyamanan bagi orang yang bepergian menjadi komoditi dan perhatian utama bagi banyak agen-agen transportasi baik darat maupun udara dengan faktor-faktor yang tadi yaitu keamanan dan kenyamanan. Dengan demikian seorang perempuan yang pergi sendirian tanpa mahram atau suami, untuk keperluan sekolah, kerja, umrah atau haji, sejuah ia pergi dnegan menggunakan alat transportasi yang terpercaya, yang mengedepankan aturan-aturan umum dan agama, maka ia akan mendapat keamanan  yang memadai. Hal ini dalam beberapa segi dikatakan lebih aman dari pada seorang perempuan pergi dengan menggunakan onta, keledai lebih tiga hari tanpa ditemani mahram yang mungkin saja yang masih murahiq atau sudah tua.
Kebolehan perempuan untuk pergi sendiri, tidak menghilangkan tanggung jawab keamanan atas diri perempuan tersebut. Disini ada perbuhan letak tanggung  jawab yakni meletakkan tanggung jawab pada perempuan-perempuan itu bahwa mereka adalah perempuan-perenpuan yang berkewajiban untuk menyingkirkan fitnah yang mungkin akan dialami oleh mereka. Namun fitnah sekarang ini bukan hanya terletak pada safaar, fitnah yang disebabkan teknologi juga luar biasa pengaruhnya seperti HP, internet dan lainnya.
Namun, perlu diingat bahwa terdapat perbedaan lahiriah antara laki-dan perempuan dalam hal fisik. Fisik perempuan lebih lemah daripada laki-laki sehingga dalam aktifitas bepergian baginya jauh lebih baik apabila disertai mahram . demikian juga dengan faktor keamanan ‘illat yang menyebabkan adanya kebolehan bagi perempuan melakukan aktivitas dalam bepergian, tidak meyakinkan maka keberadaan mahram disisinya tidak terbantahkan lagi.
E.     KESIMPULAN
Bepergian adalah salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari manusia, baik laki-laki ataupun  manusia. Bepergian tidak mungkin dihindarkan meski jarak dekat ataupun jauh. Dalam hal bepergian ini ‘illat dilakukan harus jelas yaitu adanya keyakinan keamanan dan kenyamanan sehingga perempuan tersebut terhindar dari fitnah.
Dengan memahami hal yang demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa larangan bepergian bagi seorang perempuan tidak bersifat mutlak tanpa alasan ‘illat. Jelasnya larangan dan kebolehan sangat tergantung kepada ‘illat yang menyertainya. Jika ‘illat yang menyebabkan larangan itu tidak ada, maka hokum larangan tersebut tidak ada demikian pula sebaliknya. Pemahaman yang demian aka membawa kepada pemahaman yang tidak mempertentangkan dua hadis yang zahirnya terlihat bertentangan.

DAFTAR PUSTAKA
CD ROM LIDWA
Ibrahim, Majdi As-Sayyid. 1995. 50 Wasiat Rasulullah Saw Bagi Perempuan. Jakarta: Pustaka Al- Kautsar.
Jauzi, Ibn’l. 1993. Seluk Beluk Hukum Wanita. Solo: Pustaka Mantiq.
Maktabah Syamilah
Mustaqim, Abdul dan Munawar, Said Agil Husin. 2001. Asbabul Wurud. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.



[1] Maktabah Syamilah
[2] CD ROM Lidwa
[3] Ibn’l Jauzi, Seluk Beluk Hukum Wanita, (Solo: Pustaka Mantiq, 1993), hlm. 53-54.
[4] Majdi As-Sayyid Ibrahim, 50 Wasiat Rasulullah Saw Bagi Perempuan, Terj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar), hlm. 218.
[5] Said Agil Husin Munawar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 29.
[6] Said Agil,Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud..., hlm. 30.
[7] Said Agil, Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud..., hlm. 31.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Meniadakan "Time and Space" dalam Keluarga Rakhmad

Dewasa ini banyak orang yang memiliki semangat dalam menjalankan ajaran agama. Terutama dalam keluarga Rakhmad yang benar-benar mengama...